BAB I
  PENDAHULUAN
  1.1  Latar Belakang
  Penampilan  menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua masyarakat terutama  untuk kalangan perempuan, apapun yang terlihat cantik, terlihat  menarik, dan trlihat mencolok serta unik pasti ingin dimiliki terutama  dalam bidang kecantikan. Jadi setiap kosmetik yang ada di pasaran pasti  akan diminati sesuai  dengan fungsi dan manfaat dari hasil yang ngin dicapai oleh pemakainya. Walaupun dengan harga yang relatif  mahal, namun bagi yang benar-benar mengiginkan kecantikan tersebut  hal ini bukanlah menjadi masalah. Karena cantik telah menjadi obsesi untuk tampil menarik pada setiap yang melihatnya.
  Mendapatkan  hasil yang maksimal adalah keinginan yang ingin dicapai oleh setiap  perempuan, jadi selain menggunakan pelembab untuk wajah terkadang mereka  melengkapinya dengan penambahan warna-warna menarik pada mata dan pipi  mereka. Yang semua itu dapat diemukan pada setiap kosmetik-kosmetik yang  beredar dipasaran.
  Untuk  memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis  kosmetik tertentu, bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak  mengandung bahan berbahaya secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit,  penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit  itu sendiri. Contohnya preparat anti ketombe, antiprespiran, doedoran,  preparat untuk mempengaruhi warna kulit ( untuk memutihkan atau  mencoklatkan kulit ), preparat anti jerawat, preparat pengeriting  rambut, dll.
  Dengan  banyaknya kosmetik yang ditawarkan oleh produsen membuat kita mudah  memilih dan gampang mendapatkan kosmetik dengan warna-warna yang kita  inginkan. Namun karena mengutamaan keinginan tersebut masyarakat sering  kali lupa akan sediaan kosmetik yang digunakan yakni apakah telah  memenuhi syarat yang ditentukan atau belum sama sekali. 
  Hal  ini terbukti pada setiap pembelian kosmetik yang ditawarkan, yakni  masyarakat terutama perempuan pasti yang utama diperhatikan adalah  bentuk kemasan produk, kemudian warna sediaan yang ada dalam produk  tersebut. Dan jarang dijumpai masyarakat menayakan apakah produk yang  ditawarkan telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Karena jika  dalam produk tersebut ternyata mengunakan pewarna sintetis yakni  penggunaan zat warna tambahan yang dilarang, maka hal ini akan merugikan  bagi yang menggunakanya.
  Secara  umum terdapat beberapa jenis zat pewarna sintetis yang dilarang untuk  digunakan pada kosmetik maupun yang lainya yakni zat kimia yang sangat  berbahaya. Salahsatu diantaranya adalah Rhodamin B ( Bahan pewarna merah  k.10 ) yang mana bila digunaka dapat mengakibatkan kanker kulit, kanker  darah dan kanker sel hati.
  Penggunaan  bahan-bahan tersebut dalam pembuatan kosmetik yang dapat membahayakan  kesehatan dan dilarang untuk digunakan sebagaimana telah tercantum dalam  peraturan mentri kesehatan RI NO.445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang  bahan zat warna, substratum, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetik.
  Namun  dalam hal ini masih banyak produk-produk pewarna sintetis yang  ditemukan dan beredar dipasaran khususnya produk-produk illegal yakni  diantaranya memalsukan nomor pendaftaran dan tidak terdaftar di Balai  Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta dikarenakan harganya yang  terjangkau.
    Untuk menghindari semua efek tersebut maka masyarakat mesti jeli dan teliti dalam memilih kosmetik. Jangan mudah  tergoda  akan warna yang ditampilkan serta harga yang ditawarkan akan tetapi  haruslah memperhatikan efek yang ditimbulkan dari penggunaan alat  kosmetik tersebut.
  1.2  Rumusan Masalah
  Berdasarkan  latarbelakang diatas maka dalam penelitian ini dikemukakan rumusan  masalah yaitu : Apakah sediaan kosmetik eye shadow yang diperdagangkan  dipasar sentani mengandung bahan kimia Rhodamin B?
  1.3  Tujuan penelitian
  Berdasarkan  permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan dari penelitian ini  adalah untuk mengidentifikasi bahan kimia zat warna Rhodamin dan sediaan  kosmetik eye shadow yang diperdagangkan dipasar sentani dengan metode  kromotografi lapis tipis.
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
  BAB II
  TINJAUAN PUSTAKA
  2.1  Kosmetik
  Kosmetik  dikenal manusia sejak bra abad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,  pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk  kecantikan juga untuk kesehatan. (Tranggono, 2007)
  Kosmetik  berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”, bahan yang  dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari  bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat  manusia tidak hanya dari bahan-bahan alami tetapi juga bahan buatan  untuk maksud meningkatkan kecantikan. (Wasitaatmadja 1997).
  Pada  tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah “cosmedik” yang merupakan  gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal  kulit secara positif, namun bukan obat.
  Ilmu  yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”yaitu ilmu yang  berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan  efek samping kosmetika. (Wasitaatmadja 1997).
  Dewasa  ini terdapat banyak kosmetik yang dijual dipasar bebas, baik produk  didalam maupun luar negeri. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha  penyerdehanaan kosmetik baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian.  Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.
  Kosmetika dapat dibagi atas beberapa golongan, antara lain :
  §    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi menjadi 13 kelompok :
  1.      Preparat untuk bayi, misalnya bedak bayi, minyak bayi, dll
  2.      Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll
  3.      Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dll
  4.      Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll
  5.      Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll
  6.      Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll
  7.      Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dll
  2.2  Eye shadow
  Eye  shadow adalah kosmetik yang diterapkan pada kelopak mata dan di bawah  alis. Hal ini biasanya digunakan untuk membuat mata pemakainya menonjol  atau terlihat lebih menarik.
  Eye  shadow menambah kedalaman dan dimensi untuk mata seseorang, melengkapi  warna mata, atau hanya menarik perhatian pada mata. Eye shadow datang  dalam berbagai warna dan tekstur. Hal ini biasanya terbuat dari bubuk  dan mika, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk cair, pensil, atau  bentuk mousse.
  Peradaban  di seluruh dunia menggunakan eye shadow - terutama pada perempuan,  tetapi juga kadang-kadang pada laki-laki. Dalam masyarakat Barat, itu  dilihat sebagai kosmetik feminin, bahkan ketika digunakan oleh pria.  Rata-rata, jarak antara bulu mata dan alis dua kali lebih besar pada  wanita pada pria. Jadi eye shadow pucat visual membesar daerah ini dan  memiliki efek feminisasi.
  Dalam  fashion Gothic, hitam atau berwarna gelap sama eye shadow dan  jenis-jenis riasan mata yang populer di antara kedua jenis kelamin.
  Tujuan  pemakaian preparat eye shadow adalah untuk mengaksentuasikan mata,  membuat putih biji mata tampak lebih cemerlang. Preparat ini digunakan  pada kulit di dekat mata, biasanya pada kelopak mata atas.  Warna-warnanya mulai dari grayblue, gray green sampai olive green. Kadang-kadang serbuk logam (bronze, emas, aluminium) ditambahkan untuk menimbulkan pancaran keperakan (metallic sheen).
  Eyeshadow  termasuk “ekstrem” diantara preparat dekoratif dan memerlukan bahan  yang sangat aman dan cara pemakaian yang hati-hati karena dikenakan di  dekat mata. Penggunaan eyeshadow sudah dilakukan sejak 4500 tahun yang  lalu di Mesir.
   
   
  2.3  Rhodamin B

 
                                                    
  Rhodamin B (Tetraethyl Rhodamine)
  Gambar I : Rumus Bangun Rhodamin B
  Nama Kimia    : N-[9-(Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-  ylidene]-   N-ethylethanaminium clorida
  Nama Lazim   :tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B clorida; C.I    Basic Violet 10;C.I. 45170
  Rumus Kimia  : C28 H31 CIN2 O3
  BM                  : 479
  Pemerian         : Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan
  Kelarutan        : sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah    kebiruan  dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam  alkohol, sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan  dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah  muda yang larut dalam isopropil eter. (Budavari, 1996)
  Penggunaan    :  sebagai warna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas,  tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk  keramik China. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan kosmetik dalam  bentuk larutan obat yang encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun,  larutan pengeriting rambut, garam mandi, lipstik dan pemerah pipi.  Pewarna ini juga digunakan sebagai alat pendeteksi dalam pencemaran air,  sebagai pewarna untuk lilin dan bahan anti beku dan sebagai reagent  untuk menganalisa antimoni, bismut, kobalt, niobium, emas, mangan,  merkuri, molobdenum, tantalum, tallium dan tungsten. (Lyon, 1987)
  Rhodamin  B adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan  kertas. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam  larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin B dilarang  digunakan sebagai pewarna pangan dan kosmetik.
  Penggunaan  Rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama (kronis) akan  mengakibatkan gangguan pada fungsi hati maupun kanker. Namun demikian,  bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat  akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. bila Rhodamin B tersebut  masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan  dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah  maupun merah muda. Selain melalui makanan atau kosmetik, Rhodamin B juga  dapat mengakibatkan gangguan kesehatan,  jika  terhirup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena  Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata  kemerahan dan timbul cairan atau udem pada mata. (Yulianti, 2007)
  2.4  Kromatografi
  Orang  pertama yang menggunakan metode Kromatografi adalah Michael Tswett (  1872-1919 ) yang merupakan ahli kimia kebangsaan Rusia. Kata  chromatography (Kromatografi ) berasal dari bahasa Yunani yang terdiri  atas chroma yang berarti warna dan graphein yang berarti menulis  (Braithwaite and Smith, 1985).
  Kromatografi  didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses  migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase  atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara kesinambungan dalam  arah tertentu dan didalam zat-zat itu menunjukan perbedaan mobiltas,  yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan,  tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan ion. Jenis-jenis Kromatografi  yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang  digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dari Farmakope Indonesia  adalah kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi  kolom, kromatografi gas dan kromatografi cairan kinerja tinggi  (Anonim,1995)
  Kromatografi  yaitu cakupan dari berbagai macam proses yang berdasarkan pada  perbedaan distribusi komponen-komponen sampel antara dua fase, yaitu  fase diam dan fase gerak, yang memperkolasi melalui celah atau seluruh  permukaan dari fase tertentu. Pergerakan dari fase gerak menyebabkan  suatu migrasi diferensial dari komponen-komponen sampel (Pecsok, et.al,  1968).
  Menurut  Sudjadi (1988), kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan  pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fase.  Sedangkan menurut Sastrohamidjojo (1991), pada dasarnya semua cara  kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap dan yang lainnya fase  gerak, pemisah-pemisah tergantung pada gerakan relief dari dua fase  ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat  dari fase tetap yang dapat berupa zat padat atau cair.
  Menurut Sastrohamidjojo (1991), ada empat sistem kromatografi yaitu:
  1.      Fase gerak zat cair-fase tetap zat padat (kromatografi serapan), meliputi: 
  ·         Kromatografi lapis tipis
  ·         Kromatografi penukar ion
  2.      Fase gerak gas-fase tetap padat (kromatografi gas-padat).
  3.      Fase gerak zat cair-fase tetap zat cair (kromatografi partisi), contohnya kromatografi kertas.
  4.      Fase gerak gas-fase tetap zat cair (kromatografi gas-cair), contohnya kromatografi kolom kapiler.
  Kromatografi  cairan-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett dan  dikenalkan lembali oleh Kuhn dan lederer pada tahun 1931, digunakan  sangat luas untuk analis  organik dan biokimia.
  2.5  Kromatografi Lapis Tipis
  Kromatografi  lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun  1938. KLT merupakan bentuk Kromatografi planar. Fase diam KLT berupa  lapisan yang seragam (Uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung  oeleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat pelastik. ( Rohman, 2007 )
  Meskipun demikian,kromotografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromotografi kolom. 
  Fase  gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang  fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembnagan secara menaik (ascending), atau karena pengaruhgrafitasi pada pengembang secara menurun (descending).
  Kromatografi  lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah di  bandingkan dengan kromotografi kolom. Demikian juga peralatan yang  digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan  lebih sederhana, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium  dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. 
  Pada  KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan  pada lempeng kaca,plastik atau logam secara merata. Umumnya digunakan  lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom  kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada  absorbsi, partisi atau kombinasi kedua efek,tergantung dari jenis dari  zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan. KLT pada  dasarnya dapat dikategorikan menjadi KLT konvensional dan KLT  pengembangan sinambung. Pada KLT konvensional dilakukan dalam bejana  tertutup,dengan migrasi bercak akan membesar yang disebabkan oleh  difusi. KLT pengembangan sinambung membiarkan bagian atas lempeng  menjulur keluar melalui sebelah celah pada tutup bejana kromotografi dan  bila fase gerak mencapai celah tersebut maka akan terjadi penguapan  secara sinambung yang mengakibatkan aliran pelarut yang tetap pada  lempeng dan migrasi bercak berlanjut selama lempeng berada dalam bejana  dan fase gerak belum habis. Kromatografi dapat dilanjutkan beberapa jam  setelah pelarut mencapai tepi atas lempeng, agar terjadi migrasi bercak  yang memadai. Umumnya bercak larutan baku, larutan uji dan campuran  dalam jumlah yang sama, larutan uji dan larutan baku ditotolkan pada  jarak tertentu dari dasar lempeng. Identitas baku pembanding dan zat uji  diketahui dari jarak migrasi yang sama dari titik penotolan dan melalui  pengamatan terhadap bercak baku dan zat uji yang ditotolkan sebagai  campuran tidak menunjukkan kecenderungan untuk memisah (Anonim, 1995). 
  KLT  digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk mengenali komponen  tertentu. Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng gelas atau plastik  yang dilapisi oleh fase diam yang sering kali menggunakan asam silikat  dan fase gerak cair yaitu pelarut. Campuran yang akan dianalisis,  diteteskan pada dasar lempengan dan pelarut akan bergerak naikoleh gaya  kapiler. Umumnya, fase diam bersifat polar dan senyawa polar akan  melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa nonpolar,yang  disebabkan oleh interaksi tarik menarik dipol. Senyawa polar cenderung  berdekatan dengan tempat semula dibandingkan senyawa nonpolar. Senyawa  nonpolar kurang melekat erat pada fase diam polar,sehingga bergerak maju  lebih jauh ke atas lempeng. Jadi, jarak tempuh keatas lempengan  merupakan cerminan polaritas senyawa. Peningkatan polaritas pelarut akan  menurunkan interaksi senyawa dengan fase diam, sehingga memungkinkan  senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada lempeng. Senyawa  aromatik sering kali tampak dengan menempatkan lempeng dibawah sinar UV  karena senyawa aromatik menyerap cahaya UV atau dengan mencelupkan  lempeng tersebut ke dalam larutan yang dapat bereaksi dengan senyawa  pada lempeng dan mewarnainya. 
  Analisa kualitatif ditentukan berdasarkan harga Rf (retention factor), dengan rumus sebagai berikut:
    12Rf=Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuh eluen">   
   nilai  Rf berkisar antara : 0-1. Untuk menghindari pemakaian tanda decimal,  maka sering digunakan harga hRf, yaitu nilai Rf dikalikan dengan factor  100. Keberulangan nilai Rf dipengaruhi oleh kejenuhan bejana, kuantitas  senyawa yang ditotolkan, kondisi fase diam dan gerak, bahan pengotor.
  Analisa kuantitatif dengan KLT ditentukan berdasarkan :
  1.      In situ, yaitu pengamatan langsung terhadap kromotogram baik secara visual atau dengan alat spektrodensitometer.
  2.      Tidak  langsung, yaitu noda ditandai, dikerok, dilarutkan pada pelarut yang  sesuai, kemudian dilanjudkan dengan teknik analisa lain seperti:  spektrofotometri atau HPLC atau kromotografi gas.
  2.5.1   Fase diam KLT
  Fase  diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan  diameter artikel antara 10-30 µm. semakin kecil ukuran rata-rata  partilel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka  semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.
  Penyerap  yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa,  sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan  adsorbs.
   
  Tabel 1. Beberapa Penyerap fase diam yang digunakan pada KLT
       |     Penyerap      |        Mekanisme Sorpsi     |        Penggunaan      |   
     |     Silica   gel     |        Adsorpsi        |        Asam   Amino, hidrokarbon,Vitamin, alkoloid     |   
     |     Silika   yang dimodifikasi dengan hirokarbon     |        Partisi   termodifikasi     |        Senyawa-senyawa   non plar     |   
     |     Serbuk   selulosa      |        Partisi        |        Asam   Amino, Nukleotida, karbohidrat     |   
     |     Alumina        |        Adsorpsi        |        Hidrokarbon,   ion logam, pewarna makanan, alkaloid.     |   
     |     Kieselguhr   (tanah Diatomae)     |        Partisi        |        Gula,   asam-asam lemak     |   
     |     Selulosa   penukar ion     |        penukar   ion     |        Asam nukleat, nukleotida, halide dan ion-ion logam     |   
     |     B-siklodekstrin     |        Interaksi   adsorpsi stereospesifik     |        Campuran       Enansiomer     |   
 
   
  2.5.2. . Fase gerak pada KLT
  Fase  gerak pada KLT dapat dipilih, tetapi lebih sering dengan mencona-coba  karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. System yang paling  sederhana adalah campuran dua pelarut organic karena daya elusi campuran  kedua pelarut ini dapat mudah di atur sedemikian rupa sehingga  pemisahan dapat terjadi secara optimal. Macam-macam fase gerak yang ada  antara lain : Metanol – kloroform, toluene – asetat glacial, air-metanol  – larutan dapar, Aseton – air – toluene, asam glacial.
  Petunjuk dalam memilih dan mengoptimalkan fase gerak :
  §  Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitive.
  §  Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 – 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
  §  Untuk  pemisahan yang menggunakan fase diam polar seperti silikal get,  polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang  berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat  sedikit polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara  signifikan.
   Solut-solut  ionic dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut  sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan  perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.