for sumber masalah:
Perusahaan Asing tengah melakukan rancangan pengolahan sampah di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Menurut rencana sampah itu akan diolah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) berupa bensin dan solar. Kepala Dinas (Kadis) Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Samarinda, Marwansyah di Samarinda, menjelaskan, pemaparan sudah dilakukan oleh perusahaan itu, namun untuk perjanjian belum dilakukan karena saat ini masih dilakukan studi kelayakan. "Jika dalam studi kelayakan ini ada kecocokan, dan Samarinda layak dibangun pabrik pengolah sampah menjadi BBM, maka selanjutnya dilakukan perjanjian kerja sama, atau MoU oleh kedua belah pihak," ujarnya, seperti yang dilansir tvOne, Kamis 1 Juli 2010. Marwansyah mengatakan, saat ini produksi sampah yang dihasilkan dari penduduk Samarinda rata-rata 1.200 meter kubik perhari. Dari jenis itu, akan dipilah sampah kering dan sampah basah, karena yang bisa diolah menjadi BBM adalah sampah dari plastik. Sampah plastik selama ini kerap menjadi masalah di sejumlah kota besar. Selain tak bisa terurai dan sulit dikelola, sampah jenis ini juga dapat mencemari tanah. Perlu waktu ratusan tahun untuk membuat sampah plastik terurai. Kalaupun plastik bisa terurai, namun partikel-partikel plastik malah akan meracuni tanah. Sedangkan jika plastik dibakar, justru akan menghasilkan asap yang berbahaya bagi pernapasan manusia. Di Korea, sampah plastik sudah diolah menjadi solar dan bensin. Untuk pengolahannya, dari 23 ton sampah plastik itu sudah bisa menghasilkan 30 ribu liter solar. Cara yang ditempuh untuk menghasilkan BBM dari plastik adalah, sampah plastik diolah dan dipanaskan hingga suhu 450 derajat celcius. Cara memanaskan menggunakan alat bernama Recycle Oil Machine. Dari hasil pemanasan tersebut didapatkan minyak berupa 60 persen solar dan 40 persen bensin. Bila digunakan untuk bahan bakar kendaraan jenis bensin, kualitas plastik olahan belum bagus. Namun kualitas solarnya jauh lebih baik. Bahkan di Korea sudah dipakai untuk kendaraan. Menurut Marwansyah, pengolahan sampah plastik menjadi minyak adalah salah satu solusi yang baik di Kota Samarinda, pasalnya selama ini produksi sampah yang begitu besar menjadikan masalah tersendiri bagi lingkungan. "Dari 1.200 sampah ternyata berpotensi menghasilkan sekitar 10 ribu liter BBM setelah dipilah. Potensi ini tentu membanggakan. Kami berharap agar rencana ini bisa terwujud sehingga masyarakat lokal juga bisa diberdayakan menjadi tenaga kerja," katanya lagi.
for sampah plastik:
lfor smk madiun:
Kepala SMKN 3 Madiun, Sulaksono Tavip Rijanto mengatakan, kualitas minyak plastik setingkat lebih tinggi dibanding minyak tanah. Namun masih di bawah bensin. Minyak plastik ini baru bisa digunakan untuk bahan bakar kompor dan lampu. Menurut Sulaksono, penelitian soal minyak plastik ini dipicu keprihatinan akan menumpuknya limbah plastik di sekitar sekolah dan harga BBM yang terus merangkak naik. “Kita tahu pasti bahwa asap itu mengandung racun. Asap dari plastik. Kita tidak terbuang sama sekali. Asap tidak keluar sama sekali. Justru dari asap itulah maka plastik bisa keluar cairannya itu. Embunnya itu. Jadi hasil penguapan itu akan jadi minyak,” papar Sulaksono. Minyak plastik ini diolah melalui proses penyulingan dengan menggunakan alat sederhana berupa tabung gas 3 kilogram untuk membakar limbah plastik. Uap hasil pembakaran ditampung dalam tabung kaca. Hasil pengembunan itu menjadi minyak dan bisa digunakan untuk pengganti alternatif BBM yang ramah lingkungan. Saat ini, muridmuris SMKN 3 Madiun terus melakukan penelitian untuk mengubah limbah plastik menjadi pengganti bensin. SUMBER |
Tampilkan postingan dengan label zat kimia berbahaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label zat kimia berbahaya. Tampilkan semua postingan
Rabu, 09 November 2011
ketika sampah plastik diubah menjadi bahan bakar buatan pelajar INDONESIA
Label:
berita kesehatan,
sosial,
umum,
zat kimia berbahaya
Jumat, 30 September 2011
Awas! Alkohol Bukan untuk Luka
Apa yang biasa Anda lakukan saat si kecil jatuh dari sepeda dan lututnya berdarah? Kebanyakan ibu langsung mencari alkohol untuk membersihkan luka tersebut. Meskipun anak Anda mengeluh perih, dengan yakin Anda berkata bahwa cara tersebut sudah yang paling manjur menyembuhkan luka. Padahal tak jarang cara-cara tersebut hanyalah mitos. Alkohol selama ini diyakini mampu mensterilkan area luka dan mempercepat proses penyembuhan luka. Hmm.. apa benar begitu?
Faktanya, menggunakan alkohol atau hydrogen peroxide untuk membersihkan luka justru akan merusak jaringan kulit dan menghambat proses penyembuhan. Memang benar alkohol dapat membantu membunuh bakteri, tapi tidak hanya bakteri saja yang terbunuh melainkan juga sel-sel di sekitar area luka. Itulah kenapa, sebenarnya, proses penyembuhan luka malah akan bertambah lama. Bagaimana kulit baru dapat tumbuh dengan cepat kalau sel-selnya mati? Jika Anda mengaku alkohol membantu luka sembuh dengan cepat, mungkin itu sekadar sugesti Anda saja.
Cara terbaik membersihkan luka kecil adalah membasahinya dengan air mengalir dan sabun biasa (tak perlu menggunakan sabun antiseptik khusus). Lalu keringkan luka setidaknya lima menit untuk menghilangkan kotoran, serpihan benda asing, dan berikan salep antibiotik untuk menghindari infeksi dari bakteri. Namun untuk luka yang menganga lebar, dalam, dan terus menerus berdarah harus diobati oleh orang yang ahli.
Dr.Oz di acara OPRAH SHOW juga mengingatkan masyarakat untuk mengganti alkohol dengan 'air garam hangat'. Larutkan garam dalam air bersuhu hangat dan basuh kaki Anda dengan air tersebut. Air garam mampu membunuh kuman-kuman di area luka dan ternyata sel-sel di tubuh kita pun 'menyukai' kandungan garam tersebut. Jika sudah begitu, dipastikan proses kesembuhan juga akan berlangsung lebih cepat.
Nah, ternyata cara terbaik menangani luka justru datang dari hal-hal mudah di sekitar kita. Cukup dengan air, sabun, dan garam saja Anda mampu menjadi perawat bagi si kecil yang cedera. Untungnya lagi, kini Anda tak perlu repot mendiamkan anak Anda yang berteriak histeris saat alkohol menyentuh lukanya
sumber : KapanLagi.com -
Selasa, 27 September 2011
Kunyah Lebih Lama Agar Tubuh Langsing
-
Sedari kecil kita selalu diajarkan untuk mengunyah makanan dengan baik, setidaknya 32 kali untuk setiap suapan. Jika sebelumnya anjuran ini dikaitkan dengan kesehatan, kini hal tersebut semakin diperkuat dengan alasan kecantikan. Anda bisa langsing jika mengunyah makanan lebih lama.
Studi terbaru menunjukkan bahwa mengunyah makanan lebih lama bisa membuat Anda mengonsumsi kalori yang lebih sedikit. Mengunyah makanan sebanyak 40 kali membuat partisipan penelitian ini mengonsumsi kalori 12 persen lebih sedikit dari mereka yang mengunyah makanan 15 kali, seperti kebanyakan orang. Selain itu, tentu Anda tahu jika otak butuh waktu 20 menit untuk merasa kenyang, sehingga mengunyah lebih lama menjamin Anda tidak akan makan berlebihan.
