bobo' ah ===>>>

Photobucket

Minggu, 13 Juni 2010

Tata-nama dan Produksi Obat Gubal

1 . Tatanama (Nomenclatur)

Kebanyakan obat gubal berasal dari tumbuhan. Nama tumbuhan obat sering dalam bahasa Latin Famasi. Di negara yang menggunakan bahasa Inggris, biasanya sering digunakan nama Inggris. Nama Latin biasanya kata pertama menunjukkan marga (genus) dan kata kedua menunjukkan jenis (species) tumbuhan, demikian pula bagian tumbuhan yang digunakan. Kata ini yang digunakan untuk menunjukkan bagian tanaman:

* Radix : akar (root), sering tidak sama dengan konsep botani. Namanya radix ternyata merupakan rhizomes (akar tinggal).
* Rhizoma : akar tinggal (rhizome), batang di dalam tanah, biasanya mempunyai akar lateral.
* Tuber : bagian di dalam tanah yang mengandung nutrisi, yang secara botani merupakan akar/rhizoma. Tuber adalah bagian tumbuhan yang menebal, utamanya terdiri dari parenkim tempat menyimpan makanan (biasanya pati/amilum) dan dengan sedikit bagian yang berkayu.
* Bulbus : onion, umbi Iapis. Secara botani umbi Iapis adalah batang, yang diselimuti dengan daun bernutrisi yang biasanya hanya sedikit mengandung klorofil.
* Lignum : wood, kayu. Secara botani adalah bagian xilem yang berkayu. Namun sering keliru, misalnya Quassiae Iignum juga mengandung kulit batang yang tebal, walaupun hanya sebagian kecil.
* Cortex : bark, kulit kayu. Berupa seluruh jaringan di luar kambium. Dapat berasal dan akar, batang, dan cabang.
* Folium : leaf, daun terdiri dari daun tengah pada tumbuhan.
* Flos : flower, bunga yang terdiri dari bunga tunggal atau seluruh karangan bunga.
* Fructus : fruit, buah yang berupa buah yang belum masak, sudah tua belum masak, sudah masak.
* Pericarpium : fruit peel, kulit buah.
* Semen : seed, biji terdiri dan seluruh biji atau biji tanpa kulit.
* Herba : herb, Bagian tumbuhan di atas tanah (aerial parts) terdiri dari batang, daun, bunga, dan buah.
* Aetheroleum : essential oil, volatile oil. Minyak atsiri (minyak menguap, minyak terbang) adalah produk yang berasal dari tumbuhan atau bagiannya yang berbau khas yang terdiri banyak komponen yang komplek dan bersifat menguap.
* Oleum : oil, minyak lemak (fixed oil) yang berasal dari tumbuhan yang dipisahkan dengan pengepresan.
* Pyroleum : tar, dibuat dengan destilasi kering bahan tumbuhan.
* Resina : resin, yaitu produk dan sekret tumbuhan tertentu atau hasil destilasi balsam, yaitu residu penyulingan balsam.
* Balsamum : balsam, Ianutan resin dalam minyak atsiri yang dihasilkan oleh tumbuhan tertentu.



Beberapa contoh:

Nama obat gubal (simplisia) terdiri dari dua patah kata, misalnya Digitalis folium (daun digitalis) berasal dari tanaman jenis Digitalis purpurea. Untuk Cocae folium berasal dari tanaman Erythroxylum coca. Beberapa simplisia hanya dinamai dengan satu kata, misalnya Opium, Gallae, Aloe, dsb.

2. Produksi obat gubal

Simplisia dapat berasal dari tumbuhan liar atau tanaman yang dibudidaya. Metode yang digunakan dalam produksi untuk setiap jenis simplisia sangat tergantung dari faktor ekonomi. Ini dapat disarankan untuk mengumpulkan bahan simplisia dari tumbuhan liar, jika di alam banyak terdapat dan beayanya nisbi rendah, sebaliknya di alam langka dan beaya tinggi maka perlu untuk dibudidaya. Misalnya di Meksiko, umbi Dioscorea spp. Dikumpulkan dari tumbuhan liar, sedangkan di Eropa daun digitalis diproduksi dengan budidaya. Selain faktor ekonomi, pemilihan metode produksi simplisia juga tergantung dari faktor Iingkungan. Suatu permintaan yang tinggi simplisia yang dikumpulkan dari tumbuhan liar akan berakibat tumbuhan itu akan menjadi Iangka atau bahkan terancam kepunahan. Contoh yang mutakhir adalah ditemukannya obat kanker, yaitu paklitaksel atau turunan taxol dari kulit batang Taxus brevifolia, suatu tumbuhan kecil yang berasal dari Amerika Utara bagian barat. Di masa mendatang untuk simplisia yang banyak diminta dan alasan faktor lingkungan serta kualitas yang seragam (terstandardisasi) maka langkah budidaya sangat diperlukan. Obat akan dikumpulkan atau dibudidaya di seluruh dunia.

1. Budidava tanaman obat. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara cara budidaya (cultivation) tanaman obat dan tanaman hortikultura dan pertanian Iainnya. Beberapa faedah dari budidaya tanaman obat dari pada pengumpulan dari tumbuhan liar. Kondisi tanah, keteduhan, kelembaban, penyakit tanaman dapat diawasi. Pemanenan lebih menjamin keseragaman tahap perkembangan dan tumbuh bersama pada Iuas tanah yang terbatas. Hal ini memudahkan penanganan bahan pada tahap penanganan pasca panen. Pengeringan harus dilakukan secepatnya dan efisien, sehingga kandungan aktif farmakologik tidak berubah. Semua faktor tersebut akan menjamin dihasilkannya simplisia yang berkualitas tinggi serta seragam.

Faedah lain dalam budidaya tanaman obat adalah bahwa ekstraksi kandungan senyawa yang diinginkan dapat terkait dengan budidaya, misalnya produksi minyak atsiri. Akhirnya, budidaya dapat digabung dengan pemuliaan tanaman, akan diperoleh tanaman yang mengandung kandungan senyawa bioaktif yang dikehendaki lebih tinggi.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kandungan bioaktif dalam tumbuhan. Perlu diketahui kandungan kimia aktif setiap jenis atau bagian tumbuhan agar diperoleh tanaman budidaya dengan hasil panenan yang terbaik. Ada dua faktor yang terkait, yaitu faktor ekstrinsik (iklim dan tanah) serta faktor intrinsik (gen - pembawa sifat keturunan).

2. Iklim. Suhu, curah hujan, jam kena cahaya, dan tinggi tanah merupakan faktor iklim yang sangat penting untuk perkembangan tumbuhan. Pada umumnya tumbuhan tidak tahan terhadap perubahan iklim yang mendadak, tetapi sangat cocok dengan iklim yang sesuai pada waktu tumbuhan itu ditemukan tumbuh subur. Ada beberapa perkecualian, misalnya tanaman opium (Papaver somniferum) tumbuh pada iklim sedang atau subtropis (misalnya di negara-negara Mediteran, Balkan, Turki). Akan tetapi, juga dapat tumbuh di daerah Skandinavia dengan jumlah dan jenis alkaloid yang sama. Contoh lain, tanaman Cinchona succirubra dapat tumbuh baik pada tanah dengan ketinggian 1000-3000 m, tetapi juga dapat tumbuh pada ketinggian Iebih rendah namun kandungan alkaloidnya jauh lebih rendah.

Pengaruh iklim terhadap tumbuhan dapat dipelajari dalam phytotron, yaitu suatu ruangan khusus (technical advance greenhouse) yang dapat diatur berbagai macam faktor iklim yang berpengaruh.

3. Tanah. Sifat tanah secara fisikawi dan kimiawi menunjukkan variasi yang besar. Tanah adalah campuran partikel mineral, terbentuk dari kikisan batu, dan komponen organik, humus, terbentuk dari pembusukan tumbuhan dan hewan. Tanah yang gembur atau subur mengandung 1,5 – 5 % humus, yang kurus kurang dari 0,5%.

Kapasitas pengikatan air dari tanah, sangat penting bagi tanaman, tergantung dari ukuran partikel komponen tanah. Tanah terdiri dari utamanya partikel halus (2-20 µm) disebut Iempung/tanah liat (clay). Pasir (sand) terdiri partikel yang lebih besar (20 µm-2 mm), dan kenikil (gravel) atau butiran kasar (2-20 mm). Campuran juga ada misalnya tanah jenis sandy cla. Tanah liat (clay) memiliki kapasitas mengikat air besar, yaitu sampai 40% volum dan permeabilitas udara rendah, sedangkan tanah berpasir (sandy soil) mudah mengering dan permeabilitas udara tinggi.

Tinggi-rendah pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan tumbuhan, hal ini sangat tergantung atas kandungan alkali. Tanah yang kaya humus dan kandungan alkali nendah, maka tanah itu bersifat asam, sedangkan kandungan alkali tinggi mengakibatkan pH tinggi. Berbagai sifat tanah mirip dengan berbagai faktor iklim dan tumbuhan akan menyesuaikan untuk tumbuh pada tipe tanah berbeda. Akan tetapi, kebanyakan tumbuhan akan tumbuh dengan baik pada tanah yang netral, kaya humus, dan komposisi tanah terdiri dari partikel halus dan hebih kasar, sehingga terjadi kombinasi yang baik antara kemampuan mengikat air dan permeabilitas udara.

Garam nutritif, yaitu garam yang diserap oleh tumbuhan, mungkin akan ikut hilang dari lahan tersebut pada waktu pemanenan. Penggantian garam nutritif yang hilang ini harus diganti dengan pemupukan dengan pupuk NPK (Nitrogen, Fosfat, Kalium), yaitu garam yang diperlukan dalam jumlah besar. Ada sejumlah besar unsur mikro yang diperlukan dalam jumlah sedikit. Pemupukan Farmyard sangat bagus untuk dilakukan karena selain garam nutritif juga mengandung humus serta mikroorganisma yang diperlukan. Akan tetapi pemupukan dengan pupuk hijau sering sukar dilakukan karena tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi, jadi perlu dilengkapi dengan pupuk anorganik. Pemupukan yang tepat harus didahului dengan analisis tanah, yang menunjukkan kandungan nutrien mutakhir dalam tanah.

d. Pengairan, pemberentasan gulma, dan hama penyakit. Untuk berkembang baik tumbuhan memerlukan air yang cukup. Apabila curah hujan rendah maka tanah pertanian perlu diairi, dengan cara lewat pematang atau langsung disirami. Ketersediaan air yang baik dan cukup merupakan kunci keberhasilan budidaya tanaman obat.

Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang tetap pada tanaman obat.Utamanya pada permulaan perkembangan tanaman, gulma tumbuh lebih cepat daripada tanamannya dan dapat mendominasi lahan tersebut bila tidak diberantas. Apabila herbisida tidak tersedia maka penyiangan (pemberantasan gulma) dilakukan secara manual. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penda-ngiran dan beayanya cukup tinggi.

Serangan hama, misalnya serangga akan menyerang baik bagian tanaman di atas maupun di dalam tanah, sedangkan cacing dan nematoda akan menyerang di bagian tanaman di dalam tanah. Kapang dan virus juga dapat menyerang tanaman. Dengan bahan kimia dapat diberantas pengganggu tersebut walaupun tidak semua. Yang perlu diperhatikan adalah residu pestisida yang tidak boleh ada dalam bagian tanaman yang dipanen. Pemberantasan serangga secara biologi lebih diutamakan, karena tidak meninggalkan residu. Misalnya dengan menggunakan predator (pemangsa hama).

e. Propagasi tanaman dengan biji. Tanaman dapat diperbanyak dengan biji atau secara vegetatif. Biji dapat tumbuh setelah periode istirahat (period of rest), yang sesuai dengan waktu buah masak dan perkecambahan. Kadang-kadang untuk mematahkan dormancy perlu diperlakukan istimewa, misalnya dengan membiarkan pada suhu rendah, ini dilakukan untuk biji tanaman yang tumbuh di daerah dingin. Biji dapat ditanam langsung di lahan pertanian atau disemaikan dahulu dipersemaian. Kecepatan perkecambahan menurun tergantung dari lama penyimpanan.



f. Propagasi tanaman secara vegetatif. Reproduksi secara vegetatif dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perbanyakan dapat dilakukan dengan menggunakan bulbus atau akar tinggal (stolon atau rhizoma), stek ranting atau batang atau daun. (sosor bebek atau Kalanchu pinnata)., Bila perlu dilakukan pada nampan atau lahan pembibitan atau ditanam pada polibag.

3. Pengumpulan dan pemanenan tumbuhan obat

Berdasarkan Permenkes 659/MENKES/SK/X/1991 mengenai Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik (CPOTB) yang memiliki landasan umum, bahwa obat tradisional diperlukan masyarakat untuk memelihara kesehatan, untuk mengobati gangguan kesehatan serta memulihkan kesehatan. Untuk mencapai itu perlu dilakukan langkah-langkah agar obat tradisional yang dihasilkan aman (safety), bermanfaat (efficacy), dan bermutu (quality). Disebutkan pula bahwa keamanan obat tradisional sangat tergantung pada bahan baku, bangunan, prosedur dan pelaksanaan proses pembuatan, peralatan, pengemas, serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional. CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional dengan pengawasan menyeluruh atau terpadu dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang selalu memenuhi persyaratan yang berlaku.

Dalam CPOTB, definisi bahan baku adalah sebagai berikut. Bahan baku ialah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnva, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Suatu definisi yang cukup jelas namun rumit juga karena dalam keterangan selanjutnya tidak dirinci dalam peraturan ini. Namun demikian mengenai istilah simplisia, sediaan galenik, dan bahan tambahan, batasannya terdapat dalam peraturan lain yang terkait dengan obat tradisional.

Dalam peraturan ini, definisi pembuatan ialah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan (termasuk penyiapan bahan baku), pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan. Jadi penyiapan bahan baku merupakan tahapan yang awal dan tidak boleh diabaikan, karena akan sangat menentukan mutu produk jadi obat tradisional. Selanjutnya akan diuraikan mengenai tahapan dalam penyiapan bahan baku obat tradisional, namun dalam kesempatan ini hanya diuraikan mengenai penyiapan simplisia dan sediaan galenik.

a. Penyiapan simplisia

Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu diperhatikan adalah (a) bahan baku simplisia, (b) proses pembuatan simplisia, dan (c) cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia.

1). Bahan baku simplisia. Dalam pembuatan simplisia, kualitas bahan baku simplisia merupakan faktor yang penting yang perlu diperhatikan. Sumber bahan baku dapat berupa tumbuhan, hewan, maupun mineral. Dalam uraian ini dibatasi yang berasal dari bahan nabati saja. Hal ini kami Iakukan karena berdasarkan kenyataan bahwa simplisia nabati merupakan komponen utama dalam produk obat tradisional. Simplisia nabati yang ideal dapat ditinjau dari asal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut dapat berasal dari tanaman budidaya maupun tumbuhan liar.

a). Tanaman budidaya. Tanaman ini sengaja dibudidaya seperti yang diuraikan di atas, di Eropa dan Amerika telah diberlakukan mengenai GAP (Good Agriculturing Practice) untuk digunakan sebagai sumber bahan baku simplisia. Untuk itu bibit tanaman harus dipilih yang baik, ditinjau dari penampilan dan kandungan senyawa berkhasiat, atau dengan kata lain berkualitas atau bermutu tinggi. Misalnya rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhizoma) dipilih yang rimpangnya besar-besar dan kandungan kurkuminoid serta minyak atsirinya tinggi. Simplisia yang berasal dari tanaman budidaya selain berkualitas, juga sama rata atau homogen sehingga dari waktu ke waktu akan dihasilkan simplisia yang bermutu mendekati ajeg atau konsisten. Dari simplisia tersebut akan dihasilkan produk obat tradisional yang “reproducible” atau ajeg khasiatnya. Perlu diperhatikan pula bahwa tanaman budidaya dapat bervariasi kualitasnya bila ditanam secara monokultur (tanaman tunggal) dibanding dengan tanaman tumpangsari. Demikian juga terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap penampilan dan kandungan kimia suatu tanaman, antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan pasca panen dsb. Sehingga tidak heran bila kita temukan dalam pasaran bahwa bahan tanaman sebagai bahan baku simplisia yang berasal dari daerah tertentu memiliki keunggulan tertentu pula.

b). Tumbuhan liar. Tumbuhan liar artinya tumbuhan tersebut tidak dibudidaya atau tumbuh liar. Sebetulnya tumbuhan liar tersebut dapat dibudidayakan. Namun hal ini jarang dilakukan oleh petani karena tradisi atau kebiasaan. Dari balai-balai penelitian dapat kita peroleh informasi mengenai cara budidaya tanaman obat tersebut yang semula merupakan tumbuhan liar. Mengenai cara budidaya juga dapat ditemukan dalam pustaka, misalnya Materia Medika Indonesia JiIid I dan II (sekarang sudah terbit enam jilid) atau buku lain yang terkait dengan tanaman obat. Agar bahan tumbuhan yang berasal dan tumbuhan liar ini mutunya dapat dipertahankan, dipenlukan pengawasan kualitas secara intern yang baik. Apabila suatu bahan baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini melangka, padahal permintaan pasar tinggi, maka sering kita jumpai adanya pemalsuan. Dan pengalaman dapat kita lacak kemudian dicatat asal-usul bahan tumbuhan yang berasal dari tumbuhan liar tersebut, kita periksa kadar bahan berkhasiat, sehingga kita dapat memilih bahan simplisia serupa untuk produk kita di masa mendatang. Pekerjaan terakhir ini dalam dunia botani disebut “mapping” artinya membuat peta mengenai habitat (tempat tumbuh) tumbuhan tertentu. Misalnya untuk mendapatkan kayuangin (Usnea spp.) sekarang harus mendatangkan dari Jawa Timur (Banyuwangi), karena di Jawa Tengah mulai jarang ditemukan. Sudah saatnya pegagan (Centella asiatica (L). Urban) dibudidayakan karena banyak jamu racikan yang rnengandung herba pegagan.

c). Bahan simplisia dipenoleh dan “pengepul”. Dalam hal ini ada yang berbentuk segar atau sudah merupakan simplisia. Untuk itu perlu penanganan yang khusus tergantung dari bentuknya tadi. Sayang sampai saat ini belum ada pengolah simplisia yang dapat diandalkan sehingga industri jamu dapat memperoleh simplisia yang bermutu dari pengolah tersebut.

b. Pemanenan pada saat yang tepat

Waktu pemanenan yang tepat akan menghasilkan simplisia yang mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Kandungan kimia dalam tumbuhan tidak sama sepanjang waktu. Kandungan kimia akan mencapai kadar optimum pada waktu tertentu. Di bawah ini akan diuraikan kapan waktu yang tepat untuk memanen bagian tumbuhan.

Ketentuan saat pemanenan tumbuhan atau bagian tumbuhan adalah sebagai benikut.

(a) Biji (semen) dipanen pada saat buah sudah tua atau buah mengering, misalnya biji kedawung.

(b) Buah (fructus) dikumpulkan pada saat buah sudah masak atau sudah tua tetapi belum masak, misalnya Iada (misalnya pada pemanenan lada, kalau dilakukan pada saat buah sudah tua tetapi belum masak akan dihasilkan lada hitam (Piperis nigri Fructus); tetapi kalau sudah masak akan dihasilkan lada putih (Piperis aIbi Fructus).

(c) Daun (folia) dikumpulkan pada saat tumbuhan menjelang berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah.

(d) Bunga (flores/flos) dipanen pada saat masih kuncup (misalnya cengkeh atau melati) atau tepat mekar (misalnya bunga mawar, bunga srigading).

(e) Kulit batang (cortex) diambil dari tanaman atau tumbuhan yang telah tua atau umun yang tepat, sebaiknya pada musim kemarau sehingga kulit kayu mudah dikelupas.

(f) Umbi Iapis (bulbus) dipanen pada waktu umbi mencapai besar optimum, yaitu pada waktu bagian atas tanaman sudah mulai mengering (misalnya bawang putih dan bawang merah).

(g) Rimpang atau “empon-empon (rhizomad) dipanen pada waktu pertumbuhan maksimal dan bagian di atas tanah sudah mulai mengering, yaitu pada permulaan musim kemarau.

c. Proses Pembuatan Simplisia

Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.

1). Sortasi basah. Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus benar dan murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh tercampur dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).

2). Pencucian. Pencucian seyogyanya jangan menggunakan air sungai, karena cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur, atau air ledeng (PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Ke dalam air untuk mencuci dapat dilarutkan kalium permanganat seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.

3). Perajangan. Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin perajang singkong dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat).

4). Pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat. Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif dan kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara pengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak kandungan aktifnya.

5). Sortasi kering. Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia yang rusak karena sebagai akibat proses sebelumnya.

6). Pengepakan dan penyimpanan. Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia yang mengandung minyak atsiri jangan dipak dalam wadah plastik, karena plastik akan menyerap bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau karung plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung goni atau karung plastik praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan ditumpuk. Selain itu, cara menghandelnya juga mudah serta cukup menjamin dan melindungi simplisia di dalamnya. Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya. Pengepak yang dibuat dari aluminium atau kaleng dan seng mudah melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik atau malam atau yang sejenis dengan itu. Penyimpanan harus teratur, rapi, untuk mencegah resiko tercemar atau saling mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya. Simplisia yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya. Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi syarat antara lain harus bersih, tentutup, sirkulasi udara baik, tidak lembab, penerangan cukup bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam gudang, konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga serangga atau tikus tidak dapat Ieluasa masuk, tidak mudah kebanjiran serta terdapat alas dari kayu yang baik (hati-hati karena balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain untuk meletakkan simplisia yang sudah dipak tadi. Pengeluaran simplisia yang disimpan harus dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan Iebih awal (“First in — First out” = FIFO).

d. Pemeriksaan mutu

Pemeriksaan mutu simplisia sebaiknya dilakukan secara periodik, selain juga harus diperhatikan untuk pertama kali dilakukan yaitu pada saat bahan simplisia diterima dari pengepul atau pedagang Iainnya. Buku pedoman yang digunakan sebagai pegangan adalah Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Agar diperoleh simplisia yang tepat, sebaiknya dilakukan arsipasi simplisia sebagai standar intern atau pembanding. Mengenai pemeriksaan mutu, dalam benak kami menginginkan adanya Iaboratorium pemeriksaan mutu simplisia atau obat tradisional yang terakreditasi serta dapat melayani kebutuhan pemeriksaan mutu dari produsen obat tradisional.

e. Rangkuman

Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehaten RI yang terkait dengan obat tradisional sangat bagus. Namun demikian bila pelaksanaannya sulit dilaksanakan oleh produsen maka peraturan itu tidak akan dilaksanakan dengan baik. Akibatnya produk yang dihasilkan tidak seperti yang diinginkan serta CPOTB tidak dapat dilaksanakan secara lengkap. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu dicari solusinya yang tepat dan cepat. Di Amerika Serikat dan negara MEE (Eropa) merekomendasikan bahwa pemeriksaan mutu obat tradisional secara mikroskopi, kromatografi lapis tipis, dan HPLC merupakan cara baku yang digunakan.

Pustaka Acuan

Departemen Kesehatan R.I., 1994, Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional, Dirwas Obat Tradisional, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 1976 .... 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid I ...VI, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Dirwas Obat Tradisional, Jakarta.

Seabaugh,K. and Smith, M., 1996, USP Open Conference on Botanicals for Medical and Dietary Uses: Standards and Information Issues, The United States Pharmacopeial Convention, Inc., Rockville, Maryland.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar