bobo' ah ===>>>

Photobucket

Selasa, 13 Juli 2010

Hikmah Dibalik Rasa Sakit


Tidak seorang pun di dunia ini yang belum pernah merasa sakit, baik itu sakit secara fisik maupun sakit secara psikis (kejiwaan), baik berat maupun ringan. Rasa sakit yang kita derita merupakan anugrah yang musti kita syukuri, karena dengan rasa sakit itu kita akan belelajar bagaimana mensyukuri nikmat sehat.

Sakit memiliki dimensi yang unik, satu sisi dapat membawa kita menjadi pribadi yang mulia disisi lain rasa sakit dapat membawa kita menjuju jurang kehancuran. Tak jarang tatkala kita sakit justru ibadah, kerja dan upaya kita membantu orang lain menurun. Berbarengan dengan itu pula, kita jadi pemalas, pemarah dan lupa berdzikir kepada-Nya. Di saat inilah sebenarnya iman dan Islam kita diuji, apakah tatkala sakit kita masih menjadi orang yang sayang kepada istri, anak, tetangga, sahabat kita? Apakah ketika sakit kita tetap mampu beribadah dan bekerja sebagaimana kita sehat?

Sakit merupakan sesuatu yang biasa, alamiah. Karena itu tak perlu ditakuti dan dicemaskan. Justru ketika sakit datang, kita harus menyambutnya dengan rasa suka cita. Lewat sakitlah Sang Pencipta sakit berkehendak mendidik kita untuk jadi orang yang lemah lembut, peduli dengan yang lain, banyak berdzikir, hidup sederhana dan selalu siap dengan kubur (sakaratul maut).

Sang Khaliq sendiri sangat mencintai terhadap hamba-hamba-Nya yang selalu sabar dan tabah dalam derita dan sengsara. Karena mereka yang berani mengalami penderitaan dan kesengasaraan hidup berarti mereka telah siap berjuang dengan sesungguhnya.

Banyak kisah indah yang perlu kita teladani dalam hidup ini ketika mengahadapi derita. Bukankah para Nabi hidup penuh dengan derita pisik dan psikis (mental)? Bukankah mereka yang paling dahsyat mendapat intimidasi dari kaumnya sendiri? Nabi Nuh As dicerca, dicemooh kaumnya, Nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrud dan diusir ayahnya, Azar dan Nabi Muhammad Saw dilempari kotoran, dicerca, dihina dan diusir kaumnya?

Alangkah agungnya para kekasih Allah itu. Kendati mereka mengalami cercaan, hinaan hidup, mereka tetap menjadi manusia yang mulia; bersabar, tetap banyak ibadah, dan selalu berdzikir kepada Allah.

Rasulullah Saw. telah memberi kabar gembira bagi mereka yang tetap sabar dan tabah saat ditimpa sakit, musibah ataupun derita lainnya. Bagi mereka adalah ampunan dari-Nya atas dosa-dosa yang dilakukannya?Tidaklah musibah, penyakit, kesengsaraan, kesedihan dan rasa sakit menimpa seorang muslim, bahkan sampai duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya?

Orang-orang yang bersabar dengan penderitaan sebagai hamba-hamba-Nya yang memperoleh kebajikan. Mereka inilah orang-orang yang benar imanya (karena telah teruji) dan mereka inilah kelompok muttaqien yang sesungguhnya. Sakit adalah batu ujian bagi kita untuk menaikan derajat kita ketingkat yang lebih tinggi lagi. Dengan sakit kita akan tahu bawa sehat itu adalah nikmat yang tida bandingannya dan kita tidak akan pernah lagi menyia-nyaiakan nikmat sehat dengan berbuat sekehendak kita, berbuat dosa dan menyengsarakan orang lain

Renungan Buat Suami

Wahai sang suami ….

Apakah membebanimu wahai hamba Allah, untuk tersenyum di hadapan istrimu dikala anda masuk ketemu istri tercinta, agar anda meraih pahala dari Allah?!!

Apakah membebanimu untuk berwajah yang berseri-seri tatkala anda melihat anak dan istrimu?!!

Apakah menyulitkanmu wahai hamba Allah, untuk merangkul istrimu, mengecup pipinya serta bercumbu disaat anda menghampiri dirinya?!!

Apakah memberatkanmu untuk mengangkat sesuap nasi dan meletakkannya di mulut sang istri, agar anda mendapat pahala?!!

Apakah termasuk susuh, kalau anda masuk rumah sambil mengucapkan salam dengan lengkap : “Assalamu`alaikum Warahmatullah Wabarakatuh” agar anda meraih 30 kebaikan?!!

Apa yang membebanimu, jika anda menuturkan untaian kata-kata yang baik yang disenangi kekasihmu, walaupun agak terpaksa, dan mengandung bohong yang dibolehkan?!!

Tanyalah keadaan istrimu di saat anda masuk rumah!!

Apakah memberatkanmu, jika anda menuturkan kepada istrimu di saat masuk rumah : “Duhai kekasihku, semenjak Kanda keluar dari sisimu, dari pagi sampai sekarang, serasa bagaikan setahun”.

Sesungguhnya, jika anda betul-betul mengharapkan pahala dari Allah walau anda letih dan lelah, anda mendekati sang istri tercinta dan menjimaknya, maka anda mendapatkan pahala dari Allah, karena Rasulullah bersabda :”Dan di air mani seseorang kalian ada sedekah”.

Apakah melelahkanmu wahai hamba Allah, jika anda berdoa dan berkata : Ya. Allah perbaikilah istriku dan berkatilah daku pada dirinya.

Ucapan baik adalah sedekah.

Wajah yang berseri dan senyum yang manis di hadapan istri adalah sedekah.

Mengucapkan salam mengandung beberapa kebaikan.

Berjabat tangan mengugurkan dosa-dosa.

Berhubungan badan mendapatkan pahala.

(Sumber: “Fiqh pergaulan suami istri ” oleh Syeikh Mushtofa Al Adawi)

Menyikapi Hawa Nafsu Secara Bijak

nafsu

Manusia dilahirkan dengan membawa nafsu, selain rasa dan kemampuan untuk berfikir. Hawa nafsu inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk-NYA yang lain. Malaikat diciptakan sebagai makhluk yang suci dan terjaga dari dosa karena ia tidak memiliki hawa nafsu. Sementara itu, syaitan dan iblis menjadi biangnya pembuat onar dan dosa karena ia hanya mengutamakan hawa nafsunya semata. Manusia merupakan makhluk yang paling mulia kedudukannya di hadapan-NYA lebih dari seorang malaikan apa bila manusia itu bisa mengendalikan hawa nafsunya dengan bijak, namun demikian bisa juga manusia menjadi lebih hina dari pada iblis terlaknat jika manusia hanya memperturutkan hawa nafsunya.

Hawa nafsu merupakan kecenderungan alamiah terhadap sesuatu yang sesuai dengannnya. Kecenderungan tersebut diciptakan dalam diri manusia demi menjaga kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Kawan coba bayangkan seandainya dalam diri manusia tidak ada kecenderungan untuk makan, minum, dan menikah maka kelangsungan hidup manusia di muka bumi akan terhenti. Hawa nafsu merupakan kepeluan bagi manusia karena sesuai dengan apa yang diinginkannya, sebagaimana amarah yang merupakan perwujudan dari penolakan terhadap sesuatu yang menyakitkan. Oleh karena itu hawa nafsu tidak layak untuk di cela dan tidak layak pula untuk dipuja secara mutlah sebagaimana halnya amarah. Kawan, yang dicela adalah sesuatu yang berlebih-lebihan diantara keduanya saat melakukannya demi memperoleh manfaat dan demi mencegah mudarat.

Seseorang yang memperturutkan hawa nafsu dan amarahnya tidak akan mampu mengondisikan dirinya untuk memperoleh manfaat dari sikapnya tersebut. Disaat itulah hawa nafsu dan amarah akan dicela karena yang paling dominan dampaknya pada saat itu adalah keburukan (mudarat). Kawan, jarang sekali orang yang akan dapat bersikap bijak dalam kondisi seperti itu, sebagaimana jarangnya untuk saling berdampingan antara air, api, udara dan tanah. Memposisikan hawa nafsu dan amarah secara bijak dari segala sisi jarang sekali mampu dilakukan orang, kecuali hanya segelintir saja dan mereka adalah orang yang berilmu.

Pada satu sisi, hawa nafsu merupakan kekuatan terpendam yang tidak bisa dipercayai keberadaannya, namun disisi lain, hawa nafsu dapa menjerumuskan pemiliknya. Kawan, yang jelas adalah hawa nafsu dakan membawa seseorang pada kenikmatan semu tanpa memikirkan akibat yang akan menimpanya. Ia kerap kali menganjurkan pada pemiliknya untuk selalu meraih beragam kesenangan nisbi sekalipun akan berdampak pada timpulnya penderitaan yang besar. Hawa nafsu akan membutakan pemiliknya untuk memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan dari perbuatanya tersebut.

Kawan, hindarilah jeratan hawa nafsu karena ia dapat menjerumuskan kita pada perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Seseorang dapat terhindar dari jerat hawa nafsu melalu beberapa cara, antara lain:

  1. Bertekat bulat untuk bisa terlepas dari jerat hawa nafsu
  2. Meneguk kesabaran yang mendorongnya untuk bertahan dalam merasakan kepahitan disaat membebaskan diri dari jerat hawa nafsu
  3. Menyadari bahwa ada nilai positif yang dapat kita raih dari kesabaran yang kita lakukan
  4. Selalu menyadari akan adanya penderitaan yang selalu bertambah dalam kenikmatan disaat kita memperturutkan hawa nafsu.
  5. Memikirkan bahwa kita diciptakan bukan untuk memperturutkan hawa nafsu, akan tetapi kita diciptakan untuk meraih kemenangan di hari nanti.

Hawa nafsu diciptakan bukan untuk dipuja, akan tetapi hawa nafsu diciptakan untuk lebih memperindah hidup kita di dunia ini. Sikapilah hawa nafsu secara bijak, karena jika kita salah dalam menilai hawa nafsu tersebut ia dapat membawa kita pada jurang kehancuran.

Renungan Buat Sang Istri

istri

Wahai sang Istri …. apakah sekarang ini dinda sudah menjadi seorang istri yang selalu didamba oleh suami? Apakah sekarang ini dinda telah memberikan yang terbaik untuk suami? Wahai para istri, sudahkan kalian mendidika anak-anak suami-suami anda dengan baik. Sudahkah anda menjaga kehormatan suami-suami anda. Waha para istri sudahkah anda menjadi penyejuk suami kala meraka lelah dan marah karena rumitnya urusan dunia ini. Jadikanlah diri anda sebagai pelita dikala suami anda dalam kegelapan. Jadilah diri anda sebagai pengayom dan penengang jiwa-jiwa suami anda. Wahai sang istri renungkanlah barang sejenak hal berikut.

  1. Apakah akan membahayakan dirimu, kalau anda menemui suamimu dengan wajah yang berseri, dihiasi senyum yang manis di saat dia masuk rumah.?
  2. Apakah memberatkanmu, apabila anda menghapus debu dari wajahnya, kepala, dan baju serta mengecup pipinya.?!!
  3. Apakah anda akan merasa sulit, jika anda menunggu sejenak di saat dia memasuki rumah, dan tetap berdiri sampai dia duduk.!!!
  4. Mungkin tidak akan menyulitkanmu, jika anda berkata kepada suami: “Alhamdulillah atas keselamatan Kanda, kami sangat rindu kedatanganmu, selamat datang kekasihku”.
  5. Berdandanlah untuk suamimu -harapkanlah pahala dari Allah di waktu anda berdandan itu, karena Allah itu Indah dan mencintai keindahan- pakailah parfum, dan bermake up-lah, serta pakailah busana yang paling indah untuk menyambut suamimu.
  6. Jauhi dan jauhilah bermuka asam dan cemberut.
  7. Janganlah anda mendengar dan menghiraukan perusak dan pengacau yang akan merusak dan mengacaukan keharmonisanmu dengan suami.
  8. Janganlah selalu tampak sedih dan gelisah, akan tetapi berlindunglah kepada Allah dari rasa gelisah, sedih, malas dan lemah.
  9. Janganlah berbicara terhadap laki-laki lain dengan lemah-lambut, sehingga menyebabkan orang yang di hatinya ada penyakit mendekatimu dan mengira hal-hal yang jelek terhadap dirimu.
  10. Selalulah berada dalam keadaan lapang dada, hati tentram, dan ingat kepada Allah setiap saat.
  11. Ringankanlah suamimu dari setiap keletihan, kepedihan dan musibah serta kesedihan yang menimpanya.
  12. Suruhlah suamimu untuk berbakti kepada ibu bapaknya.
  13. Didiklah anak-anakmu dengan baik. Isilah rumah dengan tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir, perbanyaklah membaca Al-Quran terutama surat Al-Baqarah, karena surat itu dapat mengusir syeitan.
  14. Bangunkanlah suamimu untuk melaksanakan shalat malam, doronglah dia untuk melakukan puasa sunat, ingatkan dia akan keutamaan bersedekah, dan jangan anda menghalanginya untuk menjalin hubungan siraturrahim dengan karib kerabatnya.
  15. Perbanyaklah beristighfar untuk dirimu, suamimu, serta kedua orang tua dan seluruh kaum muslimin. Berdoalah kepada Allah, agar dianugerahkan keturunan yang baik, niat yang baik serta kebaikan dunia dan akhirat. Ketahuilah sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar doa dan mencintai orang yang nyinyir dalam meminta.

(Disardur dari: Fikih Pergaulan Suami Istri, Syeikh Mushtofa Al Adawi)

Lailatul Qadar, Malam Teristimewa Di Bulan Ramadhan

lailatul qadar

Bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan berkah. Semua amal kebaikan kita akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Diantara keistimewaan bulan ramadhan yaitu adanya subuah malam yang sangat istimewa. Malam yang lebih utama dari seribu bulan, sebuah malam yang telah dianugrahi oleh Allah SWT kepada hamba terpilih. Malam itu adalah Lailatul Qodar.

Keistimewaan Lailatul Qadar dari malam-malam lainnya sepanjang tahun adalah nilainya lebih utama dibandingkan dengan seribu bulan. Pada malam Lailatul Qadar semua amal ibadah seorang muslim yang dilakukan pada malam tersebut nilainya lebih baik daripada amalan serupa yang dikerjakan dalam seribu bulan yang lainnya. Selain itu, pada malam Lailatul Qadar para malaikat dibawah pimpinan malaikat Jibril turun ke bumi untuk mengatur urusan, mengucapkan salam, dan mendoakan hamba-hamba Allah yang tengah khusyu’ beribadah. Pada malam itu, pintu-pintu langit dibuka, dan Allah SWT menerima taubat hamba-hambaNYA yang memohon ampunan.

Rasulullah SAW bersabda

“Barangsiapa yang melaksanakan qiyamul lail pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan ridlo Allah, mala Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. Tanda-tanda malam Lailatul Qodar seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW adalah: “Pada saat terjadinya Lailatul Qodar, malam terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk tidak terasa panas dan tidak terasa dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih, terang benerang tanpa tertutup oleh suatu awanpun”.

Sebagai kaum muslim, sangat dianjurkan untuk berusaha mendapatkan Lailatul Qodar. Untuk menggapai Lailatul Qodar ada bebarapa hal yang dapat kita lakukan. Pertama, meningkatkan kualitas serta kualitas semua pelaksanaan ibadah pada siang dan malam hari di bulan ramadhan seraya menjauhkan diri dari segala hal yang dapat mengurangi pahala amalan di bulan ramadhan. Kedua, berusaha melakukan i’tikaf dengan sempurna pada hari-hari di bulan ramadhan. Ketiga, melakukan qiyamullail dan tilawah Al-Quran. Keempat, melakukan dzikir, tafakur, tadabur, memperbayak taubat dan doa kepadaNYA.

Semoga kita menjadi hamba terpilih yang dapat merasakan manisnya malam seribu bulan, malam Lailatul Qodar. Perbanyak amal dan ibadah serta berserah dirilah padaNYA. Konsistensi dan kontinuitas dalam beribadah merupakan hal yang harus selalu kita utamakan.

(Dari berbagai sumber)

Pemimpin Itu Bernama Hati

heartJiwa adalah hati. Ia laksana matahari yang menerangi sekaligus merupakan hakikat kita yang terdalam. Sebab, jasad adalah permulaan dan ia akan rusak, sedangkan jiwa adalah akhir dan ialah yang pertama dan disebut hati (jantung). Tapi jantung yang dimaksud bukanlah sepotong daging yang ada di rongga dada sebelah kiri itu. Sebab, kalau itu, pada binatang dan mayat pun ada.

Saudaraku, segala sesuatu yang dapat kita lihat melalui mata lahir adalah termasuk alam. Alam yang dimaksud adalah alam syahadah (dunia yang bisa dilihat), sedangkan hakikat hati bukanlah dari alam syahadah ini, tapi dari alam ghaib. Di dunia ini dia asing dan “potongan daging” itu adalah sekedar kendaraannya. Adapun semua anggota badan merupakan bala-tentara atau prajurit-prajutitnya.

Dialah (hati) sang raja. Ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah) dan musyahadah (menyaksikan) keelokan hadhirat Ilahi merupakan ciri-cirinya. Taklif (beban keagamaan) dan khitab (firman), kepadanyalah ditujukan. Ialah yang mendapat hukuman dan pahala, kebahagiaan dan kesengsaraan.

Saudaraku, jika hati ini adalah pemimpin dari semua yang ada pada diri manusia. Maka kenalilah seluruh pasukan (prajurit) hati yang kerap mengiringi kemanapun hati berkehendak ini. Karena (dengan mengenali pasukan hati) itu adalah landasan utama mujahadah, sebab orang yang tidak mengenal pasukannya, tentu perjuangannya tidak sah.

Saudaraku, kita perlu mengenal dua macam pasukan hati. Pertama, pasukan lahir, yang berupa nafsu dan angkara murka, dimana tempatnya pada kedua tangan, kedua kaki, kedua mata, kedua telinga, mulut dan segenap anggota badan. Sedangkan pasukan yang kedua adalah pasukan bathin, tempatnya dibenak, berupa kekuatan khayali (imajinasi), daya pikir, daya ingat, daya hafal dan angan-angan.

Masing-masing kekuatan, dari kekuatan-kekuatan ini mempunyai fungsi tertentu. Bila salah satu dari kekuatan-kekuatan itu lemah, maka lemah pula keadaan manusia di dunia maupun di akhirat.

Dan saudaraku, hati lah yang menjadi komandan kedua pasukan itu. Bila ia memerintahkan lisan untuk berdzikir, maka lisanpun berdzikir, bila ia memerintahkan tangan untuk memukul, tangan pun memukul, dan bila ia memerintahkan kaki untuk melangkah, maka kaki pun melangkah. Demikian pula dengan panca indera. Dengan demikian, manusia dapat menjaga dirinya sendiri agar dapat menyimpan perbekalan bagi kehidupannya di akhirat.

Saudaraku, seluruh pasukan itu hakikatnya tunduk patuh kepada hati sebagaimana para malaikat tunduk patuh kepada Allah swt, tidak pernah menyalahi perintah-Nya. Maka saudaraku, jika kita telah benar-benar merawat dan menjaga selalu kebersihan hati ini, tentu ia akan gundah tatkala salah satu pasukannya berbuat ingkar. Resah pun menggelayut saat pasukan yang lain menyalahi perintahnya.

Saudaraku, hati akan merasa sakit begitu pasukan-pasukan hatinya, berdusta, menyimpang dari ketentuan Ilah, berbuat maksiat atau bahkan mengingkari hakikat kebenaran dan kepatuhan yang dicontohkan Malaikat dalam diri kita. Namun jika kita terus membiarkan keadaan ini berlangsung, tentu hati sang pemimpin ini tidak hanya akan sakit bahkan mati. Jika ia telah mati, maka nafsu dan angkara murka lah yang menguasai keseluruhan jasad dan raga manusia.

Oleh karena itu saudaraku, jangan biarkan pasukan-pasukan hati ini menyakiti pemimpin mereka. Bahkan, cegahlah mereka dari upaya membunuh hati ini dengan terus tanpa henti menyabut nama sang pencipta dan pemelihara hati. Dzikrullah, adalah salah satu pengobat dan pelindung hati dari angkara murka, nafsu dan amarah.

(Sumber: Manajemen Hati; Al Ghazali)

Ketika Dosa Kita Sedalam Samudra

Pernahkah kita menghitung dosa yang kita lakukan dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun bahkan sepanjang usia kita? Andaikan saja kita bersedia menyediakan satu kotak kosong, lalu kita masukkan semua dosa-dosa yang kita lakukan, kira-kira apa yang terjadi? Saya menduga kuat bahwa kotak tersebut sudah tak berbentuk kotak lagi, karena tak mampu menaham muatan dosa kita.

Bukankah shalat kita masih “bolong-bolong”? Bukankah pernah kita tahan hak orang miskin yang ada di harta kita? Bukankah pernah kita kobarkan rasa dengki dan permusuhan kepada sesama muslim? Bukankah kita pernah melepitkan selembar amplop agar urusan kita lancar? Bukankah pernah kita terima uang tak jelas statusnya sehingga pendapatan kita berlipat ganda? Bukankah kita tak mau menolong saudara kita yg dalam kesulitan walaupun kita sanggup menolongnya? Dan daftar ini akan semakin panjang dan tidak berujung untuk mendaftar berapa banyaknya dosa yang telah kita lakukan selama ini…..

Lalu, apa yang harus kita lakukan?

Allah berfirman dalam Surat az-Zumar (39: 53) “Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Indah benar ayat ini, Allah menyapa kita dengan panggilan yang bernada teguran, namun tidak diikuti dengan kalimat yang berbau murka. Justru Allah mengingatkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah. Allah pun menjanjikan untuk mengampuni dosa-dosa kita.

Karena itu, kosongkanlah lagi kotak yang telah penuh tadi dengan taubat pada-Nya.Kita kembalikan kotak itu seperti keadaan semula, kita kembalikan jiwa kita ke pada jiwa yang fitri dan nazih.

Jika kita mempunyai onta yang lengkap dengan segala perabotannya, lalu tiba-tiba onta itu hilang. Bukankah anda sedih? Bagaimana kalau tiba-tiba onta itu datang kembali berjalan menuju anda lengkap dengan segala perbekalannya? Bukankah Anda akan bahagia? “Ketahuilah, “kata Rasul, “Allah akan lebih senang lagi melihat hamba-Nya yang berlumuran dosa berjalan kembali menuju-Nya!”

Allah berfirman: “Dan kembalilahh kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS 39:54) Seperti onta yang sesat jalan dan mungkin telah tenggelam di dasar samudera, mengapa kita tak berjalan kembali menuju Allah dan menangis di “kaki kebesaran-Nya” mengakui kesalahan kita dan memohon ampunNya……

Wahai Tuhan Yang Kasih Sayang-Nya lebih besar dari murka-Nya, Ampuni kami Ya Allah!

(Disardur dari Nadirsyah Hosen)

Zikir dan Perubahan Sikap Hidup

Sikap hidup yang baik merupakan cerminan pribadi muslim yang baik pula. Di dunia ini tidak ada satu orang pun yang belum pernah berbuat dosa dan kesalahan. Tiap orang pernah melakukan kesalahan baik itu kesalahan kecil maupun yang besar. Orang yang baik bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, akan tetapi orang yang baik adalah orang yang dengan segera kembali kejalan yang benar setiap kali ia melakukan kesalahah. Zikir merupakan media penyucian diri dengan jalan merendahkan diri di hadapan Allah SWT dan membersihkan hati dari kotoran (najis) dari berbagai hasrat hati yang jelek. Seperti sombong, serakah, iri dan suka berdusta. Dengan zikir manusia diharapkan dapat melawan hawa nafsu dan keinginan berbuat dosa dengan selalu mengingat pada Allah SWT.

Dengan demikian zikir seperti obat, yang dapat menyembuhkan penyakit bagi orang yang mengidapnya. Namun manfaat khusus dengan selalu berzikir kepada Allah adalah terjadinya perubahan ruhani menuju yang lebih baik. Perubahan ruhani menuju yang baik akan meng- akibatkan berefek pada kesehatan jasmani juga.

Dalam berzikir harus dilakukan dengan menyesuaikan maqamnya. Penyesuaian ini perlu karena jika tidak, akan berakibat pada frustasinya orang tersebut. Karena langsung melakukan hal-hal yang berat menurut hatinya. Untuk memulai berzikir hendaklah dengan menyebut asma-asma Allah. Nama-nama yang mulia ini merupakan cara yang baik untuk mengawali ber-zikir. Dengan mengucapkan nama-nama Allah akan memberikan persepsi pada orang tersebut. Karena pada asma-asma Ilahi itu terdapat dua dimensi.

Menurut Muhammad Mahdi Thabathaba’i Bahrul Ulum, seorang syaikh sufi, yakni pertama setelah pemahaman nama-nama ini terhadap dirinya sendiri; sebab masing-masing darinya mengandung spritualitas khusus (ruhaniyyah khashah). Sedangkan yang kedua, sumber nama-nama ini, yaitu Allah SWT, dimana cahaya sempurna (an-nuraniyyah at-tammah) tampak dan memanifestasi dalam nama-nama itu.

Pada setiap nama dari nama-nama Ilahi yang mulia akan tampak dua aspek itu. Dan setiap nama merupakan manifestasi dari dua aspek tersebut, yaitu aspek spritualitas (ar-ruhaniyyah) dan cahaya (an-nuraniyyah). Ketika seorang yang sedang berfikir menyebut asma-asma Allah, maka ruhaniyyah dan nuraniyyah nama itu akan tampak, dan akan memanifestasi pada eksistensi pezikir. Kedua aspek tersebut akan mewujud dalam satu pribadi, dan ini tampak pada sikap-sikap lahiriah dari perilakunya.

Sesungguhnya menyibukkan diri dengan zikir, yang merupakan manifestasi dari harapan, cinta, karunia, rahmat, kelembutan; yang merupakan perwujudan dari rasa takut, kekuatan, marah, siksaan, dan pengawasan, atau yang merupakan perwujudan dari kebesaran, ketinggian, keagungan, semua itu harus dilakukan sesuai dengan tuntutan keadaan, dan sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak terjadi kerusakan dan pengaruh yang berlawanan.

Allah Yang Maha agung, Yang Mencurahkan ribuan karunia, kasih sayang, nikmat dan rahmat, kebaikan umum dan khusus, materi dan ruhani. Tak seorang pun mampu melunasi hutangnya dengan sempurna. Maka, seorang hamba harus berusaha sekuatnya dalam meningkatkan derajat zikir untuk menggapai semua sisi (baik secara kualitas maupun kuantitas) sehingga ia benar-benar merasakan hakikat zikir dan konsentrasi.

Sesungguhnya zikir dan menghadap Allah SWT merupakan sarana satu-satunya untuk merasakan keterikatan dan kedekatan dengan keagungan-Nya. Selama manusia belum mendekat kepada maqam kepada Allah SWT dan keindahan-Nya, maka ia tidak dapat mengenal hakikat tauhid al-af’ali dan ash-shifathi. Ketika ia berhasil menetap di wilayah tauhid itu dan menyaksikan langsung hakikat ini, maka ia akan memperoleh taufik pengetahuan maqam al-fardaniyyah, yaitu penyaksian hakikat tauhid zat. Di sinilah seorang hamba akan mengetahui hakikat penghambaannya dan kefanaannya.

Menurut Bahrul Ulum, seorang yang syaikh yang banyak mempunyai pengalaman ruhani ada lima hal yang diperlukan dalam melakukan zikir. Pertama: Hendaklah ia membayangkan cahaya wali dan Rasul pada saat zikr al-khayali. Dengan juga diiringi rasa rendah diri terhadap sesuatu yang dijadikan objek zikir, dan ia berharap agar ia dikarunia syafaat. Rasul dan para wali ini menjadi proyeksi hidup dalam menjalani kehidupan. Figur-figur suci ini akan memberikan keteladanan dan semangat untuk melaksanakan perintah Tuhan.

Pada tahap-tahap permulaan seorang yang berzikir mungkin belum berpisah dengan dunia, dan termasuk pesona dunia adalah panca inderanya yang zahir dan batin, dan ia belum memeperoleh keadaan tobat dan konsentrasi pada alam metafisik. Oleh karena itu, hendaklah jalan menuju kebenaran Ilahi tidak condong kepada arah yang lain, karena perjalanan ruhani merupakan sarana menuju keikhlasan dalam beribadah kepada Allah.

Hal yang kedua, yaitu berwirid. Dengan wirid ini orang-orang yang tertutup dan ornag-orang yang memiliki hati yang hitam, para pecinta dunia, orang-orang yang terpolusi dengan ketergantungan pada lahiriah sebagai akibat dari ketenggelaman dalam kecenderungan- kecenderungan nafsu dan program-program materi, dimana mereka tidak mampu memperoleh dengan mudah keadaan tobat, konsentrasi, dan suasana spritual.

Maka dengan berwirid orang tersebut harus membebaskan dirinya dari berbagai belenggu dan dari kegelapan penyimpangan serta dari berbagai hijab lahir dan batin. Wirid menjadi sebuah sarana praktis untuk melakukan latihan-latihan ruhani. Dengan keteraturan wirid maka akan timbul sebuah kebiasaan untuk selalu mengingat Allah dalam segala tempat dan sepanjang waktu.

Ketiga yaitu munajat. Munajat berarti menunjukkan sesuatu yang tersembunyi dalam hati dan batin manusia, dan menampakkan maslah- masalah yang tersembunyi dengan berbicara. Munajat merupakan sarana terbaik untuk memperoleh keterikatan dan mewujudkan konsentrasi penuh serta menghilangkan tabir-tabir antara hamba dan Allah SWT. Keterikatan dan hubungan ruhani dalam munajat berbeda dengan zikir. Munajat dilakukan setelah menguasai keadaan tertentu, dan sesuai dengan tuntutan keadaan itu, dari rasa takut dan berharap, meminta maaf, menunjukkan penghambaan dan ketundukkan serta rasa cinta dan sebagainya, tetapi zikir justru berusaha menciptakan keadaan tersebut.

Bagian keempat, untuk berzikir hendaklah sebisa mungkin memulai dengan pikiran. Seseorang hendaklah mengerti dan sadar dalam memperhatikan objek pikirannya harus sesuai dengan kekuatan spritual dan basirahnya. Pikiran itu sama dengan pencapaian spiritualitas dan peniupan ruhani dalam zikir. Banyak hakikat-hakikat yang tidak dapat dicapai dengan ibadah-ibadah yang banyak, yang ternyata menjadi jelas dan tersingkap melalui pemikiran , yang dilakukan dengan konsentrasi khusus dan dengan kejernihan hati. Pada sebagian keadaan dari pemikiran satu jam saja sebanding dengan ibadah tujuhpuluh tahun yang dilakukan tanpa konsentrasi dan makrifat bahkan pemikiran jauh lebih baik darinya.

Sedangkan kelima adalah menjaga kesinambungan. Menjaga Kesinambungan seluruh zikir dan wirid sehingga kefektifannya akan tampak. Keefektifan ini dengan memperhatikan maqam dan derajat dari zikir tersebut. Dengan melaksanakan secara teratur dan waktu yang khusus akan memberikan dampak yang luar biasa bagi perubahan ruhani. Dari semua hal tersebut, ada faktor yang cukup penting saat melaksanakan zikir. Dalam menjalankan zikir ini hendaklah didukung oleh lingkungan, misalnya keluarga. Karena ini akan menunjang kekhusuan dalam berzikir. Gangguan-gangguan yang tidak perlu seperti suasana rumah yang berisik, dapat terhindar jika keluarga sudah mengerti anda sedang berzikir.

Demikian pula dengan masalah jiwa sosial. Zikir bukanlah penghalang untuk mengabaikan persoalan kemasyarakatan. Karena jiwa sosial adalah bentuk kecintaan dalam menjalankan dan memperbaiki suatu persoalan, juga usaha mengurus dan menjaga keluarga. Ketika hubungan dan kesatuan antara berhubungan kepada Allah dan juga masyarakat menguat, maka jiwa sosial akan meningkat pada tingkatan keikhlasan yang lebih. Karena perilaku sosial pezikir itu bukanlah sebuah perbuatan artifisial semata, tapi merupakan integrasi antara aspek ruhani dan lahiriah.

(Dari berbagai sumber)

Kamatian Merupakan Nasihat Bagi Orang Beriman


Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang. Kematian merupakan cerminan bagi diri kita untuk selalu mawas diri dan berserah diri pada NYA. Kematian telah mengajarkan banyak hal bagi orang-orang yang mau berfikir.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.

  1. Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga.Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detikpun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.
  2. Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa. Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya. Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikerasakan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir. Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran. Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naïf kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.
  3. Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa. Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu. Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. cuma tubuh kecil yang telanjang.
    Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga. Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.
  4. Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara. Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini. Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.
  5. Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga. Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Mengenal Hakikat Diri Sebagai Manusia


Marilah kita semua merenung mengenai hakikat diri masing-masing, tanpa bermain ayat dan tanpa harus bersusah payah berpikir dengan semua dalil dan teori yang memusingkan kepala. Saya mencoba memperkenalkan metode pengenalan diri melalui nama surah (khususnya 5 surah pertama) dari al-Qur’an dengan semua kesederhanaan kalimatnya. Surah pertama dalam al-Qur’an adalah al-Fatihah, surah ini juga dikenal sebagai surah pembuka, ummul Qur’an, surah 7 ayat berulang dan sebagainya. Inilah inti dari al-Qur’an, tanpa surah ini maka sebuah kitab tidak bisa disebut al-Qur’an, tanpa membaca surah ini pula maka tidak syah sholat seorang muslim bahkan tanpa membaca surah ini pula menurut perhitungan matematis Dr. Rasyad Khalifah berarti seorang muslim sudah menghilangkan kata sandi senilai 608, karena setiap huruf dalam al-Fatihah memiliki nilai tersendiri.

Setiap manusia, siapapun itu didalam sejarah hidupnya pasti melalui surah al-Fatihah, artinya kita-kita ini pasti pernah memulai dari awal, dari dasar. Apa awal dari manusia? Nutfahkah? mungkin jawaban ini benar, tetapi nutfah adalah pembentuk awal kemanusiaan dan bukan awal dari manusia itu sendiri. Awal kehidupan manusia dimulai sejak ia dilahirkan ibunya kedunia ini. Detik pertama dia menghirup udara maka detik itupulalah sejarah manusia tersebut dimulai.

Bahkan seorang ‘Isa al-Masih yang proses kejadiannya tampak begitu istimewa, tidak terkecuali untuk memulai hidupnya dari seorang bayi merah. Sama seperti yang lain. (lihat rujukan Qs. Ali Imran 3 ayat 59). Dari surah ini kita diajar banyak hal, bahwa semua ayat baik yang panjang maupun yang pendek didalam al-Qur’an akhirnya akan kembali pada surah Al-Fatihah, karena dalam surah inilah semua pujian dan doa serta pentauhidan Tuhan terintegrasi menjadi satu.

Begitupula manusia, dia hakekatnya adalah bayi, semua kedudukan sosial serta harta benda yang ia miliki akan kembali pada kekerdilan dirinya dimata sang Khaliq yang serba Maha. Sosok manusia tidak ubahnya bagaikan bulatan kecil bumi ditengah samudra galaksi yang Maha Luas dan tak hingga (alpha dan omega). Kenapa manusia masih banyak yang berlaku sombong atas semua yang dia miliki? Dilihat secara ultraviolet, manusia itu telanjang, tanpa pakaian, tanpa kedudukan, tanpa apa-apa. Begitulah kira-kira cara Tuhan memandang kita (lihat rujukan Surah al-A’raaf 7 ayat 26)

Jikapun kita berkuasa, apakah iya kita berkuasa atas nafas kita? atas udara yang kita hisap ? apa iya kita berkuasa atas setan yang ada didiri kita?

Bahkan satu contoh yang paling ringan bahwa kita tidak berkuasa untuk menahan rasa untuk buang air. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang akan kita dustakan ? (lihat rujukan Surah an-Najm 53 ayat 55) Artinya, semua anggota tubuh kita ini bukanlah milik kita, apalagi harta dan kedudukan. Kita ini bayi, kita ini al-Fatihah, seharusnya kita menjadi ayat yang berfungsi sebagai pujian terhadap Allah, sebagai alat pengabdian, penyebar petunjuk bagi orang lain kepada jalan yang lurus sekaligus penolak pada nilai-nilai kebatilan, keterpurukan dan kesesatan.

Surah kedua adalah al-Baqarah, yang secara harfiah berarti Sapi Betina. Seorang bayi yang baru lahir, dia memerlukan asupan susu, entah itu berupa ASI atau susu olahan.

Jika sebagai penyambung al-Fatihah tertulis al-Baqarah, ini tidak serta merta satu petunjuk bahwa seorang bayi harus minum susu sapi. Penyebutan sapi betina merujuk pada satu kebutuhan yang ada pada seorang bayi, dia perlu kehangatan, dia perlu nutrisi awal, nutrisi satu-satunya yang bisa ia cerna, karena tidak mungkin dia bisa mengkonsumsi coca cola atau fanta, dia perlu susu, perlu hal yang putih, bersih dan sehat.

Inilah gambaran kita, membutuhkan nilai-nilai yang lurus, yang bisa memenuhi gizi kejiwaan sebagai satu-satunya sumber asupan yang bisa kita terima agar bisa tumbuh menjadi kepribadian yang dewasa dan tangguh.

Kita perlu nilai-nilai yang sehat dan benar untuk sampai pada satu pemahaman tertentu, hati dan niat ini harus bersih dan akal kita harus bisa berpikir realistis obyektif. Inilah makna ayat al-Qur’an : hendaklah engkau berlaku adil, jangan karena kebencianmu pada sesuatu hal membuatmu gelap mata, membuatmu menjadi subyektif. (Lihat rujukan Surah al-Maidah 5 ayat 8).

Surah al-Baqarah merupakan satu-satunya surah terpanjang didalam al-Qur’an, ini merefleksikan bahwa manusia itu akan terus memerlukan nilai-nilai yang bersih dan sehat tadi sepanjang masa, tidak ada batasan, karenanya Nabi SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi seorang muslim sampai ia mendatangi kuburnya sendiri”.

Selanjutnya surah al-Baqarah disambung dengan ali Imran dan an-Nisaa’, masing-masing mewakili kedua orang tua kita, yang satu laki-laki dan yang lainnya wanita. Bahwa didalam hidup, kita tidak hanya membutuhkan nilai tetapi juga memerlukan bantuan lingkungan disekitar kita, butuh keberadaan sosok bapak dan ibu yang membuat kita menjadi aman, tentram dan damai. Secara lebih luas, kita perlu melakukan interaksi dengan semua komponen masyarakat (pria dan wanita pada ali Imron dan an-Nisaa’ menggambarkan adanya keragaman). Kita tidak bisa hidup sendiri, kita adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi antar sesama kita (lihat rujukan Surah al-Hujuraat 49 ayat 13).

Orang yang hanya mau bergaul dengan sekelompok kaum tertentu saja, bertaklid pada satu jemaah tertentu dan meninggalkan kaum atau jemaah yang lainnya sama seperti seorang anak yang hanya memerlukan ibunya saja atau bapaknya saja, dan jelas ini satu kepincangan.

Bersikaplah yang wajar, bergaullah dengan semua komponen masyarakat tanpa membedakan apakah mereka sama jemaahnya dengan kita, sama jalan pemikirannya dengan kita atau sebaliknya. Apalagi jika ini menyangkut hubungan sesama muslim, malah al-Qur’an berkata, satukan hubungan yang retak antar sesama saudaramu seiman, jauhi prasangka yang jahat kepadanya (lihat rujukan Surah al-Hujuraarat 49 ayat 12).

Surah kelima, surah al-Maaidah yang berarti hidangan. Hidangan disini adalah suatu sajian makanan, seorang bayi dia memerlukan asupan susu dan belaian kasih sayang kedua orang tuanya, seorang manusia perlu belajar nilai-nilai kebenaran yang obyektif dan melakukan silaturahhim terhadap sesamanya, dan dia perlu berbagi.

Saat sudah menjelang dewasa usia, kita tidak lagi menjadi bayi, kebutuhan gizi kita sudah lebih besar dari susu putih didalam botol. Kita menuntut menu lain, kita mulai belajar memakan makanan yang lebih keras, lebih kejal dan lebih berasa.

Semakin kita banyak belajar dan berinteraksi maka kepribadian kita seharusnya semakin meningkat, semakin menuntut lebih banyak dari sebelumnya, semakin kita belajar semakin kita merasa ilmu ini teramat sedikit, semua kekayaan pemikiran, khasanah pengetahuan harus bertambah demikian juga dengan ketakwaan maupun kesederhanaan jiwa.

Inilah inti dari sabda Nabi SAW: Sesungguhnya siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia orang yang beruntung, tetapi orang yang hari ini lebih buruk dari sebelumnya maka dia termasuk orang yang merugi (lihat rujukan Surah al-Ashar 103 ayat 1 s/d 3).

Masihkah kita belum mengnal siapa diri kita sejauh ini ? Haruskah pembahasan ini dilanjutkan pada surah-surah lainnya ? Untuk sementara ini, biarlah tulisan ini berhenti sampai disini agar dapat direnungkan dan mencari kedalam inti diri siapa aku?