Dikutip dari femalefirst, Jie Li dan koleganya dari harbin Medical University di China memberikan menu sarapan yang sama kepada 14 pria muda yang kelebihan berat badan, dan kepada 16 pria muda yang memiliki berat badan normal. Perlakuan ini untuk melihat apakah ada perbedaan pada cara mereka mengunyah makanan. Peneliti juga meneliti apakah mengunyah lebih lama membuat seseorang makan lebih sedikit dan apakah memengaruhi tingkat gula darah atau hormon penentu selera makan mereka.
Hasilnya, yang dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition, menemukan bahwa ada hubungan antara jumlah mengunyah dengan kadar sejumlah hormon yang memengaruhi otak untuk mulai makan dan berhenti makan. Lebih spesifik lagi, mengunyah lebih banyak menyebabkan penurunan kadar ghrelin, hormon yang merangsang selera makan, dan juga menaikkan level CCK, hormon yang diyakini bertugas mengurangi selera makan.
sumber : KapanLagi.com
Senin, 26 September 2011
UTEROTONIKA, OKSITOSIK
OKSITOSIK/ UTEROTONIKA
- Oksitosik atau uterotonika adalah obat yang merangsang kontraksi uterus
- Oksitosin dan derivatnya
- Alkaloid ergot dan derivatnya
- Prostaglandin semisintetik
Anatomi Fisiologi Uterus
- Uterus disarafi oleh: saraf kolinergik dari saraf pelvik dan saraf adrenegik dari ganglion hipogastrik
- Respon uterus berbeda tergantung: spesies, pubertas (makin dewasa makin nyata), hamil (makin aterm makin nyata)
- Mineral yang berpengaruh adalah: Na dan Ca
Alkaloid Ergot
- Sumber: jamur gandum Clavicus purpurea
- Ergot mengandung: alkaloid ergot dan zat lain ( karbohidrat, gliserida, steroid, asam amino, amin, basa amonium kuaterner)
- Keracunan ergot dapat menyebabkan → abortus
- Batas kontaminasi gandum oleh ergot adalah: < 0,3%
- Alkaloid pertama yang ditemukan adalah: ergotoksin → merupakan campuran: ergokristin, ergokornin, alfa ergokriptin dan beta ergokriptin
- Ergotamin → senyawa paling kuat
Farmakokinetik Ergot
- Ergotamin diabsorbsi lambat dan tidak sempurna di saluran cerna
- Kadar puncak plasma dicapai setelah 2 jam
- Pemberian kofein akan meningkatkan kadar puncak plasma → 2 kali lipat
- Dosis ergotamin IM → 1/10 dosis oral → absorbsi di tempat suntikan lambat →reaksi perlu waktu 20 menit
- Dosis ergotamin IV → ½ dosis IM → efek perangsangan uterus setelah 5 menit
- Ekskresi ergotamin melalui: empedu → sedikit yang melalui urine
- Pada pemberian oral → bromokriptin diabsorbsi lebih baik drpd ergotamin, dan dieliminasi lebih lambat
Macam Alkaloid ergot:
- Ergotamin (alkaloid asam amino)
- Dihidroergotamin (dehidro alkaloid asam amino)
- Ergonovin (alkaloid amin)
Efek pada uterus:
- Semua alkaloid ergot → meningkatkan kontraksi uterus secara nyata
- Dosis kecil menyebabkan kontraksi, dosis besar menyebabkan tetani
- Kepekaan uterus tergantung maturitas dan kehamilan
- Sediaaan ergot paling kuat: ergonovin
Efek Kardiovaskuler:
- Menyebabkan vasokontriksi perifer
- Pembendungan dan trombosis pada gangren dapat terjadi akibat vasokontriksi
- Efek paling kuat: ergotamin, sedang (dihidroergotamin), tidak berefek (dihidroergotoksin)
Efek Arkaloid Ergot
Efek Samping Ergot
- Toksik → keracunan akut dan kronik
- Paling toksik → ergotamin
- Gx keracunan: mual, muntah, diare, gatal, kulit dingin, nadi lemah dan cepat, bingung dan tidak sadar
- Dosis keracunan fatal: 26 mg per oral selama beberapa hari, atau dosis tunggal 0,5-1,5 mg parenteral
- Gejala keracunan kronik: perubahan peredaran darah ( tungkai bawah, paha, lengan dan tangan jadi pucat), nyeri otot, denyut nadi melemah, gangren, angina pectoris, bradikardi, penurunan atau kenaikan tekanan darah
- Keracunan biasanya disebabkan: takar lajak dan peningkatan sensitivitas
Indikasi Ergot
- Uterotonika dan pengobatan Migren
- Migren → etiologinya multifaktor (emosi, stress fisik, diet, hormonal)
- Pemberian analgesik perlu dicoba dulu sebelum ergotamin (toksik)
- Ergotamin menghilangkan 95% migren dan 15% sakit kepala lainya
- Dosis: 0,25-0,5 mg SK atau IM
Kontraindikasi Ergot
- Dapat menyebabkan gangren → tidak boleh diberikan pada penderita:
- Sepsis
- Penyakit pembuluh darah (arterosklerosis)
- Penyakit pembuluh darah koroner
- Tromboflebitis
- Penyakit hati dan ginjal
Sediaan Ergot
- Ergotamin tatrat:
- Tablet oral 1 mg
- Tablet sublingual 2 mg
- Injeksi 0,5 mg/ml ampul 1ml
Ergonovin maleat:
- Tablet oral 0,2 mg
- Injeksi 0,2 mg/ml
Metilergonovin maleat (Methergin)
- Tablet oral 0,2 mg
- Injeksi 0,2 mg/ml
Metisergid maleat
- Tablet oral 2 mg
Ergotarmin tartrat
- Supositoria 1-2mg dengan kofein 100mg
OKSITOSIN DAN EKSTRAK HIPOFISIS POSTERIOR
- Oksitosin merangsang otot polos uterus dan mammae → selektif dan cukup kuat
- Stimulus sensoris pada serviks, vagina dan payudara → merangsang hipofisis posterior melepaskan oksitosin
- Sensitivitas uterus meningkat dng pertambahan usia kehamilan
Farmakologi Oksitosin
Efek pada Uterus:
- Merangsang frekuensi dan kontraksi uterus
- Efek pada uterus menurun jika estrogen menurun
- Uterus imatur kurang peka thd oksitosin
- Infus oksitoksin perlu diamati → menghindari tetani → respon uterus meningkat 8 x lipat pada usia kehamilan 39 minggu
Efek pada mamae:
- Menyebabkan kontraksi otot polos mioepitel → susu mengalir (ejeksi susu)
- Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, serta mengurangi pembengkakan payudara pasca persalinan
Efek Kardiovaskuler:
- Relaksasi otot polos pembuluh darah (dosis besar)
- Penurunan tekanan sistolik, warna kulit merah, aliran darah ke ekstremitas menurun, takikardi dan curah jantung menurun
Farmakokinetik Oksitosin
- Hasil baik pada pemakaian parenteral
- Cepat diabsorbsi oleh mukosa mulut → Efektif untuk pemberian tablet isap
- Selama hamil ada peningkatkan enzim Oksitosinase atau sistil aminopeptidase → berfungsi mengaktifkan oksitoksin → enzim tersebut berkurang setelah melahirkan, diduga dibuat oleh plasenta
Sediaan Oksitosin
- Injeksi Oksitosin (Pitosin) 10 unit USP/ml IM atau IV
- Semua sediaan sintetis, yang alam mahal
- Semprot hidung: 40 unit USP/ml
- Tablet sublingual: 200 unit USP
PROSTAGLANDIN
- Ditemukan dalam ovarium, miometrium, darah mens
- Post coitus juga ditemukan prostaglandin di vagina
- Jenis prostaglandin adalah: PGE dan PGF
- PGF → merangsang uterus hamil dan tidak hamil
- PGE → merelaksasi uterus tidak hamil, dan merangsang kontraksi uterus hamil
Sediaan Prostaglandin
- Karbopros trometamin: Injeksi 250 ug/ml
- Dinoproston (PGE): Supositoria vaginal 20 mg
- Gemeprost: Pesari 1mg ( melunakan uterus)
- Sulpreston: Injeksi 25, 50, 100 ug/ml IM atau IV
Indikasi Prostaglandin
- Induksi partus aterm
- Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan
- Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya
- Induksi abortus terapeutik
- Uji oksitosin
- Menghilangkan pembengkakan mamae
OKSITOSIN
Farmakokinetik:
- Absorpsi: baik lewat mukosa hidung
- Distribusi: PP rendah
- Metabolisme: t ½ 1 – 9 menit
- Eliminasi: ginjal
Farmakodinamik:
- IM: mula 3 – 5 menit, P: TD, L: 2 – 3 jam
- IV: M: segera, P: TD, L: 1 jam
- Inhal: M: menit, P: TD, L: 20 menit
- Efek terapeutik: induksi persalianan, mengeluarkan ASI
- Efek samping: hipo/hipertensi, mual, muntah, konstipasi, berkurangnya aliran darah uterus, ruam kulit, anoreksia
- Reaksi merugikan: kejang, intoksikasi air, perdarahan intrakranial, disritmia, asfiksia, janin: ikterus, hipoksia
- Kontraindikasi: toksemia, disproporsi sefalofelfik, distres janin, hipersensitivitas, persalianan non vaginal yg telah diantisipasi, kehamilan (intranasal)
- Interaksi: vasopresor, anestetik siklopropan
PROSES KEPERAWATAN OKSITOSIN
Pengkajian
- Kaji data dasar sebelum infus: nadi, TD, aktivitas uterus, DJJ
- Ergonovin dan metilergonovin dapat menyebabkan vasokontriksi → hipertensi
- Resiko trombosis jika berbaring setelah post partum
Intervensi
- Sediakan magnesium sulfat → mengantisipasi hipertonisitas, juga O2
- Awasi tanda ruptur uteri (sangat jarang) yang berupa tambahnya rasa nyeri mendadak, kontraksi hilang, DJJ hilang, perdarahan, syok hipovolemik yang sangat cepat
Penyuluhan
- Obat diberikan per infus (drip) untuk menyesuaikan dosis
- Akan merasakan kram perut, juga efek analgesik
- Jangan merokok → meningkatkan vasokonstriksi
- Menurunkan prolaktin → menghambat laktasi (ergonovin, metilergonovin)
- Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC
- Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI
- Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC
HIPNOTIK, SEDATIF DAN PSIKOTROPIK
Hipnotik - Sedatif
- Hipnotik-sedatif adalah obat depresan SSP yang tidak selektif, efek mulai ringan – berat (hilangnya kesadaran, anestesi, koma, mati)
SSP dirangsang ← normal → SSP dihambat
x-----x-----x----x----0-----x-----x------x-----x-----x-----x
mati excitasi normal sedatif anestetik mati
kejang cerewet tranquilizer hipnotik koma
- Sedatif digunakan dalam pengobatan cemas
- Hipnotik digunakan untuk pengobatan insomnia
- Ada yang berfungsi antikonvulsan: klorazepat, diazepam, fenobarbital)
- Relaksasi otot: diazepam
Cara Kerja Obat
- Depresi SSP
- Menimbulkan toleransi pada penggunaan kronis
- Potensial menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisiologis
- Tidak memiliki sifat analgesik
Kontraindikasi
- Hipersensitivitas
- Koma dan depresi SSP
- Nyeri berat yang tak terkendali
- Hamil dan laktasi
Perhatian
- Hati-hati pada gangguan fungsi; hati, ginjal dan paru
- Hati-hati pada penderita yang cenderung ingin bunuh diri atau pernah kecanduan obat
- Penggunaan hipnotik hendaknyaa jangka pendek
- Pasien lansia dosis rendah
Interaksi
- Depresi tambah berat jika bersama alkohol, antihistamin, antidrepresan, analgesik opioid, fenotiazin
- Barbiturat dapat menginduksi enzim metabolisme obat hati dan dapat menurunkan efektifitas obat
- Jangan diberikan bersama inhibitor MAO (monoamin oksidase): isokarboksazid, fenelzin, tranilsipromin
Penggolongan
- Antihistamin: difenhidramin, hidroksizin, prometazin
- Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
- Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam, lorazepam
- Lain-lain: buspiron, kloralhidrat, meprobamat
Implikasi Keperawatan
- Pantau TD, nadi, nafas pada pemberian IV
- Penggunaan jangka panjang pantau: depresi, kecenderungan bunuh diri, ketergantungan
- Insomnia: kaji pola tidur sebelum, dan secara periodik selama terapi
- Kecemasan: kaji tingkat kecemasan dan sedasi (ataksia, pusing dan bicara tidak jelas) sebelum, dan secara periodik selama terapi
- Kejang: observasi dan catat intensitas, durasi dan karakteristik kejang, lakukan tindakan kewaspadaan terhadap kejang
- Spasme otot: kaji spasme otot, nyeri yang menyertai, dan keterbatasan gerak sebelum dan selama terapi
- Gejala putus alkohol: kaji gejal putus obat: tremor, agitasi, delirium, halusinasi
Diagnose Keperawatan Potensial
- Gangguan pola tidur (indikasi)
- Risiko tinggi cedera (efek samping)
- Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan keluarga/pasien)
Implementasi
- Awasi ambulasi dan perpindahan pasien setelah pemberian dosis hipnotik
- Buang sigaret
- Penghalang tempat tidur harus dipasang dan bel panggil harus terus berada dalam jangkauan setiap saat
- Beri posisi rendah pada tempat tidur
Penyuluhan
- Mempersiapkan lingkungan untuk tidur: ruang gelap, tenang, hindari nikotin dan kafein
- Jika efek kurang efektif setelah beberapa minggu, konsultasikan ke dokter, jangan menaikan dosis
- Penghentian obat secara bertahap, jangan mendadak (menghindari reaksi putus obat)
- Dapat menyebabkan kantuk di siang hari, hindari nyetir, bekerja yang berisiko tinggi kecelakaan
- Hindari alkohol dan depresan SSP lainya
- Anjurkan lapor ke dokter jika berencana hamil atau mencurigai kehamilan
Evaluasi
- Efektivitas obat ditunjukan dengan:
- Perbaikan tidur
- Berkurangnya tingkat kecemasan
- Terkendalinya kejang
- Berkurangnya spasme otot
- Berkurangnya tremor
- Mempunyai ide yang lebih rasional
Apa Itu Psikotropika
- Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman
- Psikotropika adalah obat simptomatik, karena patofisiologi penyakit jiwa belum jelas
- ECT (Elektro Convulsive Therapy) → masih digunakan untuk terapi depresi berat dengan kecenderungan bunuh diri
Penggolongan Psikotropika
1. Anti Psikosis = neuroleptik = major tranquilizer
2. Anti Ansietas = anti neurosis = minor tranquilizer
3. Anti Depresi
4. Psikotogenik = psikotomimetik = psikodisleptik = halusinogenik
Anti Psikosis
Ciri neuroleptik:
1. Efek antipsikosis à mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, labilitas emosional pada pasien psikosis
2. Dosis besar tidak menyebabkan koma atau anestesi
3. Dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal (reversibel/ireversibel)
4. Tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau psikis
Menghambat reseptor dopamin di otak
Efek perifer → antikolinergik dan blok sdrenergik alfa
Kontraindikasi
- Hipersensitivitas
- Glaukoma sudut sempit
- Depresi SSP
Interaksi
- Hipotensi digunakan bersam alkohol, antihipertensi dan nitrat
- Antasida dapat menurunkan absorpsi
- Fenobarbital menurunkan efektivitas
- Depresi tambahan jka digunakan bersama: alkohol, antihistamin, antidepresan, analgesik opioid, sedatif/hipnotik
Penggolongan Anti Psikosis
1. Derivat Fenotiazin
– Senyawa Dimetil Amino Propil (Klorpromazin, Promazin, Triflupromazin)
– Senyawa Piperidil (Mepazin, Tioridazin)
– Senyawa Piperazin (Asetofenazin, Karfenazin, Flufenazin, Perfenazin, Proklorperazin, Trifluoperazin tiopropazat)
2. Non Fenotiazin (Klorprotiksan)
3. Butirofenon (Haloperidol)
Anti Ansietas
- Untuk pengobatan simptomatis penyakit psikoneurosis dan terapi penyakit somatik akibat kecemasan
- Dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis
- Mempunyai efek sedatif
- Golongan Benzodiazepin: Klordiazeposid, Diazepam, Klorazepat, Lorazepam, Prazepam, Alprazolam, Halozepam.
Benzodiazepin
- Efek hipnotis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, antikonvulsi
- Peningkatkan dosis menyebabkan sedasi → hipnotis → stupor
- Efek pada pernafasan dan kardiovaskuler ringan
- Efek samping: light headedness, lassitude, lambat bereaksi, inkooordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental, berpikir, psikomotor
- Dosis: Diazepam 5 -10 mg
Anti Depresi
- Antidepresi adalah obat untuk mengatasi depresi mental, juga digunakan untuk: kecemasan, enuresis, sindrom nyeri kronis
- Perbaikan depresi ditandai dengan: perbaikan alam perasaan, bertambahnya aktivitas fisik dan kewaspadaan mental, nafsu makan dan pola tidur yang lebih baik dan berkurangnya pikiran morbid
Cara Kerja
- Penghambat Mono Amin Oksidase (MAO) digunakan sebagai antidepresi sejak 1980
- Hambatan MAO → kadar epinefrin, norepinefrin dan 5-HT (5 hidroksi triptamin) dalam otak naik → penderita menjadi aktif dan mau bicara
- Hipertensi dan hipotensi keduanya bisa terjadi, hipertensi akibat katekolamin, hipotensi akibat terhambatnya terlepasnya norepinefrin dari ujung saraf
Contoh Anti Depresi
- Antidepresan trisiklik: amitriptilin, amoksapin, doksepin, imipramin, nortriptilin
- Antidrepesan lain: bupropion, fluoksetin, maprotilin, paroksetin, setralin, trazodon
- Inhibitor MAO: isokarboksazid, fenelzin, tranilsipromin
Psikotogenik
- Psikotogenik: obat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir dan perubahan alam perasaan, jadi dapat menimbulkan psikosis (psikotomimetik atau halusinogenik)
- Contoh: meskapin dan dietil asam lisergat (LSD-25)
Referensi
- Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC
- Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI
- Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC
INTERAKSI OBAT

Pendahuluan
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :
a. dokumentasinya masih sangat kurang
b. seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien
c. kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
Mekanisme Interaksi Obat
Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
Interaksi farmakokinetik
1. Absorpsi
Obat-obat yang digunakan secara oral bisaanya diserap dari saluran cerna ke dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorpsinya biasanya sempurna.
Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek. Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi antara lain :
a. Interaksi langsung
Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini dapat dihindarkan atau sangat dikuangi bila obat yang berinteraksi diberikan dalam jangka waktu minimal 2 jam.
b. perubahan pH saluran cerna
Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat adanya antasid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin. Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya. Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi absorpsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya.
Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida, obat antikolinergik, penghambatan H2, atau inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya abat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketokonazol.
c. pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi
Interaksi antara antibiotik golongan fluorokinolon (siprofloksasin, enoksasin, levofloksasin, lomefloksasin, norfloksasin, ofloksasin dan sparfloksasin) dan ion-ion divalent dan trivalent (misalnya ion Ca2+ , Mg2+ dan Al3+ dari antasida dan obat lain) dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna, bioavailabilitas dan efek terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks. Interaksi ini juga sangat menurunkan aktivitas antibiotik fluorokuinolon. Efek interaksi ini dapat secara signifikan dikurangi dengan memberikan antasida beberapa jam sebelum atau setelah pemberian fluorokuinolon. Jika antasida benar-benar dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya penggantian dengan obat-pbat antagonis reseptor H2 atau inhibitor pompa proton dapat dilakukan.
Beberapa obat antidiare (yang mengandung atapulgit) menjerap obat-obat lain, sehingga menurunkan absorpsi. Walaupun belum ada riset ilmiah, sebaiknya interval pemakaian obat ini dengan obat lain selama mungkin.
d. obat menjadi terikat pada sekuestran asam empedu (BAS : bile acid sequestrant)
Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan asam empedu dan mencegah reabsorpsinya, akibatnya dapat terjadi ikatan dengan obat-obat lain terutama yang bersifat asam (misalnya warfarin). Sebaiknya interval pemakaian kolestiramin atau kolestipol dengan obat lain selama mungkin (minimal 4 jam).
e. perubahan fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung, perubahan vaksularitas atau permeabilitas mukosa saluran cerna, atau kerusakan mukosa dinding usus).
.1. Distribusi
Setelah obat diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke tempat kerja di mana obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh dan atau reseptor. Selama berada di aliran darah, obat dapat terikat pada berbagai komponen darah terutama protein albumin. Obat-obat larut lemak mempunyai afinitas yang tinggi pada jaringan adiposa, sehingga obat-obat dapat tersimpan di jaringan adiposa ini. Rendahnya aliran darah ke jaringan lemak mengakibatkan jaringan ini menjadi depot untuk obat-obat larut lemak. Hal ini memperpanjang efek obat. Obat-obat yang sangat larut lemak misalnya golongan fenotiazin, benzodiazepin dan barbiturat.
Sejumlah obat yang bersifat asam mempunyai afinitas terhadap protein darah terutama albumin. Obat-obat yang bersifat basa mempunyai afinitas untuk berikatan dengan asam-α-glikoprotein. Ikatan protein plasma (PPB : plasma protein binding) dinyatakan sebagai persen yang menunjukkan persen obat yang terikat. Obat yang terikat albumin secara farmakologi tidak aktif, sedangkan obat yang tidak terikat, biasa disebut fraksi bebas, aktif secara farmakologi. Bila dua atau lebih obat yang sangat terikat protein digunakan bersama-sasam, terjadi kompetisi pengikatan pada tempat yang sama, yang mengakibatkan terjadi penggeseran salah satu obat dari ikatan dengan protein, dan akhirnya terjadi peninggatan kadar obat bebas dalam darah. Bila satu obat tergeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, akan terjadi peningkatan kadar obat bebas yang terdistribusi melewati berbagai jaringan. Pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar obat bebas atau bentuk aktif akan lebih tinggi.
Asam valproat dilaporkan menggeser fenitoin dari ikatannya dengan protein dan juga menghambat metabolisme fenitoin. Jika pasien mengkonsumsi kedua obat ini, kadar fenitoin tak terikat akan meningkat secara signifikan, menyebabkan efek samping yang lebih besar. Sebaliknya, fenitoin dapat menurunkan kadar plasma asam valproat. Terapi kombinasi kedua obat ini harus dimonitor dengan ketat serta dilakukan penyesuaian dosis.
Obat-obat yang cenderung berinteraksi pada proses distribusi adalah obat-obat yang :
persen terikat protein tinggi ( lebih dari 90%)
terikat pada jaringan
mempunyai volume distribusi yang kecil
mempunyai rasio eksresi hepatic yang rendah
mempunyai rentang terapetik yang sempit
mempunyai onset aksi yang cepat
digunakan secara intravena.
Obat-obat yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menggeser obat lain dari ikatan dengan protein adalah asam salisilat, fenilbutazon, sulfonamid dan anti-inflamasi nonsteroid.
.2. Metabolisme
Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor, berarti obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut lemak. Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi senyawa larut air yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi terutama melalui ginjal. Obat dapat melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II. Pada metabolisme fase I, terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim mikrosomal hati yang berada di endothelium, menghasilkan metabolit obat yang lebih larut dalam air. Pada metabolisme fase II, obat bereaksi dengan molekul yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb) menjadi metabolit yang tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat melewati satu atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang larut dalam air. Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis terjadi akibat metabolisme fase I dari pada fase II.
a. Peningkatan metabolisme
Beberapa obat bisa meningkatkan aktivitas enzim hepatik yang terlibat dalam metabolisme obat-obat lain. Misalnya fenobarbital meningkatkan metabolisme warfarin sehingga menurunkan aktivitas antikoagulannya. Pada kasus ini dosis warfarin harus ditingkatkan, tapi setelah pemakaian fenobarbital dihentikan dosis warfarin harus diturunkan untuk menghindari potensi toksisitas. Sebagai alternative dapat digunakan sedative selain barbiturate, misalnya golongan benzodiazepine. Fenobarbital juga meningkatkan metabolisme obat-obat lain seperti hormone steroid.
Barbiturat lain dan obat-obat seperti karbamazepin, fenitoin dan rifampisin juga menyebabkan induksi enzim.
Piridoksin mempercepat dekarboksilasi levodopa menjadi metabolit aktifnya, dopamine, dalam jaringan perifer. Tidak seperti levodopa, dopamine tidak dapat melintasi sawar darah otak untuk memberikan efek antiparkinson. Pemberian karbidopa (suatu penghambat dekarboksilasi) bersama dengan levodopa, dapat mencegah gangguan aktivitas levodopa oleh piridoksin,
b. Penghambatan metabolisme
Suatu obat dapat juga menghambat metabolisme obat lain, dengan dampak memperpanjang atau meningkatkan aksi obat yang dipengaruhi. Sebagai contoh, alopurinol mengurangi produksi asam urat melalui penghambatan enzim ksantin oksidase, yang memetabolisme beberapa obat yang potensial toksis seperti merkaptopurin dan azatioprin. Penghambatan ksantin oksidase dapat secara bermakna meningkatkan efek obat-obat ini. Sehingga jika dipakai bersama alopurinol, dosis merkaptopurin atau azatioprin harus dikurangi hingga 1/3 atau ¼ dosis biasanya.
Simetidin menghambat jalur metabolisme oksidatif dan dapat meningkatkan aksi obat-obat yang dimetabolisme melalui jalur ini (contohnya karbamazepin, fenitoin, teofilin, warfarin dan sebagian besar benzodiazepine). Simetidin tidak mempengaruhi aksi benzodiazein lorazepam, oksazepam dan temazepam, yang mengalami konjugasi glukuronida. Ranitidin mempunyai efek terhadap enzim oksidatif lebih rendah dari pada simetidin, sedangkan famotidin dan nizatidin tidak mempengaruhi jalur metabolisme oksidatif.
Eritromisin dilaporkan menghambat metabolisme hepatik beberapa obat seperti karbamazepin dan teofilin sehingga meningkatkan efeknya. Obat golongan fluorokuinolon seperti siprofloksasin juga meningkatkan aktivitas teofilin, diduga melalui mekanisme yang sama.
3. Ekskresi
Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri renal, mula-mula dikirim ke glomeruli tubulus, dimana molekul-molekul kecil yang cukup melewati membran glomerular (air, garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain dari tubulus ginjal dimana transport aktif yang dapat memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi) untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bis terjadi karena perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal, perubahan pH dan perubahan aliran darah ginjal.
a. Perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal
b. perubahan pH urin
c. Perubahan aliran darah ginjal
Sumber :
Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto. Interaksi obat. Bandung: Penerbit ITB, 1989
BUFFER DAN KAPASITAS BUFFER

Larutan penyangga atau larutan buffer atau dapar merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari larutan penyangga ini seperti pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam kuat.
Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. Disamping itu mempunyai sifat berbeda dengan komponen-komponen pembentuknya.
Secara umum,larutan penyangga dibuat dengan campuran antara asam lemah dan asam konjugasinya, campuran ini menghasilkan larutan bersifat asam. Kemudian campuran antara basa lemah dan asam konjugasinya,campuran ini menghasilkan larutan bersifat basa.
Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1. Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
2. Larutan penyangga yang bersifat basa Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih.
Adanya larutan penyangga ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat-obatan, fotografi, industri kulit dan zat warna. Selain aplikasi tersebut, terdapat fungsi penerapan konsep larutan penyangga ini dalam tubuh manusia seperti pada cairan tubuh.
Cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel. Dimana sistem penyangga utama dalam cairan intraselnya seperti H2PO4- dan HPO42- yang dapat bereaksi dengan suatu asam dan basa. Adapun sistem penyangga tersebut, dapat menjaga pH darah yang hampir konstan yaitu sekitar 7,4.
Selain itu penerapan larutan penyangga ini dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat tetes mata.
CARA MENGHITUNG LARUTAN BUFFER
1. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya (larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus: [H+] = Ka. Ca/Cg pH = pKa + log Ca/Cg dimana: Ca = konsentrasi asam lemah Cg = konsentrasi garamnya Ka = tetapan ionisasi asam lemah 2. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya (larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:
[OH-] = Kb . Cb/Cg
pOH = pKb + log Cg/Cb
dimana:
Cb = konsentrasi base lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Kb = tetapan ionisasi basa lemah
Prinsip kerja larutan buffer sebenarnya penambahan sedikit asam, basa, atau pengenceran pada larutan penyangga menimbulkan sedikit perubahan pH (tetapi besar perubahan pH sangatlah kecil) sehingga pH larutan dianggap tidak bertambah atau pH tetap pada kisarannya. Namun, jika asam atau basa ditambahkan ke larutan bukan penyangga maka perubahan pH larutan akan sangat mencolok.Prinsip kerja dari larutan penyangga yang dapat mempertahankan harga pH pada kisarannya adalah sebagai berikut.
a. Larutan Penyangga Asam HA/A -
HA (aq) --> A - (aq) + H + (aq)
- Jika ditambah sedikit asam kuat (H + )
A - (aq) + H + (aq) → HA (aq)
sehingga pada kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan konsentrasi H + yang berarti, besarnya pH dapat dipertahankan pada kisarannya.
- Jika ditambah sedikit basa kuat (OH - )
OH - (aq) + H + (aq) → H 2 O (l)
HA (aq) → A - (aq) + H + (aq)
sehingga, pada kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan konsentrasi H + yang nyata; pH larutan dapat dipertahankan pada kisarannya. Asam lemah dapat menetralisir penambahan sedikit basa OH - .
HA (aq) + OH - (aq) → A - (aq) + H 2 O (l)
- Jika larutan penyangga diencerkan
b. Larutan Penyangga Basa B/BH +
B (aq) + H 2 O (l) ----> BH + (aq) + OH - (aq)
- Penambahan sedikit asam kuat (H + )
H + (aq) + OH - (aq) → H 2 O (l)
B (aq) + H 2 O (l) → BH + (aq) + OH - (aq)
Pada kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan pH yang nyata, besarnya pH dapat dipertahankan. Basa lemah dapat menetralkan penambahan sedikit asam (H + ).
B (aq) + H + (aq) → BH + (aq)
- Penambahan sedikit basa kuat (OH - )
BH + (aq) + OH - (aq) → B (aq) + H 2 O (l)
- Penambahan air (pengenceran)
sumber :wiro-pharmacy.blogspot.com
Label:
biologi,
kimia farmasi,
mikrobiologi,
Pengetahuan,
sosial,
umum,
zat kimia berbahaya
TITRASI PERMANGANOMETRI
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi
dengan KMnO4. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi
ion permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam,
netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan
Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO42-
MnO42- + 2H2 O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e → MnO2 +4OH-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MNO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk .
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi.
ANALISIS BAHAN
1.KMnO4 ( FI III ,330 )
Nama resmi = KALII PERMANGANAS
Nama lain = Kalium permanganate
RM = KMnO4
BM = 158,03
Pemerian = Hablur mengkilap, ungu tua /hampir hitam, tidak berbau, rasa manis /sepat.
Kelarutan = Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam air mendidih .
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
2. Aquadest ( FI III,96 )
Nama resmi = AQUADESTILLATA
Nama lain = Air suling
RM = H2O
BM = 18,02
Pemerian = Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan = Larut dalam etanol dan gliserol
Kegunaan = Sebagai pelarut
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
3. Asam oksalat (FI III,651)
Nama lain = Asam oksalat
RM = (CO2H)2.2H2O
Pemerian = Hablur ,tidak berwarna .
Kelarutan = Larut dalam air dan etanol
Kegunaan = Sebagai zat tambahan
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
4. Besi (II) sulfat (FI III,254)
Nama resmi = FERROSI SULFAS
Nama lain = Besi (II) sulfat
RM = FeSO4
BM = 151,90
Pemerian = Serbuk, putih keabuan ,rasa logam ,sepat
Kelarutan = Perlahan-lahan larut hamper sempurna dalam air bebas karbondioksida pekat.
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup baik
5. Asam sulfat (FI III,58)
Nama resmi = ACIDUM SULFURICUM
Nama lain = Asam sulfat
RM = H2 SO4
BM = 98,07
Pemerian = Cairan kental, seperti minyak, korosif tidak berwarna, jika ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Kegunaan = Sebagai larutan titer.
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat.
6. Natrium nitrit (FI III,714)
Nama resmi = -
Nama lain = NATRIUM NITRIT
RM = NaNO2
Pemerian = Tidak berwarna /putih /kuning : merapuh
Kelarutan = larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam etanol (95 %)P.
Kegunaan = Sebagai penitrasi
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup baik.
SUMBER:
Anonim.1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: DEPKES RI.
BASSET. J dan DENNEY R. C .1994. Vogel. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit buku kedokteran : Jakarta. Hal : 406-410.
DAY. J.Y dan UNDERWOOD A. L. 2002. Analisis kimia kuantitatif .
Erlangga : Jakarta . hal: 290-293.
wiro-pharmacy.blogspot.com
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan
Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO42-
MnO42- + 2H2 O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e → MnO2 +4OH-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MNO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk .
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi.
ANALISIS BAHAN
1.KMnO4 ( FI III ,330 )
Nama resmi = KALII PERMANGANAS
Nama lain = Kalium permanganate
RM = KMnO4
BM = 158,03
Pemerian = Hablur mengkilap, ungu tua /hampir hitam, tidak berbau, rasa manis /sepat.
Kelarutan = Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam air mendidih .
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
2. Aquadest ( FI III,96 )
Nama resmi = AQUADESTILLATA
Nama lain = Air suling
RM = H2O
BM = 18,02
Pemerian = Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan = Larut dalam etanol dan gliserol
Kegunaan = Sebagai pelarut
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
3. Asam oksalat (FI III,651)
Nama lain = Asam oksalat
RM = (CO2H)2.2H2O
Pemerian = Hablur ,tidak berwarna .
Kelarutan = Larut dalam air dan etanol
Kegunaan = Sebagai zat tambahan
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
4. Besi (II) sulfat (FI III,254)
Nama resmi = FERROSI SULFAS
Nama lain = Besi (II) sulfat
RM = FeSO4
BM = 151,90
Pemerian = Serbuk, putih keabuan ,rasa logam ,sepat
Kelarutan = Perlahan-lahan larut hamper sempurna dalam air bebas karbondioksida pekat.
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup baik
5. Asam sulfat (FI III,58)
Nama resmi = ACIDUM SULFURICUM
Nama lain = Asam sulfat
RM = H2 SO4
BM = 98,07
Pemerian = Cairan kental, seperti minyak, korosif tidak berwarna, jika ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Kegunaan = Sebagai larutan titer.
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat.
6. Natrium nitrit (FI III,714)
Nama resmi = -
Nama lain = NATRIUM NITRIT
RM = NaNO2
Pemerian = Tidak berwarna /putih /kuning : merapuh
Kelarutan = larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam etanol (95 %)P.
Kegunaan = Sebagai penitrasi
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup baik.
SUMBER:
Anonim.1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: DEPKES RI.
BASSET. J dan DENNEY R. C .1994. Vogel. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit buku kedokteran : Jakarta. Hal : 406-410.
DAY. J.Y dan UNDERWOOD A. L. 2002. Analisis kimia kuantitatif .
Erlangga : Jakarta . hal: 290-293.
wiro-pharmacy.blogspot.com
Label:
hukum farmasi,
keperawatan,
kimia farmasi,
obat,
Pengetahuan,
umum,
zat kimia berbahaya
ANALISIS KUALITATIF (KATION ANION)
Analisa kualitatif merupakan suatu proses dalam mendeteksi keberadaan
suatu unsur kimia dalam cuplikan yang tidak diketahui. Analisa
kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan. Dalam
metode analisis kualitatif kita menggunakan beberapa pereaksi
diantaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik, kedua pereaksi ini
dilakukan untuk mengetahui jenis anion / kation suatu larutan.
Regensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan amonium karbonat.
Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Sedangkan metode yang digunakan dalam anion tidak sesistematik kation. Namun skema yang digunakan bukanlah skema yang kaku, karena anion termasuk dalam lebih dari satu golongan.
Didalam kation ada beberapa golongan yang memiliki ciri khas tertentu diantaranya :
1. Golongan I : Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida encer. Ion golongan ini adalah Pb, Ag, Hg.
2. Golongan II : Kation golongan ini bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion golongan ini adalah Hg, Bi, Cu, cd, As, Sb, Sn.
3. Golongan III : Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Namun kation ini membentuk endapan dengan ammonium sulfida dalam suasana netral / amoniakal. Kation golongan ini Co, Fe, Al, Cr, Co, Mn, Zn.
4. Golongan IV : Kation golongan ini bereaksi dengan golongan I, II, III. Kation ini membentuk endapan dengan ammonium karbonat dengan adanya ammonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit asam. Ion golongan ini adalah Ba, Ca, Sr.
5. Golongan V : Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan regensia-regensia golongan sebelumnya, merupakan golongan kation yang terakhir. Kation golongan ini meliputi : Mg, K, NH4+.
Untuk anion dikelompokkan kedalam beberapa kelas diantaranya :
* Anion sederhana seperti : O2-, F-, atau CN- .
* Anion okso diskret seperti : NO3-, atau SO42-.
* Anion polimer okso seperti silikat, borat, atau fosfat terkondensasi
* Anion kompleks halida seperti TaF6 dan kompleks anion yang berbasis bangat seperti oksalat.
Reaksi dalam anion ini akan lebih dipelajari secara sistematis untuk memudahkan reaksi dari asam-asam organik tertentu dikelompokkan
bersama-sama. Hal ini meliputi asetat, formiat, oksalat, sitrat, salisilat dan benzoat.
Analisis kualitatif menggunakan dua macam uji, yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering dapat digunakan pada zat padat dan reaksi basah untuk zat dalam larutan. Kebanyakan reaksi kering yang diuraikan digunakan untuk analisis semimikro dengan hanya modifikasi kecil.
Untuk uji reaksi kering metode yang sering dilakukan adalah
1. Reaksi nyala dengan kawat nikrom : Sedikit zat dilarutkan kedalam HCL P. Diatas kaca arloji kemudian dicelupkan kedalamnya, kawat nikrom yang bermata kecil yang telah bersih kemudian dibakar diatas nyala oksidasi .
2. Reaksi nyala beilstein : Kawat tembaga yang telah bersih dipijarkan diatas nyala oksida sampai nyala hijau hilang. Apabila ada halogen maka nyala yang terjadi berwarna hijau.
3. Reaksi nyala untuk borat : Dengan cawan porselin sedikit zat padat ditambahkan asam sulfat pekat dan beberapa tetes methanol, kemudian dinyalakan ditempat gelap. Apabila ada borat akan timbul warna hijau.
Metode untuk mendeteksi anion memang tidak sesistematik seperti yang digunakan untuk kation. Namun skema klasifikasi pada anion bukanlah skema yang kaku karena beberapa anion termaksud dalam lebih dari satu golongan.
Anion-anion dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Anion sederhana seperti O2,F- atau CN-.
b. Anion oksodiskret seperti NO3- atau SO42-.
c. Anion polimer okso seperti silikat, borad, atau fospat terkondensasi.
d. Anion kompleks halida, seperti TaF6 dan kompleks anion yang mengandung anion berbasa banyak seperti oksalat
Reaksi-reaksi dalam anion ini akan dipelajari secara sistematis untuk memudahkan reaksi dari asam-asam organik tertentu dikelompokkan
bersama-sama, ini meliputi asetat, format, oksalad, sitrat, salisilad, benzoad, dan saksinat.
sumber :wiro-pharmacy.blogspot.com
Regensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan amonium karbonat.
Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Sedangkan metode yang digunakan dalam anion tidak sesistematik kation. Namun skema yang digunakan bukanlah skema yang kaku, karena anion termasuk dalam lebih dari satu golongan.
Didalam kation ada beberapa golongan yang memiliki ciri khas tertentu diantaranya :
1. Golongan I : Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida encer. Ion golongan ini adalah Pb, Ag, Hg.
2. Golongan II : Kation golongan ini bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion golongan ini adalah Hg, Bi, Cu, cd, As, Sb, Sn.
3. Golongan III : Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Namun kation ini membentuk endapan dengan ammonium sulfida dalam suasana netral / amoniakal. Kation golongan ini Co, Fe, Al, Cr, Co, Mn, Zn.
4. Golongan IV : Kation golongan ini bereaksi dengan golongan I, II, III. Kation ini membentuk endapan dengan ammonium karbonat dengan adanya ammonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit asam. Ion golongan ini adalah Ba, Ca, Sr.
5. Golongan V : Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan regensia-regensia golongan sebelumnya, merupakan golongan kation yang terakhir. Kation golongan ini meliputi : Mg, K, NH4+.
Untuk anion dikelompokkan kedalam beberapa kelas diantaranya :
* Anion sederhana seperti : O2-, F-, atau CN- .
* Anion okso diskret seperti : NO3-, atau SO42-.
* Anion polimer okso seperti silikat, borat, atau fosfat terkondensasi
* Anion kompleks halida seperti TaF6 dan kompleks anion yang berbasis bangat seperti oksalat.
Reaksi dalam anion ini akan lebih dipelajari secara sistematis untuk memudahkan reaksi dari asam-asam organik tertentu dikelompokkan
bersama-sama. Hal ini meliputi asetat, formiat, oksalat, sitrat, salisilat dan benzoat.
Analisis kualitatif menggunakan dua macam uji, yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering dapat digunakan pada zat padat dan reaksi basah untuk zat dalam larutan. Kebanyakan reaksi kering yang diuraikan digunakan untuk analisis semimikro dengan hanya modifikasi kecil.
Untuk uji reaksi kering metode yang sering dilakukan adalah
1. Reaksi nyala dengan kawat nikrom : Sedikit zat dilarutkan kedalam HCL P. Diatas kaca arloji kemudian dicelupkan kedalamnya, kawat nikrom yang bermata kecil yang telah bersih kemudian dibakar diatas nyala oksidasi .
2. Reaksi nyala beilstein : Kawat tembaga yang telah bersih dipijarkan diatas nyala oksida sampai nyala hijau hilang. Apabila ada halogen maka nyala yang terjadi berwarna hijau.
3. Reaksi nyala untuk borat : Dengan cawan porselin sedikit zat padat ditambahkan asam sulfat pekat dan beberapa tetes methanol, kemudian dinyalakan ditempat gelap. Apabila ada borat akan timbul warna hijau.
Metode untuk mendeteksi anion memang tidak sesistematik seperti yang digunakan untuk kation. Namun skema klasifikasi pada anion bukanlah skema yang kaku karena beberapa anion termaksud dalam lebih dari satu golongan.
Anion-anion dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Anion sederhana seperti O2,F- atau CN-.
b. Anion oksodiskret seperti NO3- atau SO42-.
c. Anion polimer okso seperti silikat, borad, atau fospat terkondensasi.
d. Anion kompleks halida, seperti TaF6 dan kompleks anion yang mengandung anion berbasa banyak seperti oksalat
Reaksi-reaksi dalam anion ini akan dipelajari secara sistematis untuk memudahkan reaksi dari asam-asam organik tertentu dikelompokkan
bersama-sama, ini meliputi asetat, format, oksalad, sitrat, salisilad, benzoad, dan saksinat.
REAKSI:
Reaksi kation
Golongan I
Ag+
1. Ag+ + HCL → AgCL ↓ putih + H-
2. 2Ag+ + 2 NaOH → 2AgOH + 2Na+ ↓ coklat
3. 2Ag+ + 2NH4 OH → 2 AgOH → NH+
Pb2+
1. Pb2+ + 2NaOH → Pb(OH)2 ↓ putih + 2 Na+
Pb(OH)2 + 2NaOH → Na2Pb(OH)4
2. Pb2+ +2 NH4OH → Pb(OH)2 ↓ putih + 2 NH4+
3. Pb2+ + 2KI → PbI2
Golongan II
Hg2+
1. Hg2+ + 2KI → HgI2 ↓ merah + 2k+
HgI2 +2 KI → K2 HgI2
2. Hg2+ + 2 NaOH → Hg(OH)2 ↓ kuning +2 Na+
3. Hg2+ +2 NH4OH →Hg(OH)2 ↓ putih + 2NH4+
4. Hg2+ + 2CUSO4 → Hg(SO4 )2 + 2 CU2+
CU2+
1. CU2+ + 2KI → CUI2 + 2K+
2. CU2+ + 2 NaOH → CU(OH)2 ↓ biru + 2nA+
3. CU2+ + 2NH4 OH → CU (OH)2 ↓biru + 2NH
Cd2+
1. Cd2+ + KI →
2. Cd2+ + 2NaOH → Cd(OH)2 + 2 Na+
Cd(OH)2 + NaOH → Cd(OH04 ↓ putih
3. Cd2+ + 2 NH4OH → Cd(OH)2 + 2 NH+
Golongan III A
Fe2+
1. Fe2+ + 2NaOH → Fe(OH)2 ↓ hijau kotor + 2Na+
2. Fe2+ + 2NH4OH → Fe(OH)2 ↓ hijau kotor + 2NH4+
3. Fe2+ + 2K4Fe(CN)6 → K4 {Fe(CN)6} ↓ biru + 4k+
4. Fe2+ + KSCN → Fe(SCN)2 + 2K+
Fe3+
1. Fe3+ + 3 NaOH → Fe(OH)3 ↓ kuning + 3Na+
2. Fe3+ + 3 NH4 OH → Fe(OH)3 ↓ Kuning + 3NH4+
3. Fe3+ + 3K4Fe(CN)6}2 → K4{Fe(CN)6}2 ↓ biru +3k+
4. Fe3+ + 3KCNS → Fe(SCN)3 + 3K+
Al3+
1. Al3+ + 3NaOH → Al(OH)3 ↓ putih + 3Na+
2. Al3+ + 3NH4OH → Al(OH)3 ↓ putih + 3NH4+
3. Al3+ + KSCN →
Golongan III B
Zn2-
1. Zn2- + NaOH → Zn(OH)2 ↓ putih + 2Na+
2. Zn2- + Na2CO3 → ZN(CO3)2 ↓ putih + 2Na+
3. Zn2- + K4Fe(CN )6 → Zn4{Fe(CN)6}2 tetap + 8k+
Ni2+
1. Ni2+ + 2NaOH → Ni(OH)2 ↓ hijau + 2Na+
2. Ni2+ + NH4OH → Ni(OH)2 ↓ hijau + 2NH4+
3. Ni2+ + 2Na2CO3 → Ni(CO3)2 ↓ hijau muda + 2Na
4. Ni2+ + K4Fe(CN)6 → Ni4{Fe(CN)6}2 tetap + 8k+
CO2-
1. CO2- + NH4OH → CO(OH)2 ↓ hijau + 2NH4
2. CO2- + 2NaOH → CO9OH)2 ↓ biru + 2Na+
3. CO2- + K4Fe(CN)6 → CO4{Fe(CN)6}2 tetap + 8k+
4. CO2- + 2Na2CO3 → CO(CO3)2 ↓ hijau muda + 2Na
Golongan IV
Ba2-
1. Ba2- + k2 CrO4 → BaCrO4 ↓ kuning
2. Ba2- + Na2CO3 → BaCO3 ↓ putih
Uji nyala
Ba → kuning kehijaun
Ca2+
1. Ca2+ + K2CrO4 → CaCrO4 Lart. Kuning +2K+
2. Ca2+ + Na2 CO3 → CaCO3 + 2Na+
Untuk uji nyala
Ca → merah kekuningan.
Sr2+
1. Sr2+ + K2CrO4 → SrCrO4 Lart. Kuning + 2K
2. Sr2+ + Na2CO3 → SrCO3 + 2Na+
Untuk uji nyala
Sr → merah karmin
Golongan V
Mg2+
1. Mg2+ + 2 NaOH → Mg(OH)2 putih + 2Na+
2. Mg2+ + 2 NH4OH → Mg(OH)2 tetap + 2NH4+
3. Mg2+ + Na3CO(NO2)6 → Mg3{CO(NO2)6} Lart. Merah darah + 3Na
Reaksi Anion
Anion golongan A
Cl-
1. Cl- + AgNO3 → AgCl ↓ putih + NO3-
AgCl + 2NH3 → Ag(NH3)2 + Cl-
2. Cl- + Pb(CH3COO)2 → PbCl2 putih + 2 CH3COO-
3. Cl- + CuSO4 →
I-
1. I- + AgNO3 → AgI putih + NO3-
2. I- + Ba(NO3)2 →
3. 2I- + Pb(CH3COO)2 → PbI2 + 2 CH3COO-
SCN-
1. SCN- + AgNO3 → AgSCN putih + NO3
2. SCN- + Pb(CH3 COO)2 → Pb(SCN)2 putih + 2CH3COO-
3. SCN- + Pb(CH3 COO)2 → Pb(SCN)2 putih + 2CH3COO-
Golongan B
S2-
1. S2- + AgNO3 → Ag2S ↓ hitam + 2NO3
Ag2S + HNO3
2. S2- + FeCl3 → FeS hitam + HNO3
3. S2- + Pb(CH3COO)2 → PbSO4 hitam + 2CH3COO-
Golongan C
CH3 COO-
1. CH3COO- + H2SO4 → CH3 COOH + SO4
2. CH3COO- + Ba(NO3)2
3. CH3COO- + 3FeCl3 + 2H2O→ (CH3COO)6 + 2HCL + 4H2O
→ 3Fe(OH)2
CH3COO- merah + 3CH3COOH +HCL
Golongan D
SO32-
1. SO32- + AgNO3 → Ag2SO3 putih + 2 NO3
Ag2SO3 + 2HNO3 → 2AgNO3 + H2SO4
2. SO32- + Ba(NO3 )2 → BaSO3 putih + 2NO3
BaSO3 + 2HNO3 → Ba(NO3)2 + H2SO3
3. SO32- + Pb(CH3COO)2 → PbSO3 putih + 2CH3 COO-
PbSO3 + 2HNO3 → Pb(NO3) 2 + H2SO3
CO32-
1. CO32- + AgNO3 → Ag2CO3 putih + 2NO3-
Ag2CO3 + 2NO3- → 2AgNO3 + H2CO3
2. CO32- + Mg(SO4)2 → MgCO3 putih + 2SO42-
Golongan E
S2O3
1. S2O32- + FeCl3 → Fe(S2O3 )3 Cl + 2Cl-
2. Pb(CH3COO)2 → PbS2O3 putih + 2CH3COO-
Golongan F
PO43-
1. PO43- + Ba(NO3 )2 → Ba3(PO4 )2 putih + 2NO3-
2. PO43- + FeCl3 → FePO4 putih kuning + 3 Cl-
Golongan G
1. Anion NO32- → ↓ coklat tipis + FeSO4 + H2SO4 P.
2. NO32- + 4H2SO4 + 6FeSO4 → 6Fe + 2NO + 4SO4 + 4H2O
SUMBER :
Shvehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Makro dan Semimikro I. PT. Kalman Media Pustaka: Jakarta.
Haryadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia: Jakarta.sumber :wiro-pharmacy.blogspot.com
TITRASI ASAM BASA (NETRALISASI) :)
Titrasi adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu
larutan dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam
proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka
disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
PRINSIP TITRASI NETRALISASI
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
TITIK AKHIR TITRASI
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0.1%(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0.1 mL) indikator (0.1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0.01 mL larutan titran dengan konsentrasi 0.1 M.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang terjadi.

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).
CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
sumber :wiro-pharmacy.blogspot.com
PRINSIP TITRASI NETRALISASI
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
TITIK AKHIR TITRASI
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0.1%(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0.1 mL) indikator (0.1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0.01 mL larutan titran dengan konsentrasi 0.1 M.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang terjadi.

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).
CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
sumber :wiro-pharmacy.blogspot.com
EKSTRAKSI :)
1. Pengertiaan
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
3. Prinsip ekstraksi
Ekstraksi
adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan
dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia.
2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan
ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
3. Prinsip ekstraksi
· Prinsip Maserasi
Penyarian
zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan
terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan
penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
· Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama
3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas
ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat
aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan
ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di
atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang
diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
· Prinsip Soxhletasi
Penarikan
komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan
dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan
penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam
simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon,
seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa
kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna
ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di
KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
· Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada
pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
· Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian
minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu
berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam
labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam
simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju
kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
· Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh
putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di
bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan
tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap
naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul
cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
- Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2
fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen
larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua
fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan
komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan
tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
- Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen
kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben
terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia
dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat
kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
- Prinsip Penampakan Noda
a. Pada UV 254 nm
Pada
UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
b. Pada UV 366 nm
Pada
UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.
Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi
antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang
ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10%
adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam
merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang
gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS)
sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
4. Jenis Ekstraksi
- Ekstraksi secara dingin
· Metode maserasi
Maserasi
merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode
maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen
kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,
tiraks dan lilin.
Keuntungan
dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya
antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama,
cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk
bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan
lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
· Modifikasi maserasi melingkar
· Modifikasi maserasi digesti
· Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
· Modifikasi remaserasi
· Modifikasi dengan mesin pengaduk
· Metode Soxhletasi
Soxhletasi
merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa sifon
Keuntungan metode ini adalah :
- Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.
- Digunakan pelarut yang lebih sedikit
- Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini :
- Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
- Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
- Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.
Metode
ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran
azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran
pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang
diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang
berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
· Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan
metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat
(marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara
sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode
refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga
tidak melarutkan komponen secara efisien.
2. Ekstraksi secara panas
· Metode refluks
Keuntungan
dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang
mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.
· Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman
Metode
destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung
minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik
didih tinggi pada tekanan udara normal.
Sumber :
- Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
- Wijaya H. M. Hembing (1992), ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 , Jakarta .
- Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta
- Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN
- Alauddin: Makassar. 24-26.
- Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB: Bandung. 3-5.
Label:
kimia farmasi,
obat,
sediaan farmasi,
umum,
zat kimia berbahaya
Langganan:
Postingan (Atom)