Sewaktu
masih punya bayi, sempat juga terpikir untuk menyingkirkan popok kain.
Buat ibu yang masih belum fit setelah bersalin, popok sekali pakai untuk
si kecil amatlah membantu. Cucian jadi tidak menumpuk terlalu tinggi,
mengganti popok tak mesti dilakukan setiap kali si bayi pipis, dan
kenyamanan tidur kita serta bayi pun nyaris tanpa gangguan.
Namun saya berpikir lagi soal biaya. Kalau dihitung-hitung, sayang juga
uang ratusan ribu habis setiap bulan hanya untuk menampung kotoran si
kecil. Ah, beginilah kalau seorang ibu berhitung anggaran belanja;
kesimpulannya, popok kain jelas lebih ekonomis. Saya capek bolak-balik
mengganti popok bayi yang basah, apalagi di malam hari karena sepulang
bekerja saya sudah lelah dan ngantuk sekali... belum lagi urusan nyuci
dan nyetrika baju si kecil..., ya enggak apa-apa deh sebagian gaji saya
dan suami habis untuk beli pospak. Yang penting kami dan si bayi
sama-sama nyaman.
Untungnya, kesimpulan itu tidak membuat saya berhenti berpikir soal
dampak pemakaian pospak 24 jam. Rasanya ada yang kurang kalau bayi tidak
kenal popok kain sama sekali. Seperti ada yang hilang dari dunianya
yang serbabaru. Tapi apakah yang hilang itu? Saya mencoba mencari
jawaban. Lalu saya sampai pada sebuah pertanyaan, "Apa jadinya kalau
bayi tidak pernah sadar dirinya ngompol?"
|
KESEMPATAN BELAJAR
Benar
saja, seorang psikolog perkembangan yang saya temui mengatakan, kalau
bayi tidak merasa mengompol karena selalu pakai pospak, ia jadi
kehilangan kesempatan belajar kenal tanda-tanda mau buang air kecil
(BAK) dan keinginan untuk mengendalikannya hingga tiba di tempat yang
semestinya, yakni toilet.
Kita sama-sama tahu, bayi mungil belum memiliki kemampuan mengontrol
pembuangannya, baik pipis maupun pup. Kemampuan mengontrol buang air
besar (BAB), rata-rata dimulai pada usia 6 bulan. Sedangkan kemampuan
mengontrol BAK berkisar antara 15-16 bulan. Umumnya bayi yang berusia
kurang dari 6 bulan akan BAK setiap 1-2 jam sekali. Memasuki usia 6
bulan ke atas, frekuensi tersebut mulai berkurang.
Sayangnya, tak semua orangtua menyadari bahwa mengompol pada bayi
memberikan banyak manfaat untuk tumbuh kembangnya kelak. Tak perlu
khawatir bahwa mengompol akan mengganggu tidur si bayi, karena umumnya
setelah diganti popok dan alasnya, ia akan tertidur kembali.
Pada masa tidur itulah tubuhnya aktif memperbaiki sel-sel otak yang
rusak dan memproduksi sekitar 75% hormon pertumbuhan. Namun patut
diingat, umumnya bayi tidak memiliki masalah tidur, ia bisa cepat
tertidur pulas kembali setelah ngompol.
|
RASA PERCAYA
Apa
saja yang dipelajari bayi ketika popok atau celananya basah? Karena
merasa tidak nyaman, tentu si bayi menangis mengungkapkan perasaannya.
Eh ternyata tangisannya membuat orang-orang memberikan respons yang
baik, yakni membersihkan dan mengeringkan kulitnya, mengganti popoknya
yang basah, dan menukar alas tempat tidurnya dengan yang wangi. Alhasil,
tumbuh kepercayaan dalam diri bayi bahwa ia disayang dan diterima oleh
lingkungan. Terbukti, orang-orang yang ada di sekitarnya selalu bersedia
membantu dan membuatnya merasa nyaman. Nah, stimulasi inilah yang mampu
menumbuhkan rasa percaya dalam dirinya kelak.
Selanjutnya rasa percaya ini akan berkaitan dengan kemampuan dirinya
dalam mengendalikan "dunia". Maksudnya, setelah besar, ia akan lebih
mudah beradaptasi dengan lingkungan mana pun karena dirinya memiliki
pengalaman yang menyenangkan semasa bayi, yakni diterima dan disayangi.
Niscaya ia pun akan berusaha menerima orang lain dan menyesuaikan diri
di mana pun berada.
|
LEBIH PEKA
Selain
menumbuhkan rasa percaya terhadap orang lain, dengan mengompol bayi
juga mengembangkan kemampuannya memahami sesuatu. Persepsi pertama si
bayi diperoleh melalui penjelasan sensorik; bayi memandang, meraba,
mencium bau, dan mengecap semua objek yang dapat dijangkaunya.
Demikian pula dengan mengompol, saat air kencing mem-basahi popoknya, ia
akan memusatkan perhatiannya pada air yang membasahi popoknya. Kulit di
sekitar paha dan kelaminnya merasakan bahwa air kencing yang
dikeluarkan terasa hangat kemudian dingin, selanjutnya terasa basah dan
tidak nyaman.
Serangkaian tahapan mengom-pol itu mengajarkan kepada si bayi untuk
menafsirkan pengalaman yang baru dialaminya. Basah di wilayah kemaluan
dan paha rasanya sangat tidak nyaman. Si bayi lalu menunjukkan
ketidaknyamanan itu dengan mengangkat kakinya atau menangis, dan
tentunya akan mendapat tanggapan dari orang-orang yang ada di sekitarnya
dengan mengganti popok yang dipakainya.
Bayi memulai kehidupan tanpa mengerti segala sesuatu yang ada di
sekitarnya. Bayi memperoleh pengertian mengenai apa yang diamatinya
melalui pengalaman dan ini juga bergantung pada tingkat kecerdasan si
bayi. Melalui pengalaman mengompol itulah, bayi belajar tentang konsep
basah, hangat, dan tidak nyaman. Pada saat inilah kepekaan bayi terasah,
yang selanjutnya dinyatakan dalam sebuah reaksi yakni mengangkat
kakinya atau menangis. Secara tak langsung pula bayi sudah mempelajari
sebuah hubungan sebab akibat; bila ia mengompol, agar popok atau
celananya diganti maka ia harus menangis untuk mencari per-hatian
orang-orang di sekitarnya.
|
CERDAS EMOSI
Kegiatan
mengompol juga dapat menjadi sarana mengembangkan atau menumbuhkan
kecerdasan emosi bayi. Ini dapat terjadi bila ada interaksi dengan
lingkungan. Maksudnya, saat bayi mengompol, hendaknya kita juga
memberikan reaksi berupa ajakan bercakap-cakap. Misal, "Oh, Adek ngompol
ya. Ndak enak ya Dek kalau basah. Ayo, Mama ganti dulu popoknya."
Dengan begitu, bayi makin paham bahwa memang basah itu tidak enak dari
reaksi yang kita katakan berikut tindakan mengganti popoknya.
Sebaliknya, tujuan mengem-bangkan atau menumbuhkan kecerdasan emosi ini
tidak akan tercapai bila si bayi tidak mendapatkan reaksi dari
orang-orang di sekitarnya. Umpama, tetap di-biarkan basah dan tidak
digantikan popoknya, sehingga si bayi menganggap kegiatan mengompol yang
baru dialaminya sebagai sesuatu yang biasa saja.
Nah, itulah penjelasan yang membuat saya yakin, bahwa popok dan celana
kain ternyata tak perlu disingkirkan. Di rumah, saya tetap memberi
kesempatan kepada si kecil untuk ngompol. Barulah kala bepergian
dengan-nya, seperti ke dokter atau di perjalanan menuju ke rumah
eyangnya, saya mengandalkan si penolong yang praktis: tisu basah dan
popok sekali pakai yang antibocor. Sesekali pakai pospak tidak mengapa,
kok. Toh, itu tidak menghilangkan kesempatannya belajar dari si ompol.
Yang jelas saya jadi lega, ter-nyata kerepotan bolak-balik ganti popok
ada gunanya.
|
GANGGU TIDUR?
Selama
tahun pertama, kebutuhan akan tidur malam pada bayi rata-rata meningkat
dari 8 1/2 jam pada 3 minggu pertama menjadi 10 jam pada 12 minggu
pertama dan selanjutnya tetap konstan selama sisa tahun tersebut.
Seperti yang dikutip dari Psikologi Perkembangan karya Elizabeth B.
Hurlock, sepanjang tahun pertama, siklus bangun-tidur selama kira-kira
satu jam terjadi baik pada waktu tidur siang maupun malam, dengan tidur
lelap hanya kira-kira 23 menit. Jadi, mengganti popok dan membersihkan
alas tidur yang hanya memakan waktu 5-10 menit tidak akan mengganggu
kualitas
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar