bobo' ah ===>>>

Photobucket

Rabu, 09 Februari 2011

Destilasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah

Destilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-4 Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar, ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).

B. Definisi

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

C. Pembagian Destilasi

1. Distilasi berdasarkan prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Distilasi kontinyu

b. Distilasi batch

2. Berdasarkan basis tekanan operasinya terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Distilasi atmosferis

b. Distilasi vakum

c. Distilasi tekanan

3. Berdasarkan komponen penyusunnya terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Destilasi system biner

b. Destilasi system multi komponen

4. Berdasarkan system operasinya terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Single-stage Distillation

b. Multi stage Distillation

Selain pembagian macam destilasi, dalam referensi lain menyebutkan macam – macam destilasi, yaitu :

1. Destilasi sederhana

2. Destilasi bertingkat ( fraksional )

3. Destilasi azeotrop

4. Destilasi vakum

5. Refluks / destruksi

6. Destilasi kering

D. Aplikasi

Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dll. Udara didistilasi menjadi komponen-komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon. Distilasi juga telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling.

BAB II

PEMBAHASAN

Pembagian destilasi telah dibahas secara ringkas pada bab sebelumnya. Namun dalam makalah ini akan dibahas lebih spesifik mengenai Destilasi Sederhana. Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murninya. Senyawa – senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing – masing.



Gambar 1. Alat Destilasi Sederhana

Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat. Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung. Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi .

Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin ( kondensor ) dan biasanya labu destilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator.

Pemisahan senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempnyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.

Jika campuran berair didihkan, komposisi uap di atas cairan tidak sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai titik didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat yang terkumpul akan mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran.

Dalam diskusi yang lalu disinggung mengenai bagaimana aplikasi dari destilasi sederhana ini. pada bab sebelumnya dibahas bahwa aplikasi destilasi secara umum yaitu pada pengolahan minyak mentah, namun itu dengan destilasi vakum atau fraksional. Destilasi sederhana digunakan untuk pemurnian senyawa yang biasanya telah diekstraksi. Misalnya ekstraksi padat-cair dan.pada sintesis kloroform. Pada dasarnya prinsip atau metode pemisahannya sama. Sintesis koroform tanpa ekstraksi, dengan mereaksikan kaporit dan aseton yang akan menghasilkan kloroform.

Mula – mula kaporit dihaluskan menggunakan lumpang porselen dengan penambahan akuades sedikit demi sedikit. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan kaporit sehingga mudah bereaksi. Setelah halus kaporit dituangkan ke dalam labu destilasi. Kemudian dimasukkan aquades ke dalam penampung destilasi. Aquades berfungsi untuk mengurangi penguapan destilat. Selanjutnya aseton dituang ke dalam corong pisah dan diencerkan dengan aquades yang berfungsi sebagai media reaksi. Selanjutnya aseton diteteskan ke dalam labu destilasi yang berisi kaporit. Dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 60 ˚C. Campuran yang menguap mengandung kloroform dan air. Uap ini mengalir melewati tabung kondensor dan mengembun. Embun ini mencair dan mengalir ke dalam penampung destilat yang telah berisi aquades. Destilat didinginkan di dalam baskom berisi es untuk mengurangi penguapan klorofom. Klorofom yang masih mengandung air dipisahkan dengan penambahan NaOH dalam corong pisah sehingga terbentuk lapisan dimana klorofom lapisan bawah karena masa jenisnya lebih kecil. Kloroform selanjutnya diteteskan kedalam CaCl anhidrat untuk mengikat air pada kloroform dan disaring.

Pada diskusi kemarin juga ditanyakan mengapa hasil klorofom yang diperoleh sangat sedikit. Alasan pertama, pada dasarnya koloroform merupakan senyawa yang volatile dengan titik didih yang rendah yaitu 60 ˚C oleh karenanya pemanasan harus konstan dan dijaga. Bila melewati titik didihnya maka klorofom akan habis menguap dan terlarut ke dalam larutannya. Yang kedua adalah pada proses pemisahan pada corong pisah dimana klorofom belum semuanya turun ke bawah sehingga ketika dipisahkan pun hasilnya sedikit.

Ditanyakan pula pada diskusi tersebut mengenai perubahan fase tampak. Maksud dari fase tampak ialah perubahan fase senyawa itu jelas. Yaitu kloroform atau senyawa lain yang kita inginkan dalam suatu campuran dalam fase cair itu menguap sehingga senyawa tersebut dalam fase gas kemudian terkondensasi menjadi embun lalu menetes menjadi air ( fase cair kembali ).

BAB III

PENUTUP

Berbagai campuran dapat dimurnikan dengan destilasi sederhana. Distilasi sederhana merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pemurnian dan pemisahan suatu larutan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih yang relative jauh. Aplikasinya seperti pada sintesis kloroform dan ekstraksi padat – cair yang pemurniannya menggunakan destilator. Selain itu salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dll. Destilator terdiri dari thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat yang memiliki fungsi tertentu.

Pemisahan senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempnyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.

Jika campuran berair didihkan, komposisi uap di atas cairan tidak sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai titik didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat yang terkumpul akan mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/distilas

http://gedehace.blogspot.com/2009/03/ kuliah/destilasi/distilasi-part-1.html

http:// www-chem-is-try:org/sect=belajar&ext=destilation07-03

Ristiyani, Janik. 2008 .Laporan praktikum Kimia Organik II . Sintesis Klorofom .

Yogyakarta: Laboratorium UIN Sunan Kalijaga

Batu didih

Batu didih adalah benda yang kecil, bentuknya tidak rata, dan berpori, yang biasanya dimasukkan ke dalam cairan yang sedang dipanaskan. Biasanya, batu didih terbuat dari bahan silika, kalsium karbonat, porselen, maupun karbon. Batu didih sederhana bisa dibuat dari pecahan-pecahan kaca, keramik, maupun batu kapur, selama bahan-bahan itu tidak bisa larut dalam cairan yang dipanaskan.

Fungsi penambahan batu didih ada 2, yaitu:
1. Untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh bagian larutan.
2. Untuk menghindari titik lewat didih.
Pori-pori dalam batu didih akan membantu penangkapan udara pada larutan dan melepaskannya ke permukaan larutan (ini akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung kecil pada batu didih). Tanpa batu didih, maka larutan yang dipanaskan akan menjadi superheated pada bagian tertentu, lalu tiba-tiba akan mengeluarkan uap panas yang bisa menimbulkan letupan/ledakan (bumping).

Batu didih tidak boleh dimasukkan pada saat larutan akan mencapai titik didihnya. Jika batu didih dimasukkan pada larutan yang sudah hampir mendidih, maka akan terbentuk uap panas dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba. Hal ini bisa menyebabkan ledakan ataupun kebakaran. Jadi, batu didih harus dimasukkan ke dalam cairan sebelum cairan itu mulai dipanaskan. Jika batu didih akan dimasukkan di tengah-tengah pemanasan (mungkin karena lupa), maka suhu cairan harus diturunkan terlebih dahulu.

Sebaiknya batu didih tidah digunakan secara berulang-ulang karena pori-pori dalam batu didih bisa tersumbat zat-zat pengotor dalam cairan.


Senin, 07 Februari 2011

rodamin B

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua masyarakat terutama untuk kalangan perempuan, apapun yang terlihat cantik, terlihat menarik, dan trlihat mencolok serta unik pasti ingin dimiliki terutama dalam bidang kecantikan. Jadi setiap kosmetik yang ada di pasaran pasti akan diminati sesuai dengan fungsi dan manfaat dari hasil yang ngin dicapai oleh pemakainya. Walaupun dengan harga yang relatif mahal, namun bagi yang benar-benar mengiginkan kecantikan tersebut hal ini bukanlah menjadi masalah. Karena cantik telah menjadi obsesi untuk tampil menarik pada setiap yang melihatnya.

Mendapatkan hasil yang maksimal adalah keinginan yang ingin dicapai oleh setiap perempuan, jadi selain menggunakan pelembab untuk wajah terkadang mereka melengkapinya dengan penambahan warna-warna menarik pada mata dan pipi mereka. Yang semua itu dapat diemukan pada setiap kosmetik-kosmetik yang beredar dipasaran.

Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis kosmetik tertentu, bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung bahan berbahaya secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri. Contohnya preparat anti ketombe, antiprespiran, doedoran, preparat untuk mempengaruhi warna kulit ( untuk memutihkan atau mencoklatkan kulit ), preparat anti jerawat, preparat pengeriting rambut, dll.

Dengan banyaknya kosmetik yang ditawarkan oleh produsen membuat kita mudah memilih dan gampang mendapatkan kosmetik dengan warna-warna yang kita inginkan. Namun karena mengutamaan keinginan tersebut masyarakat sering kali lupa akan sediaan kosmetik yang digunakan yakni apakah telah memenuhi syarat yang ditentukan atau belum sama sekali.

Hal ini terbukti pada setiap pembelian kosmetik yang ditawarkan, yakni masyarakat terutama perempuan pasti yang utama diperhatikan adalah bentuk kemasan produk, kemudian warna sediaan yang ada dalam produk tersebut. Dan jarang dijumpai masyarakat menayakan apakah produk yang ditawarkan telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Karena jika dalam produk tersebut ternyata mengunakan pewarna sintetis yakni penggunaan zat warna tambahan yang dilarang, maka hal ini akan merugikan bagi yang menggunakanya.

Secara umum terdapat beberapa jenis zat pewarna sintetis yang dilarang untuk digunakan pada kosmetik maupun yang lainya yakni zat kimia yang sangat berbahaya. Salahsatu diantaranya adalah Rhodamin B ( Bahan pewarna merah k.10 ) yang mana bila digunaka dapat mengakibatkan kanker kulit, kanker darah dan kanker sel hati.

Penggunaan bahan-bahan tersebut dalam pembuatan kosmetik yang dapat membahayakan kesehatan dan dilarang untuk digunakan sebagaimana telah tercantum dalam peraturan mentri kesehatan RI NO.445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang bahan zat warna, substratum, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetik.

Namun dalam hal ini masih banyak produk-produk pewarna sintetis yang ditemukan dan beredar dipasaran khususnya produk-produk illegal yakni diantaranya memalsukan nomor pendaftaran dan tidak terdaftar di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta dikarenakan harganya yang terjangkau.

Untuk menghindari semua efek tersebut maka masyarakat mesti jeli dan teliti dalam memilih kosmetik. Jangan mudah tergoda akan warna yang ditampilkan serta harga yang ditawarkan akan tetapi haruslah memperhatikan efek yang ditimbulkan dari penggunaan alat kosmetik tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas maka dalam penelitian ini dikemukakan rumusan masalah yaitu : Apakah sediaan kosmetik eye shadow yang diperdagangkan dipasar sentani mengandung bahan kimia Rhodamin B?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bahan kimia zat warna Rhodamin dan sediaan kosmetik eye shadow yang diperdagangkan dipasar sentani dengan metode kromotografi lapis tipis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

Kosmetik dikenal manusia sejak bra abad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. (Tranggono, 2007)

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”, bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan-bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. (Wasitaatmadja 1997).

Pada tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah “cosmedik” yang merupakan gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit secara positif, namun bukan obat.

Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan efek samping kosmetika. (Wasitaatmadja 1997).

Dewasa ini terdapat banyak kosmetik yang dijual dipasar bebas, baik produk didalam maupun luar negeri. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyerdehanaan kosmetik baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.

Kosmetika dapat dibagi atas beberapa golongan, antara lain :

§ Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi menjadi 13 kelompok :

1. Preparat untuk bayi, misalnya bedak bayi, minyak bayi, dll

2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll

3. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dll

4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll

5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dll

2.2 Eye shadow

Eye shadow adalah kosmetik yang diterapkan pada kelopak mata dan di bawah alis. Hal ini biasanya digunakan untuk membuat mata pemakainya menonjol atau terlihat lebih menarik.

Eye shadow menambah kedalaman dan dimensi untuk mata seseorang, melengkapi warna mata, atau hanya menarik perhatian pada mata. Eye shadow datang dalam berbagai warna dan tekstur. Hal ini biasanya terbuat dari bubuk dan mika, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk cair, pensil, atau bentuk mousse.

Peradaban di seluruh dunia menggunakan eye shadow - terutama pada perempuan, tetapi juga kadang-kadang pada laki-laki. Dalam masyarakat Barat, itu dilihat sebagai kosmetik feminin, bahkan ketika digunakan oleh pria. Rata-rata, jarak antara bulu mata dan alis dua kali lebih besar pada wanita pada pria. Jadi eye shadow pucat visual membesar daerah ini dan memiliki efek feminisasi.

Dalam fashion Gothic, hitam atau berwarna gelap sama eye shadow dan jenis-jenis riasan mata yang populer di antara kedua jenis kelamin.

Tujuan pemakaian preparat eye shadow adalah untuk mengaksentuasikan mata, membuat putih biji mata tampak lebih cemerlang. Preparat ini digunakan pada kulit di dekat mata, biasanya pada kelopak mata atas. Warna-warnanya mulai dari grayblue, gray green sampai olive green. Kadang-kadang serbuk logam (bronze, emas, aluminium) ditambahkan untuk menimbulkan pancaran keperakan (metallic sheen).

Eyeshadow termasuk “ekstrem” diantara preparat dekoratif dan memerlukan bahan yang sangat aman dan cara pemakaian yang hati-hati karena dikenakan di dekat mata. Penggunaan eyeshadow sudah dilakukan sejak 4500 tahun yang lalu di Mesir.

2.3 Rhodamin B



Rhodamin B (Tetraethyl Rhodamine)

Gambar I : Rumus Bangun Rhodamin B

Nama Kimia : N-[9-(Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3- ylidene]- N-ethylethanaminium clorida

Nama Lazim :tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B clorida; C.I Basic Violet 10;C.I. 45170

Rumus Kimia : C28 H31 CIN2 O3

BM : 479

Pemerian : Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol, sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter. (Budavari, 1996)

Penggunaan : sebagai warna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan kosmetik dalam bentuk larutan obat yang encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun, larutan pengeriting rambut, garam mandi, lipstik dan pemerah pipi. Pewarna ini juga digunakan sebagai alat pendeteksi dalam pencemaran air, sebagai pewarna untuk lilin dan bahan anti beku dan sebagai reagent untuk menganalisa antimoni, bismut, kobalt, niobium, emas, mangan, merkuri, molobdenum, tantalum, tallium dan tungsten. (Lyon, 1987)

Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin B dilarang digunakan sebagai pewarna pangan dan kosmetik.

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama (kronis) akan mengakibatkan gangguan pada fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan atau kosmetik, Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbul cairan atau udem pada mata. (Yulianti, 2007)

2.4 Kromatografi

Orang pertama yang menggunakan metode Kromatografi adalah Michael Tswett ( 1872-1919 ) yang merupakan ahli kimia kebangsaan Rusia. Kata chromatography (Kromatografi ) berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas chroma yang berarti warna dan graphein yang berarti menulis (Braithwaite and Smith, 1985).

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara kesinambungan dalam arah tertentu dan didalam zat-zat itu menunjukan perbedaan mobiltas, yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan ion. Jenis-jenis Kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dari Farmakope Indonesia adalah kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi gas dan kromatografi cairan kinerja tinggi (Anonim,1995)

Kromatografi yaitu cakupan dari berbagai macam proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen sampel antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak, yang memperkolasi melalui celah atau seluruh permukaan dari fase tertentu. Pergerakan dari fase gerak menyebabkan suatu migrasi diferensial dari komponen-komponen sampel (Pecsok, et.al, 1968).

Menurut Sudjadi (1988), kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fase. Sedangkan menurut Sastrohamidjojo (1991), pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap dan yang lainnya fase gerak, pemisah-pemisah tergantung pada gerakan relief dari dua fase ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase tetap yang dapat berupa zat padat atau cair.

Menurut Sastrohamidjojo (1991), ada empat sistem kromatografi yaitu:

1. Fase gerak zat cair-fase tetap zat padat (kromatografi serapan), meliputi:

· Kromatografi lapis tipis

· Kromatografi penukar ion

2. Fase gerak gas-fase tetap padat (kromatografi gas-padat).

3. Fase gerak zat cair-fase tetap zat cair (kromatografi partisi), contohnya kromatografi kertas.

4. Fase gerak gas-fase tetap zat cair (kromatografi gas-cair), contohnya kromatografi kolom kapiler.

Kromatografi cairan-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett dan dikenalkan lembali oleh Kuhn dan lederer pada tahun 1931, digunakan sangat luas untuk analis organik dan biokimia.

2.5 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk Kromatografi planar. Fase diam KLT berupa lapisan yang seragam (Uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oeleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat pelastik. ( Rohman, 2007 )

Meskipun demikian,kromotografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromotografi kolom.

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembnagan secara menaik (ascending), atau karena pengaruhgrafitasi pada pengembang secara menurun (descending).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah di bandingkan dengan kromotografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat.

Pada KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca,plastik atau logam secara merata. Umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada absorbsi, partisi atau kombinasi kedua efek,tergantung dari jenis dari zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan. KLT pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi KLT konvensional dan KLT pengembangan sinambung. Pada KLT konvensional dilakukan dalam bejana tertutup,dengan migrasi bercak akan membesar yang disebabkan oleh difusi. KLT pengembangan sinambung membiarkan bagian atas lempeng menjulur keluar melalui sebelah celah pada tutup bejana kromotografi dan bila fase gerak mencapai celah tersebut maka akan terjadi penguapan secara sinambung yang mengakibatkan aliran pelarut yang tetap pada lempeng dan migrasi bercak berlanjut selama lempeng berada dalam bejana dan fase gerak belum habis. Kromatografi dapat dilanjutkan beberapa jam setelah pelarut mencapai tepi atas lempeng, agar terjadi migrasi bercak yang memadai. Umumnya bercak larutan baku, larutan uji dan campuran dalam jumlah yang sama, larutan uji dan larutan baku ditotolkan pada jarak tertentu dari dasar lempeng. Identitas baku pembanding dan zat uji diketahui dari jarak migrasi yang sama dari titik penotolan dan melalui pengamatan terhadap bercak baku dan zat uji yang ditotolkan sebagai campuran tidak menunjukkan kecenderungan untuk memisah (Anonim, 1995).

KLT digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk mengenali komponen tertentu. Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng gelas atau plastik yang dilapisi oleh fase diam yang sering kali menggunakan asam silikat dan fase gerak cair yaitu pelarut. Campuran yang akan dianalisis, diteteskan pada dasar lempengan dan pelarut akan bergerak naikoleh gaya kapiler. Umumnya, fase diam bersifat polar dan senyawa polar akan melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa nonpolar,yang disebabkan oleh interaksi tarik menarik dipol. Senyawa polar cenderung berdekatan dengan tempat semula dibandingkan senyawa nonpolar. Senyawa nonpolar kurang melekat erat pada fase diam polar,sehingga bergerak maju lebih jauh ke atas lempeng. Jadi, jarak tempuh keatas lempengan merupakan cerminan polaritas senyawa. Peningkatan polaritas pelarut akan menurunkan interaksi senyawa dengan fase diam, sehingga memungkinkan senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada lempeng. Senyawa aromatik sering kali tampak dengan menempatkan lempeng dibawah sinar UV karena senyawa aromatik menyerap cahaya UV atau dengan mencelupkan lempeng tersebut ke dalam larutan yang dapat bereaksi dengan senyawa pada lempeng dan mewarnainya.

Analisa kualitatif ditentukan berdasarkan harga Rf (retention factor), dengan rumus sebagai berikut:

12Rf=Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuh eluen">

nilai Rf berkisar antara : 0-1. Untuk menghindari pemakaian tanda decimal, maka sering digunakan harga hRf, yaitu nilai Rf dikalikan dengan factor 100. Keberulangan nilai Rf dipengaruhi oleh kejenuhan bejana, kuantitas senyawa yang ditotolkan, kondisi fase diam dan gerak, bahan pengotor.

Analisa kuantitatif dengan KLT ditentukan berdasarkan :

1. In situ, yaitu pengamatan langsung terhadap kromotogram baik secara visual atau dengan alat spektrodensitometer.

2. Tidak langsung, yaitu noda ditandai, dikerok, dilarutkan pada pelarut yang sesuai, kemudian dilanjudkan dengan teknik analisa lain seperti: spektrofotometri atau HPLC atau kromotografi gas.

2.5.1 Fase diam KLT

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter artikel antara 10-30 µm. semakin kecil ukuran rata-rata partilel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.

Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbs.

Tabel 1. Beberapa Penyerap fase diam yang digunakan pada KLT

Penyerap

Mekanisme Sorpsi

Penggunaan

Silica gel

Adsorpsi

Asam Amino, hidrokarbon,Vitamin, alkoloid

Silika yang dimodifikasi dengan hirokarbon

Partisi termodifikasi

Senyawa-senyawa non plar

Serbuk selulosa

Partisi

Asam Amino, Nukleotida, karbohidrat

Alumina

Adsorpsi

Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid.

Kieselguhr (tanah Diatomae)

Partisi

Gula, asam-asam lemak

Selulosa penukar ion

penukar ion

Asam nukleat, nukleotida, halide dan ion-ion logam

B-siklodekstrin

Interaksi adsorpsi stereospesifik

Campuran

Enansiomer

2.5.2. . Fase gerak pada KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih, tetapi lebih sering dengan mencona-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. System yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organic karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah di atur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Macam-macam fase gerak yang ada antara lain : Metanol – kloroform, toluene – asetat glacial, air-metanol – larutan dapar, Aseton – air – toluene, asam glacial.

Petunjuk dalam memilih dan mengoptimalkan fase gerak :

§ Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitive.

§ Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 – 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

§ Untuk pemisahan yang menggunakan fase diam polar seperti silikal get, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

Solut-solut ionic dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

Jumat, 04 Februari 2011

PERAWATAN PASIEN YANG TERPASANG ENDOTRACHEAL TUBE

PERAWATAN PASIEN
YANG TERPASANG ENDOTRACHEAL TUBE

Pendahuluan
Intubasi endotrakeal mencakup memasukkan selang endotrakeal melalui mulut atau hidung ke dalam trakea. Intubasi memberikan jalan nafas yang paten saat pasien mempunyai gawat nafas yang tidak dapat diatasi dengan metode yang lebih sederhana. Intubasi endotrakeal adalah cara pemberian jalan nafas bagi pasien yang tidak dapat mempertahankan sendiri jalan nafas yang adekuat (pasien koma, yang menderita obstruksi jalan nafas), untuk ventilasi mekanis, dan untuk pengisapan sekresi dari bronkial.

1. Pengertian
Perawatan Endotracheal tube adalah perawatan rutin yang membutuhkan perawatan posisi dari selang yang benar dan memelihara hygiene dengan baik pada pasien yang terpasang endotracheal tube.

2. Organ-organ yang terlibat dalam tindakan
Organ-organ yang terlibat dalam tindakan perawatan pasien tersebut antara lain mulut, orofaring dan trachea.

3. Indikasi perawatan
• Indikasi
Pasien yang terpasang endotracheal tube.
• Kontraindikasi
Tidak terdapat kontra indikasi yang absolute pada perawatan pasien yang terpasang endotracheal tube.

4. Konsep Fisiologi tindakan terhadap tubuh
Suatu selang endotrakeal biasanya dimasukkan dengan bantuan laringoskop oleh tenaga medis, keperawatan, atau terapi pernafasan yang secara khusus dilatih dalam teknik ini. Bila selang telah dipasang, cuff di sekeliling selang dikembangkan untuk mencegah kebocoran udara sekitar bagian selang dan untuk meminimalkan kemungkinan akibat aspirasi dan mencegah gerakan selang.
Hampir semua ETT memiliki cuff berupa balon yang bisa dikembangkan dari luar menggunakan spuit kecuali ETT bayi, tekanan balon pada dinding trakea dapat menyebabkan hipoksi epitel mukosa trakea. Epitel ini mudah terinfeksi hingga terjadi erosi mukosa trakea.
Di samping efek pada pangkal lidah, laring dan trachea, pemasangan ETT juga meniadakan proses pemanasan dan pelembaban udara inspirasi kecuali pasien dipasang ventilasi mekanik dengan humidifikasi yang baik. Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru. Discharge trakea berkurang dan menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada epitel trakea.
Penumpukan sekresi mucus dapat terjadi pada jalan nafas setelah terpasangnya ETT. jika tidak mendapat perhatian, maka akan dapat menyumbat bersihan jalan nafas kemudian berpengaruh pada pola nafas pasien. Nafas pasien terdengar stridor dan dispneu. Oleh karena itu persiapan alat penghisap atau suction sangat dibutuhkan pada permasalahan tersebut.
Pengisapan sekresi endotrakeal dilakukan melalui selang. Oksigen yang dihangatkan, dilembabkan harus selalu dimasukkan melalui selang, apakah pasien bernafas secara spontan maupun dalam ventilator. Intubasi endotrakeal dapat digunakan sampai 3 minggu, yang pada waktu tersebut trakeostomi harus dianggap dapat menurunkan iritasi dan trauma pada lapisan trakea, untuk mengurangi angka kejadian paralisis pita suara (sekunder terhadap kerusakan saraf laring), dan untuk mengurangi ruang rugi mekanis.
Kerugian yang terdapat pada selang endotrakeal atau trakeostomi sama halnya seperti kerugian yang terdapat pada modalitas pengobatan lainnya. Satu yang paling nyata adalah, bahwa selang menyebabkan rasa tidak nyaman. Selain itu, refleks batuk ditekan karena penutupan glotis dihambat. Sekresi cenderung untuk lebih mengental karena efek penghangatan dan pelembaban saluran pernafasan atas telah dipintas. Refleks-refleks menelan, yang terdiri atas refleks glotis, faring, dan laring tertekan karena tidak digunakan dalam waktu lama dan trauma mekanis akibat selang endotrakeal atau trakeostomi, yang membuat klien semakin berisiko aspirasi. Ulserasi dan striktur laring atau trakea dapat terjadi. Kekhawatiran pasien yang paling besar adalah ketidakmampuan untuk berbicara dan mengkomunikasikan kebutuhan.

5. Prinsip pencegahan infeksi
Pada penderita dengan intubasi di mana ETT merupakan benda asing dalam tubuh pasien sehingga sering menjadi tempat ditemukan berbagai koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa dan kokus gram positif.
Pada fiksasi ETT juga sering kali menimbulkan penekanan pada salah satu sisi bibir pasien sehingga bisa menyebabkan luka/nekrotik sebagai penyebab masuknya kuman ke dalam tubuh pasien.
Mengingat besarnya pengaruh tidak baik pemasangan ETT terhadap tubuh pasien maka diperlukan perawatan ETT yaitu:
1) Fiksasi harus baik, plester jangan terlalu tegang.
2) Pipa ET sebaiknya ditandai pada ujung mulut tercabut.
3) Pantau tekanan balon, jangan lebih dari 30 cm H2O.
4) Jaga patensi jalan napas dengan humidifikasi yang atau hidung sehingga bisa untuk mengetahui secara dini pipa kedalaman atau baik dan adekuat udara inspirasi.
5) Lakukan penghisapan lendir jika berlebih dan jika diperlukan lakukan bronchiale toilet untuk mencegah penumpukan slym.
6) Reposisi atau pindah-pindahkan penempatan pipa ET dari satu sisi mulut pasien ke sisi lainnya sesuai kebutuhan.

6. Prinsip / hal lain untuk tindakan tersebut
Perawatan intubasi
1) Fiksasi harus baik
2) Gunakan oropharing air way (guedel) pada pasien yang tidak kooperatif
3) Hati-hati pada waktu mengganti posisi pasien.
4) Jaga kebersihan mulut dan hidung
5) Jaga patensi jalan napas
6) Humidifikasi yang adekuat
7) Pantau tekanan balon
8) Observasi tanda-tanda vital dan suara paru-paru
9) Lakukan fisioterapi napas tiap 4 jam
10) Lakukan suction setiap fisioterapi napas dan sewaktu-waktu bila ada suara lender
11) Yakinkan bahwa posisi konektor dalam kondisi baik
12) Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan.
13) Lakukan foto thorax segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu tertentu.
14) Observasi terjadinya empisema kutis
15) Air dalam water trap harus sering terbuang
16) Pipa endotracheal tube ditandai diujung mulut / hidung.

7. Hal yang perlu dikaji sebelum tindakan
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji adanya suara stridor pada pasien dan adanya secret yang menyumbat jalan nafas
- Kaji sumber oksigen atau ventilator
- Kaji tekanan pada balon
- Kaji adanya lecet ataupun nekrosis pada mulut atau mukosa membrane
- Kaji letak ET tube dari rontgen dada

8. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas
 Kerusakan ventilasi spontan
 Resiko infeksi
 Ketidakefektifan pola nafas
 Kerusakan Integrits kulit
 Kerusakan pertukaran gas
 Kerusakan menelan
 Resiko aspirasi

9. Outcomes yang ingin dicapai
− Jalan udara klien bersih
− Oksigenasi adekuat dipertahankan seperti yang ditunjukkan pada hasil AGD
− Tidak terjadi infeksi pernafasan atau terjadi perbaikan setelah pipa dipasang
− Kulit dan mukosa oral sekitar pipa endotracheal bersih dan utuh
− Tidak terjadi kerusakan / nekrosis akibat pipa atau cuff.


10. Persiapan
Persiapan Alat
− Suction
− Kateter penghisap dengan ukuran yang sesuai
− Mangkok steril
− Handuk
− Perlak karet
− Sarung tangan
− Ambu bag dengan penghubung ke sumber oksigen
− Plester adhesive / tahan air
− Gunting
− Hydrogen peroksida
− Sikat pembersih jalan udara mulut

Persiapan Lingkungan
− Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta kooperatif
− Siapkan sampiran atau sketsel

Persiapan Pasien
− Informasikan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
− Posisikan klien terlentang, atau miring pada pasien tidak sadar.
− Pastikan pasien dalam keadaan aman untuk dilakukan tindakan

11. Prosedur kerja
1) Kaji status pernafasan klien termasuk kebutuhan akan penghisapan dan perawatan endotracheal
Rasional : pengumpulan data untuk perawatan optimal
2) Letakkan semua alat di dekat pasien
Rasional : mempertahankan efisiensi
3) Bantu klien untuk mengambil posisi semi fowler atau posisi terlentang. Posisi miring untuk klien yang tidak sadar.
Rasional : Meningkatkan dan mempertahankan kenyamanan pasien. Posisi miring pada pasien tidak sadar mengurangi resiko aspirasi
4) Jika diperlukan, hubungkan selang pada selang penghubung ke alat penghisap
Rasional : Memberikan terapy suction dengan cepat saat dibutuhkan
5) Bentangkan handuk diatas dada pasien
Rasional : melindungi pakaian dan pasien
6) Saat membuka set atau peralatan penghisap, jika membuka alat-alat yang dibutuhkan untuk membersihkan pipa endotrachal:
a) Atur peralatan penghisap
b) Buka dan letakkan alat-alat hygiene oral, termasuk lap, handuk dan baskom
c) Tuangkan 50 ml hydrogen peroksida steril ke dalam kom sedang.
7) Pasang handscoon bersih
8) Lakukan tindakan penghisapan
Rasional : membersihkan jalan udara
9) Siapkan selalu kateter penghisap yang steril
10) Minta bantuan perawat lain untuk menahan pipa endotracheal dengan kuat di tempatnya pada garis bibir klien
11) Lepaskan semua plester sekitar pipa dengan hati2 dan cermat, kemudian buang di bengkok
Rasional : memungkinkan untuk hygiene kulit oral. Plester dapat menyebabkan iritsi kulit
12) Jika terpasang jalan udara oral lepaskan dan letakkan dalam mangkok yang berisi hydrogen peroksida
Rasional : memungkinkan untuk akses ke dalam rongga mulut ketika alat jaln udara direndam
13) Lakukan oral hygiene pada sisi mulut yang tidak terhalang oleh pipa,gerakkan dengan perlahan kemudian bersihkan sisi yang lain
14) Basuh wajah dan area sekitar leher menggunakan waslap bersabun, bilas dengan air basah, dan keringkan menggunakan handuk.
15) Dengan sikat, bersihkan jalan udara oral dan bilas dengan bersih menggunakan air. Buang air yang sudah digunakan.
16) Pasang kembali plester anti air atau plaster adhesive secara tepat dan cermat
17) Pasang kembali jalan udara oral dengan tepat
18) Atur kembali posisi klien
Rasional : mempertahankan kenyamanan pasien
19) Rapikan semua peralatan, lepaskan sarung tangan dan buang di tempat yang disediakan.
Rasional : meminimaliasi penyebaran mikroorganisme
20) Evaluasi status pernafasan klien
21) Evaluasi kenyamanan klien
22) Perawat mencuci tangan
23) Dokumentasikan kegiatan

12. Evaluasi
- Bandingkan dan kaji pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan ET tube care.
- Observasi kedalaman dan posisi ET Tube sesuai rekomendasi dokter.
- Pastikan fiksasi sudah kuat sehingga tidak memungkinkan terjadinya perubahan posisi tube.
- Kaji kulit sekitar mulut dan keutuhan mukosa oral membran dan penekanan area.

Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan sebelum dan sesudah perawatan, alat-alat yang digunakan, toleransi pasien terhadap prosedur, kesesuaian kedalama ET tube, lama dilakukannya perawatan ET tube, keutuhan mukosa oral, perawatan nyeri tekan jika dibutuhkan, waktu ketika prosedur dilakukan, kesulitan yang dihadapi, serta tanda tangan perawat pelaksana.

13. Pendidikan pasien dan keluarga
- Instruksikan klien dan keluarga untuk tidak menggerakkan ET tube, plester, atau pemegang ET tube. Jika klien mengeluh atau nampak tidak nyaman, instruksikan keluarga bertanya pada perawat.
- Informasikan pada klien dan keluarga bahwa jika tube menyebabkan sumbatan, untuk segera memberitahukan kepada perawat dan intervensi akan dilakukan untuk mengurangi sumbatan.



DAFTAR PUSTAKA

Asih, Ni Luh Gede Yasmin, 2003, Keperawatan Medical bedah,Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:EGC
Carpenito L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta : EGC.
Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik, 2005, Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Jakarta : Dir Jen Pelayanan Medik Dep.Kes RI
Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Volume 1, Edisi VI, Jakarta : EGC.
Linelle N.B.Pierce, 1995, Mechanical Ventilation and Intensive Respiratory Care, Philadelpia : W.B.Saunders
Mancini E, 1994, Seri pedoman Praktis .Prosedur Perawatan Darurat.. Jakarta : EGC
Instalasi Rawat Intensif & Reanimasi, SMF Anestesiologi dan Reanimasi RSUP Dr. Soetomo, 2007, Materi Pelatihan Intensif Care Unit (ICU), Surabaya : Bidang Diklit RSUP Dr. Soetomo.
Potter & Perry, 2002, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Jakarta : EGC.

Terong pipit/ Rimbang

Terong pipit (Solanum torvum Swartz)

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum torvum Swartz

Kandungan Kimia

Bagian-bagian tumbuhan terong pipit kaya dengan berbagai kandungan kimia yang sangat bermanfaat bagi manusia. Kandungan kimia yang kini sudah diketahui antara lain:

1) buah mentah: klorogenin, sisalogenone, torvogenin, vitamin A;

2) buah kering: solasonin 0,1 %;

3) daun: neo - klorogenin, panicolugenin; 3) akar: jurubine.

Sumber: http//wikipedia.Solanum torvum s.org.
Taksonomi Terong Pipit (Solanum torvum Swartz) (sumber: Darwis., 1991)