Kebutuhan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama. Efek terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu peniduran, perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode bangun.
Insomnia
dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya batuk, rasa
nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting pula adalah gangguan jiwa,
seperti emosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping
faktor-faktor itu perlu juga diperbaiki cara hidup yang salah, misalnya
melakukan kegiatan psikis yang melelahkan sebelum tidur. Dianjurkan
untuk melakukan gerak badan secara teratur, jangan merokok dan minum
kopi atau alkohol sebelum tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang
rileks, mandi air panas, minum susu hangat sebelum tidur, ternyata dapat
mempermudah dan memperdalam tidur yang normal. Obat-obat tertentu,
kualitas kasur yang dan bantal yang buruk, ruangan yang berisik, cahaya
yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhu kamar yang tidak
menunjang juga dapat menyulitkan tidur.
Oleh
karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh
obat-obat sedatif terhadap susunan saraf pusat serta efek yang
ditimbulkan dari pemakaian obat-obat tersebut.
Hipnotika
atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila
zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah
untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
Sedatif
menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa
menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit
dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan
tonus otot (Djamhuri, 1995).
Pada
penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor
kinetik berikut: a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam
tubuh, b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari, c) kecepatan mulai
bekerjanya, d) bahaya timbulnya ketergantungan, e) efek “rebound”
insomnia, f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur, g) interaksi dengan
otot-otot lain, h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay,
2002).
Hipnotika
dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya:
flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:
fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya:
kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan
alkohol (Ganiswarna dkk, 1995).
Efek
samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu: a)
depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan
pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada
kloralhidrat dan paraldehida; b) tekanan darah menurun, terutama oleh
barbiturat; c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat; d)
“hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan
ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak
hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang), termasuk juga zat-zat
benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat
tidur bersifat lipofil, mudag melarut dan berkumulasi di jaringan lemak
(Tjay, 2002).
Efek
benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja
yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer: vasodilatasi
koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV
dan blokade neorumuskular yang hanya terjadi pada pemberian dosis sangat
tinggi (Ganiswarna dkk, 1995).
Pada
umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu khasiat
anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot.
Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya
adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga
tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya
semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya
menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002).
Efek
utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma
sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60
menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis,
tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat.
Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar
(Ganiswarna dkk, 1995).
Barbiturat
tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat
meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba,
vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan
dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak
menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan
delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan
(Ganiswarna dkk, 1995).
Secara
kimiawi, kloralhidrat adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi
alkohol. Efek bagi pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda
pada penyakit saraf hysteria. Berhubung cepat terjadinya
toleransi dan resiko akan ketergantungan fisik dan psikis, obat ini
hanya digunakan untuk waktu singkat (1-2 minggu) (Tjay, 2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar