bobo' ah ===>>>

Photobucket

Selasa, 08 Maret 2011

Makin Tua (Idealnya) Makin Menjadi

Tak Sama Dengan Mesin

Pada dasarnya ada perbedaan antara perangkat yang dimiliki manusia dengan mesin. Kalau mesin, semakin sering dipakai atau semakin lama dipakai, akan semakin mengalami keausan atau rusak secara menyeluruh dan ini pasti sifatnya. Tetapi kalau manusia, dimensinya luas. Ada yang bisa dipastikan dan ada yang tidak. Ada yang ausnya menyeluruh dan ada yang tidak.

Ini karena dimensi kapasitas manusia itu tak terbatas. Pak Bakri yang guru SD itu, misalnya, mungkin saja kalah oleh murid-muridnya secara materi atau kedudukan. Tetapi bisa jadi secara spiritualnya tidak kalah, secara emosinya lebih matang, secara imannya lebih kuat, dan seterusnya. Karena Pak Bakri tetap mengasah keunggulannya, maka dia tetap menjadi the best dari dirinya berdasarkan pilihan, keadaan, dan komitmen pengembangannya.

Dalam prakteknya, ada orang yang bisa kita sebut seperti mesin dan ada orang yang tetap menyadari kapasitas dirinya sebagai manusia. Seperti mesin di sini maksudnya menjadi semakin aus kapasitas yang dimilikinya secara keseluruhan seiring dengan bertambah / berkurangnya usia. Sudah fisiknya mulai lemah, intelektualnya juga lemah. Sudah fisiknya makin lemah, kapasitas spiritualnya juga tidak bertambah. Sudah fisiknya makin lemah, kebijaksanaannya juga tak muncul.

Tapi tidak sedikit juga jumlah orang yang semakin tua justru semakin menjadi (becoming). Walaupun ada keausan di beberapa titik pada dimensi fisiknya, tetapi intelektualnya, emosionalnya, spiritualnya, kebahagian dan kesejahteraan hidupnya dan berbagai kapasitas batin lainnya justru makin bagus. "Menjadi tua itu pasti sifatnya. Tapi menjadi matang, itu pilihan", kata sebuah iklan. Karena pilihan, maka orang-orang seperti inilah yang pas kita pilih untuk ditiru.

"Jika seseorang kehilangan kreativitas dan motivasi,

dia akan lemah, walaupun dia orang baik."


Usia dan Keausan

Kalau mau bicara dari sisi yang fatalisnya, kita bisa mengatakan bahwa apapun perjuangan kita untuk bisa tetap menjadi the best dari diri kita itu pada akhirnya tetap akan kalah oleh usia. Bahkan dalam agama ada penjelasan bahwa sebagian dari kita itu ada yang akan dikembalikan seperti pada saat kita kecil, alias pikun, kekanak-kanakan lagi atau tak berdaya lagi.

Dari temuan psikologi pun diungkap beberapa korelasi antara usia dan keausan di sejumlah titik yang bukan saja fisik. Ini bisa kita lihat misalnya dari kesimpulannya Neugarten (1976), seperti dikutip dalam Psychology & Life (Philip G.Zimbardo: 1979), yang antara lain adalah:

  • Semakin bertambah tua seseorang, akan semakin lemah kecepatannya dalam meresponi sesuatu.
  • Orangtua yang tetap aktif ternyata jauh lebih perform ketimbang orangtua yang di rumah saja (tidak aktif)
  • Level pendidikan (dalam arti luas) dapat menjadi prediktor kualitas hidup seseorang ketika usianya tua. Semakin bagus pendidikan yang pernah dijalani, semakin bagus kualitasnya
  • Menurunnya kapasitas intelektual lebih besar dialami oleh kaum laki-laki ketimbang perempuan

Dalam perspektif yang agak lebih spesifik, Erikson (The Journey of Adulthood, Helen Bee: 1996), misalnya mengungkapkan, usia 40 tahun itu masuk dalam kategori yang disebutnya dengan Stage of Generativity Versus Stagnation. Generativity di sini maksudnya: sudah memiliki keluarga, karya nyata, memikirkan masa depan lebih matang, kematangan sikap mental, kekayaan pengalaman, hubungan suami-istri yang semakin bagus, tingkat kepuasan kerja juga makin bagus.

Sementara, dari sisi yang stagnan (mandek / aus) itu misalnya: pertumbuhan fisik, munculnya tanda-tanda keloyoan, uban mulai tumbuh, kekebalan tubuh terhadap penyakit mulai menurun, dan beberapa kapasitas kognitif mulai turun kemampuannya. Untuk beberapa skill yang tidak dilatih, pada usia ini juga mengalami kesulitan memunculkannya, tidak seperti sewaktu masih muda dulu.

Kalau dilihat dari sini, memang pada akhirnya ada korelasi antara usia dan keausan di beberapa kapasitan kita, baik jiwa dan raga. Cuma, sepertinya bukan itu yang menjadi persoalan dan yang perlu kita persoalkan. Kenapa? Ini karena dalam setiap tahap perkembangan usia manusia itu sudah dirancang oleh Tuhan adanya potensi plus dan potensi minus yang bisa dikembangkan. Tentunya dalam berbagai bentuk.

Yang perlu kita antisipasi adalah jangan sampai berkurangnya usia itu hanya memberikan sederetan potensi minus semata pada kita, sementara potensi plusnya tak kita dapatkan. Stagnan-nya kita dapatkan, tetapi generativity-nya tidak kita miliki. Cepat lupanya kita dapatkan, tetapi kebijaksanaannya tidak kita miliki. Sulit belajarnya kita alami, namun kematangan kita di bidang yang selama ini kita geluti tak kita dapatkan.

Ada contoh yang mungkin cocok untuk ditiru oleh sebagian kita. Suatu kali, saya diajak jalan-jalan ke beberapa kota oleh seorang pengusaha muda yang sedang giat-giatnya berekspansi, dari mulai membangun sekolah, membangun pasar, sampai menangani suplai tenaga kerja di perhotelan. Iseng saya bertanya, kenapa sedemikian berani Anda berekspansi.

Ternyata jawabnya simpel. "Kalau boleh minta pada Tuhan, lebih baik saya salah menjalankan usaha pada usia muda seperti sekarang ini, ketimbang nanti usia saya sudah tua. Jika saya rugi, saya masih punya semangat untuk bangkit. Tapi, misalnya saya rugi pada usia tua, 'kan sudah sulit saya bangkit?", katanya begitu.

Pemercepat Keausan

Untuk beberapa kapasitas batin yang sifatnya hasil pengembangan, banyak fakta yang membuktikan bahwa usia bukan faktor yang terpenting peranannya dalam proses pengausan. Kemampuan kita menghafal bisa jadi turun, tetapi kemampuan kita memaknai dan menghayati bisa jadi makin bagus. Kemampuan bergerak kita mungkin turun, tetapi kemampuan untuk berdiam mungkin makin bagus.

Lain soal untuk orang yang pikun atau terserang penyakit. Bahkan pada orang tertentu, serangan penyakit fisik tak menghancurkan kapasitas batinnya secara total. Konon, sebelum terkena stroke, Gus Dur mampu mengingat secara alami (unconsciously memorized) 5000 nomor telepon. Setelah terserang stroke berkali-kali, kapasitas itu tetap masih ada walau berkurang banyak.

Justru yang paling berperan dalam pengausan ternyata bukan usia, melainkan bagaimana kita menggunakan usia kita saat ini. Dari berbagai rujukan, kita bisa mengingatkan diri kita bahwa buruknya penanganan terhadap stress yang kita lakukan selama ini dapat menjadi faktor keausan. Ini misalnya dikatakan, stress dan depresi dapat melemahkan memori atau logika. Bahkan dapat mengganggu produktivitas dan kreativitas.

Stress itu pasti tak bisa kita hindari, lebih-lebih di usia muda yang banyak kegiatan. Yang menjadi persoalan seringkali bukan stress-nya, melainkan penanganannya. Kalau kita lebih sering menempuh penanganan secara negatif, bukan tak mungkin stress dapat berubah menjadi depresi. Tapi kalau penangananya positif, stress dapat berubah menjadi dorongan berprestasi.

Kebiasaan hidup juga berperan penting. Ketika Kick Andy (Metro TV) menampilkan sejumlah orangtua (usianya), namun jiwa dan raganya masih seperti anak muda, mereka memberi kesaksian bahwa kebiasaan bersyukur sangat berperan penting dalam membentuk hidupnya. Ini juga diperkuat oleh pernyataan ilmiah, misalnya dalam www.brainconnection.com, bahwa berpikir positif (menciptakan opini positif, sikap positif, tindakan positif, dan tujuan positif) sangat berperan dalam menyuburkan fungsi otak. Artinya, jika kita sering memiliki kebiasaan berpikir negatif, dengan berbagai turunannya, ini juga dapat berpotensi mempercepat keausan kapasitas jiwa dan raga kita.

Proses pengembangan yang mandek juga sangat berperan. Dari sejumlah bukti yang dapat kita lihat, ada petunjuk di sana. Dengan terus konsisten untuk menggunakan pikiran bernalar dan belajar, akan memperbaiki kesuburan otak. Dengan menjalankan pola hidup yang baik, kerja pada waktunya, tidur pada waktunya dan istirahat pada waktunya, akan memperbaiki kualitas jiwa.

Bahkan ada yang mengatakan, dengan terus melakukan interaksi sosial yang baik, dapat menghindarkan orang dari kepikunan yang parah. Artinya, jika kita kurang memiliki greget untuk mengembangkan diri, dengan cara belajar yang pas untuk kita, akan sangat mungkin otak dan berbagai kapasitas jiwa kita itu melemah seiring dengan berkurangnya usia.

Secara umum, kalau melihat berbagai teori pembelajaran, sepertinya ada perbedaan mengenai cara belajar yang pas untuk orang yang tua dengan orang yang masih muda (anak-anak sampai dewasa). Untuk orang yang tua, cara belajar yang paling bagus adalah dari praktek ke teori atau dari teori yang bisa dipraktekkan atau berdasarkan persolan hidup. Tapi kalau masih muda, cara apapun biasanya bisa ditempuh dengan hasil yang optimal.

"Lebih baik kita kalah, untuk sementara, karena memperjuangkan gagasan. ketimbang kalah, untuk selamanya, karena menyesali masa lalu."

Melatih Kematangan

Agenda hidup yang sangat penting untuk kita jalankan seiring dengan bertambahnya usia adalah meningkatkan kematangan. Kalau melihat literatur psikologi, misalnya milik Gordon Allport (1961), seperti ditulis oleh James W. Vander Zanden (Human Development:1989), kematangan itu hanya bisa diraih dengan proses untuk mematangkan diri secara terus menerus sesuai dengan keadaan kita. Tanda-tanda kematangan itu antara lain:

  • Punya sense of self yang semakin kuat, misalnya bisa mengambil keputusan untuk dirinya tanpa mengandalkan orang lain layaknya anak-anak
  • Dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara sehat / hangat, baik secara khusus atau umum
  • Punya kematangan emosi sehingga mood-nya tidak 100% bergantung pada aksi atau reaksi orang lain / keadaan.
  • Bisa menerima dirinya secara sehat dan fair, misalnya sudah mulai tahu kelebihan dan kekurangan sehingga tidak melakukan sesuatu hanya berdasarkan keinginan semata.
  • Bisa membuat pendapat, persepsi, dan bertindak sesuai dengan kenyataan di luar dirinya
  • Bisa menjalani hidup sesuai dengan hukum kehidupan yang berlaku sehingga harmonis hidupnya

Atau dengan kata lain, menjadi lebih matang itu juga berarti memiliki kapasitas yang lebih bagus dalam menyikapi konflik. Hidup ini penuh konflik. Antara kenyataan dan harapan ada konflik. Antara kita dengan orang lain ada konflik. Antara kita dengan diri kita ada konflik. Antara kebenaran kitab Suci dengan kenyataan ada konflik. Membaiknya kapasitas kita dalam menyikapi konflik itu antara lain ditandai dengan munculnya kebijaksanaan. Kebijaksanaan sendiri artinya adalah kemampuan memilih yang paling banyak mengandung kebaikan untuk hal-hal yang sifatnya pilihan.


Menjadi Semakin Utuh

Ajaran keimanan menawarkan pilihan agar hidup kita kian atau supaya tidak split (terpecah). Misalnya, kalau dulu kita hanya berkonsentrasi memikirkan kehidupan jangka pendek (duniawi), maka sekarang kita menambahnya dengan memikirkan kehidupan jangka panjang (akhirat). Kalau dulu kita hanya ingat membangun istana (rumah, kantor, dst), sekarang ini perlu juga ingat kuburan, yang merupakan rumah masa depan. Kalau dulu kita hanya ingat mencari duit saja, sekarang ini perlu juga mengingat kemana saja duit itu kita salurkan. Kalau dulu kita hanya ingat bagaimaan kita hidup, sekarang ini perlu juga mengingat bagaimana nanti kita mati. Kalau dulu semua urusan kita hanya berhenti dari manusia ke manusia, sekarang ini kita imbangi dengan dari manusia ke Pencipta. Semoga bermanfaat.

Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 07 Juli 2009
www.e-psikologi.com

Menopause

Kata menopause berasal dari dua kata Yunani yang berarti "bulan" dan "penghentian sementara" yang secara linguistik lebih tepat disebut "menocease". Secara medis istilah menopause mengandung arti berhentinya masa menstruasi, bukan istirahat.

Meski kata menopause hanya mengandung arti akhir masa menstruasi, walaupun demikian dalam penggunaan secara umum menopause mempunyai makna masa transisi atau masa peralihan, dari beberapa tahun sebelum menstruasi terakhir sampai setahun sesudahnya. Hal itu disebabkan karena keluaran hormon dari ovarium (indung telur) berkurang, masa haid menjadi tidak teratur dan kemudian lenyap sama sekali. Dengan lenyapnya haid ini maka wanita sudah memasuki suatu masa peralihan yaitu masa menopause.

Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia. Usia dari hari ke hari akan terus berjalan dan setiap orang seiring dengan bertambahnya usia tidak akan lepas dari predikat tua. Dengan bertambahnya usia maka gerak-gerik, tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk tubuh mengalami suatu perubahan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia. Sehubungan dengan terjadinya menopause pada lansia maka biasanya hal itu diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan si lansia tersebut.

Fisik

Ketika seseorang memasuki masa menopause, fisik mengalami ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar (Hurlock, 1992). Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:

a. Ketidakteraturan Siklus Haid

Tanda paling umum adalah fluktuasi dalam siklus haid, kadang kala haid muncul tepat waktu, tetapi tidak pada siklus berikutnya. Ketidakteraturan ini sering disertai dengan jumlah darah yang sangat banyak, tidak seperti volume pendarahan haid yang normal. Keadaan ini sering mengesalkan wanita karena ia harus beberapa kali mengganti pembalut yang dipakainya. Normalnya haid akan berakhir setelah tiga sampai empat hari, namun pada keadaan ini haid baru dapat berakhir setelah satu minggu atau lebih.

b. Gejolak Rasa Panas

Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti. Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan " kira-kira 60% wanita mengalami arus panas". Arus panas ini disertai oleh rasa menggelitik disekitar jari-jari, kaki maupun tangan serta pada kepala, atau bahkan timbul secara menyeluruh. Munculnya hot flashes ini sering diawali pada daerah dada, leher atau wajah dan menjalar ke beberapa daerah tubuh yang lain. Hal ini berlangsung selama dua sampai tiga menit yang disertai pula oleh keringat yang banyak. Ketika terjadi pada malam hari, keringat ini dapat menggangu tidur dan bila hal ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi.

c. Kekeringan Vagina

Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, Liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing. Keadaan ini membuat hubungan seksual akan terasa sakit. Keadaan ini sering kali menimbulkan keluhan pada wanita bahwa frekuensi buang air kecilnya meningkat dan tidak dapat menahan kencing terutama pada saat batuk, bersin, tertawa atau orgasme.

d. Perubahan Kulit

Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika menstruasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Kulit di bagian bawah mata menjadi mengembung seperti kantong, dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas (Hurlock, 1992)

e. Keringat di Malam Hari

Berkeringat malam hari, bangun bersimbah peluh. Sehingga perlu mengganti pakaian dimalam hari. Berkeringat malam hari tidak saja menggangu tidur melainkan juga teman atau pasangan tidur. Akibatnya diantara keduanya merasa lelah dan lebih mudah tersinggung, karena tidak dapat tidur nyenyak.

f. Sulit Tidur

Insomnia (sulit tidur) lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam hari, wajah memerah dan perubahan yang lain.

g. Perubahan Pada Mulut

Pada saat ini kemampuan mengecap pada wanita berubah menjadi kurang peka, sementara yang lain mengalami gangguan gusi dan gigi menjadi lebih mudah tanggal.

h. Kerapuhan Tulang

Rendahnya kadar estrogen merupakan penyebab proses osteoporosis (kerapuhan tulang). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka yang paling umum dan merupakan persoalan bagi yang telah berumur, paling banyak menyerang wanita yang telah menopause. Biasanya kita kehilangan 1% tulang dalam setahun akibat proses penuaan (mungkin ini yang menyebabkan nyeri persendian), tetapi kadang setelah menopause kita kehilangan 2% setahunnya. John Hutton (1984:35) memperkirakan sekitar 25% wanita kehilangan tulang lebih cepat daripada proses menua. Menurunnya kadar estrogen akan diikuti dengan penurunan penyerapan kalsium yang terdapat dalam makanan. Kekurangan kalsium ini oleh tubuh diatasi dengan menyerap kembali kalsium yang terdapat dalam tulang, dan akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh.

i. Badan Menjadi Gemuk

Banyak wanita yang menjadi gemuk selama menopause. Rasa letih yang biasanya dialami pada masa menopause, diperburuk dengan perilaku makan yang sembarangan. Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause, hal ini disebabkan oleh faktor makanan ditambah lagi karena kurang berolahraga.

j. Penyakit

Ada beberapa penyakit yang seringkali dialami oleh wanita menopause. Dari sudut pandang medik ada 2 (dua) perubahan paling penting yang terjadi pada waktu menopause yaitu meningkatnya kemungkinan terjadi penyakit jantung, pembuluh darah serta hilangnya mineral dan protein di dalam tulang (osteoporosis). Penyakit jantung dan pembuluh darah dapat menimbulkan gangguan seperti stroke atau serangan jantung. Selain itu penyakit kanker juga lebih sering terjadi pada orang yang berusia lanjut. Semakin lama kehidupan maka semakin besar kemungkinan penyakit itu menyerang. Misalnya kanker payudara, kanker rahim dan kanker ovarium. Kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita yang telah melampaui masa menopause.

Kanker rahim adalah istilah luas untuk kanker yang terjadi di rahim, ada dua bagian rahim yang dapat menjadi tempat bermulanya kanker. Yang pertama adalah serviks, kanker ini terutama berjangkit pada wanita berusia diatas 30 tahun. Gejala yang harus diperhatikan adalah pendarahan vagina setelah persetubuhan, pergetahan vagina yang tidak biasa dan noda diantara haid. Sementara kanker indometrium (kanker tubuh rahim) terutama menjangkiti wanita diatas usia 45 tahun, yang paling menanggung resiko adalah yang pernah mendapat haid agak lambat, dan yang mempunyai kombinasi antara tekanan darah tinggi, diabetes, dan berat tubuh berlebih. Gejalanya adalah pendarahan tak normal, pendarahan antara haid, keluaran darah yang lebih lama atau lebih kental dibandingkan biasanya, dan pendarahan haid terakhir dalam menopause.

Psikologis

Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting peranan dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun; hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan sang lansia tersebut. Berbicara tentang aspek psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan lansia.

Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:

a. Ingatan Menurun

Gelaja ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat.

b. Kecemasan

Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause dan lansia merasa menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Misalnya kalau dulu biasa pergi sendirian ke luar kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan khawatir, hal itu sering juga diperkuat oleh larangan dari ana-anaknya. Kecemasan pada Ibu-ibu lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat/dukungan dari ornag di sekitarnya; namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang disekitarnya telah memberi dukungan. Akan tetapi banyak juga ibu-ibu yang mengalami menopause namun tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya. Menopause rupanya mirip atau sama juga dengan masa pubertas yang dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya alat-alat reproduksi, dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada juga yang biasa-biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak.

Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn and Davidson (1990 :9) adalah sebagai berikut :

  • Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang.
  • Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.
  • Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.
  • Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
  • Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.

Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanann diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.

Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bagaimana juga, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis.

c. Mudah Tersinggung

Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak menggangu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya.

d. Stress

Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk para lansia menopause. Ketegangan perasaan atau stress selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam.

Namun demikian stress tidak hanya memberikan dampak negatif, tapi bisa juga memberikan dampak positif. Apakah kemudian dampak itu positif atau negatif, tergantung pada bagaimana individu memandang dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stress sangat individual sifatnya.

Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam, suatu rentang waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Stress dapat juga bersifat kronis misalnya konflik keluarga. Reaksi kita terhadap pencetus stress dapat digolongkan dalam dua kategori psikologis dan fisiologis.

Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress tidak bisa diramalkan, sebagaimana perbedaan suasana hati dan emosi kita dapat menimbulkan beragam reaksi, mulai dari hanya ekspresi marah sampai akhirnya ke hal-hal lain yang lebih sulit untuk dikendalikan. Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress ini tergantung pada beberapa faktor, termasuk keadaan emosi pada saat itu dan sikap orang itu dalam menanggapi stress tersebut.

e. Depresi

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan 9% s/d 26% wanita dan 5% s/d 12% pria pernah menderita penyakit depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka. Setiap saat, diperkirakan bahwa 4,5% s/d 9,3% wanita dan 2,3% s/d 3,2% pria akan menderita karena gangguan ini. Dengan demikian secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih besar kemungkinan akan menderita depresi daripada pria.

Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya.

Depresi dapat menyerang wanita untuk satu kali, kadang-kadang depresi merupakan respon terhadap perubahan sosial dan fisik yang sering kali dialami dalam fase kehidupan tertentu, akan tetapi beberapa wanita mungkin mengembangkan rasa depresi yang dalam yang tidak sesuai atau proporsional dengan lingkungan pribadi mereka dan mungkin sulit dihindarkan.

Simton-simton psikologis adanya depresi bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Marie Blakburn dan Kate Davidson (1990:5) adalah sebagai berikut :

  • Suasana hati, ditandai dengan kesedihan, kecemasan, mudah marah.
  • Berpikir, ditandai dengan mudah hilang konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah.
  • Motivasi, ditandai dengan kurang minat bekerja dan menekuni hobi, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi pada orang lain.
  • Perilaku gelisah terlihat dari gerakan yang lamban, sering mondar-mandir, menangis, mengeluh.
  • Sintom biologis, ditandai dengan hilang nafsu makan atau nafsu makan bertambah, hilang hasrat sesksual, tidur terganggu, gelisah.

Mungkin masih ada gejala-gejala fisik maupun psikologis lain yang menyertai menopause. Gejala-gejala tersebut diatas sangat perlu dipahami supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memperlakukan para lansia. Dengan memahami gejala tersebut diharapkan lansia dapat mengerti apa yang sedang terjadi dalam diri mereka. Selain itu pihak keluarga pun diharapkan dapat merespon secara tepat sehingga tidak membuat lansia merasa dikucilkan atau disia-siakan. Mari kita bantu para lansia kita dengan memahami berbagai gejala fisik maupun psikologis sehingga tahu bagaimana cara terbaik untuk membantu mereka. (jp)


Oleh : Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi.
Jakarta, 27 September 2002

www.e-psikologi.com

Masalah Kesehatan Jiwa Lansia

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :

Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

Penurunan Kondisi Fisik
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Perubahan Aspek Psikososial
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :

Gangguan jantung
Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
Vaginitis
Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
Pasangan hidup telah meninggal
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia. (jp)

Oleh : Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi.
Jakarta, 16 April 2002
www.e-psikologi.com

Anorexia Nervosa

Apakah kalian suka diet supaya tubuh tetap langsing ? Tiba-tiba jadi alergi sama yang namanya coklat, es krim dan makanan-makanan kalori tinggi. Kemudian jadi takut untuk makan karena khawatir berat badan bakalan naik sehingga seharian penuh cukup hanya dengan beberapa sendok nasi. Hati-hati lho, karena kalau diet yang dilakukan tidak wajar lagi malahan akan jadi berbahaya. Tahu film Ally Mc Beal, khan? Konon katanya si pemeran utama film ini alias Callista Flockshart melakukan diet keras sampai akhirnya menderita penyakit anoreksia. Lady Di yang cantik dan langsing itu pun ternyata mengalami masalah makan. Ia sering sekali memuntahkan makanannya sehabis menyantap berbagai macam hidangan. Masalah makan yang dialami oleh Lady Di tersebut disebut dengan bulimia.

Itu hanya sekedar contoh dari ratusan (atau mungkin ribuan) kasus tentang masalah makan yang dialami oleh beberapa orang. Sebenarnya, tanpa kita sadari ternyata teman, sehabat atau jangan-jangan kita sendiri ternyata mengalami kasus serupa. Apa sih anoreksia atau bulimia itu dan kenapa seseorang bisa mengalami hal-hal tersebut.



Anorexia Nervosa

Gangguan makan yang umumnya ditemui pada remaja putri adalah anoreksia atau istilah kerennya dikenal dengan anorexia nervosa. Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat. Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan segera merasa 'penuh' atau bahkan mual. Mereka terus menerus melakukan diet mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus. Pada akhirnya kondisi ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian si penderita. Bayangkan saja, kalau mereka terus menerus menahan diri untuk tidak makan, darimana mereka memperoleh energi untuk hidup.


Bulimia
Jika penderita anoreksia mati-matian untuk menahan rasa lapar dan berupaya sekeras mungkin untuk tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang besar sehingga bisa tahan 'hidup' hanya dengan makan 2-3 sendok nasi per-hari, maka tidak demikian halnya dengan bulimia. Pada dasarnya, tujuan akhir dari penderita bulimia dan anoreksia adalah sama, yaitu ingin mempertahankan bentuk tubuhnya selangsing (sekurus) mungkin namun cara mereka yang berbeda. Penderita bulimia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka sukai. Mereka makan berlebihan untuk memuasakan keinginan mereka namun selanjutnya mereka memuntahkannya kembali hingga tidak ada makanan yang tersisa. Dengan demikian mereka terhindar jadi gemuk melainkan tetap menjadi kurus tanpa perlu menahan keinginan mereka untuk makan. Dapat dibayangkan jika seseorang terus menerus memuntahkan makanan yang mereka konsumsi, darimana mereka mendapatkan kalori untuk beraktivitas. Tubuhpun menjadi lemas, sulit untuk berpikir dan akhirnya tidak ada lagi energi yang dapat digunakan untuk mempertahankan dirinya.


Mengapa Bisa Terjadi?
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat concern atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh yang kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami oleh remaja putri daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi. Kalau dulu makan apapun tidak berefek bagi berat badan, tapi setelah masa pubertas (biasanya ditandai dengan menstruasi), baru makan coklat dua potong, kok beratnya sudah tambah 1 kg. Pada kenyataannya kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena mereka beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses dan populer. Apalagi kalau melihat 'body' para selebritis yang langsing (sebenarnya lebih tepat dikatakan kurus-ceking-tiada berisi) sehingga kalau pakai baju model apapun terlihat pas dan pantas dipakai. Sementara kalau tubuh kita gendut, pakai baju apapun rasanya seperti sedang memakai karung terigu. Akhirnya, lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi. Semakin sering diledek 'gendut' maka dietnya semakin gencar. Maka tidak mengherankan bila ketidakpuasan seseorang dengan tubuhnya akan mengembangkan masalah pada gangguan makan.

Remaja dengan gangguan makan seperti di atas memiliki masalah dengan body imagenya. Artinya, mereka sudah memiliki suatu mind set (pemikiran yang sudah ter'patri' di otak) bahwa tubuh mereka tidak ideal. Mereka mempersepsikan tubuhnya gemuk, banyak lemak di sana sini, tidak seksi dan lain-lain yang intinya tidak sedap untuk dipandang dan tidak semenarik tubuh orang lain. Akibat pemikiran yang sudah terpatri ini, seorang remaja akan selalu melihat tubuh mereka terkesan gemuk padahal kenyataannya justru berat badan mereka semakin turun hingga akhirnya mereka menjadi sangat kurus. Mereka akan dihantui perasaan bersalah manakala mereka makan banyak karena hal itu akan menyebabkan berat badannya naik.

Masalah "body" ini akhirnya menyebabkan remaja menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi dirinya. Mereka beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka juga memiliki tubuh yang sempurna (sempurna disini adalah kurus).


Apakah Dampak yang Ditimbulkannya?
Beberapa penderita anoreksia dan bulimia dapat menurunkan berat badannya antara 25-50% dari berat badan mereka. Jika gangguan ini, baik anoreksia maupun bulimia tidak segera tertangani, maka dapat membawa dampak masalah baik secara fisik maupun psikis yang serius, bahkan kasus yang terparah bisa sampai menyebabkan kematian.


Dampak fisik yang umumnya terjadi pada mereka:

  • Kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi makanan apapun
  • Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering memuntahkan makanan
  • Lemah, tidak bertenaga
  • Sulit berkonsentrasi
  • Gangguan menstruasi
  • Kematian

Dampak fisik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kondisi psikis seseorang, sehingga masalah psikologis yang muncul pada mereka adalah:

  • Perasaan tidak berharga
  • Sensitif, mudah tersinggung, mudah marah
  • Mudah merasa bersalah
  • Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain
  • Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak
  • Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya
  • Minta perhatian orang lain
  • Depresi (sedih terus menerus)

Dampak fisik maupun psikis yang dialami oleh penderita gangguan makan tersebut tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja. Mereka memerlukan pertolongan segera dari psikolog, dokter, ahli gizi, dan tentu saja orangtua untuk memulihkan masalahnya agar tidak membawa dampak yang lebih serius lagi, yaitu kematian.


Bagaimana Mendapatkan Tubuh yang Ideal?

Kita perlu mengkaji kembali apa artinya tubuh ideal. Apakah memiliki tubuh yang kurus, langsing atau seksi menurut gambaran masyarakat ? Rasanya tidak ada yang lebih ideal dibandingkan dengan memiliki tubuh yang SEHAT. Buat apa kurus, langsing dan seksi kalau pada kenyataannya kita menyiksa diri dan akhirnya malah sakit. Namun, menjadi tidak baik pula kalau akhirnya kita memanjakan diri kita dengan aneka makanan hingga akhirnya berat badan kita berlebih dan malah beresiko tinggi untuk terkena penyakit. Oleh sebab itu, lebih baik mengatur pola makan yang seimbang agar dapat mencapai tubuh yang ideal (yaitu : sehat).

Jika remaja ingin mendapatkan tubuh yang sehat (kurus tapi tetap fit atau gemuk tapi tetap lincah dan segar), maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

  • Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan pola makanan yang seimbang
  • Olah raga yang teratur
  • Tidur secukupnya
  • Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak perlu (seperti: obat/ jamu pelangsing, obat tidur, narkoba, dll)
  • Kurangi waktu senggang (nganggur) dan tingkatkan aktivitas yang membutuhkan kerja keras otak maupun fisik (misal : latihan martial art, menari, photography, drama, dsb)

Oleh : Raymond Tambunan, Psi.
Jakarta, 18 Januari 2002

Depresi

Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya kematian seseorang yang sangat dicintai atau kehilangan pekerjaan yang sangat dibanggakan. Depresi adalah masalah yang bisa dialami oleh siapapun di dunia ini. Menurut sebuah penelitian di Amerika, 1 dari 20 orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi, dan paling tidak 1 dari 5 orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka. Di Indonesia, banyak kasus depresi terjadi sebagai akibat dari krisis yang melanda beberapa tahun belakangan ini. Masalah PHK, sulitnya mencari pekerjaan, sulitnya mempertahankan pekerjaan dan krisis keuangan adalah masalah yang sekarang ini sangat umum menjadi pendorong timbulnya depresi di kalangan profesional.

Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Phillip L. Rice (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.

Penyebab

Mungkin di antara Anda ada yang pernah mengalami depresi tanpa tahu sebab musababnya sampai membuat Anda semakin depresi karena tidak ketemu jawabannya. Akhirnya Anda jadi uring-uringan sendiri, semua jadi serba salah karena menurut Anda, tak seorang pun yang bakal memahami masalah Anda; bagaimana bisa mengharapkan bantuan orang lain jika sudah demikian keadaannya ?

Sebenarnya penyebab depresi bisa dilihat dari faktor biologis (seperti misalnya karena sakit, pengaruh hormonal, depresi pasca-melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor psikososial (misalnya konflik individual atau interpersonal, masalah eksistensi, masalah kepribadian, masalah keluarga) . Ada pendapat yang menyatakan bahwa masalah keturunan punya pengaruh terhadap kecenderungan munculnya depresi.

Gejala

Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan. Sebelum kita menjelajah lebih lanjut untuk mengenali gejala depresi, ada baiknya jika kita mengenal apakah artinya gejala. Gejala adalah sekumpulan peristiwa, perilaku atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu yang bersamaan. Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun yang perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Gejala-gejala depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial. Secara lebih jelasnya, kita lihat uraian di bawah ini.

Gejala Fisik

Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti :

  • Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit)
  • Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti nonton TV, makan, tidur.
  • Menurunnya effisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil, melamun, merokok terus menerus, sering menelpon yang tak perlu. Yang jelas, orang yang terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya jadi lamban.
  • Menurunnya produktifitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti !
  • Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan ! ; dan ia harus memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka !

Gejala Psikis

Perhatikan baik-baik gejala psikis di bawah ini, apakah Anda atau rekan Anda ada yang mempunyai tanda-tanda seperti di bawah ini :

  • Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang sekali membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan, dan pikiran negatif lainnya.
  • Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya, mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung, dan lebih suka menyendiri.
  • Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya, seorang manajer mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi sesuai dengan yang diharapkan.
  • Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut.
  • Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa terbeban berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat.

Gejala Sosial

Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.


by. www.e-psikologi.com

Oleh : Team e-psikologi
Jakarta, 06 Desember 2001

Depresi Pada Penderita Stroke

Stroke itu timbul akibat tersumbatnya peredaran darah pada otak dengan gejala spontan. Stroke merupakan ancaman sumber cacat setelah usia 45 tahun. Sebagai akibatnya, banyak penderita yang menjadi invalid alias tidak mampu lagi mandiri.

Seperti diketahui, otak itu membutuhkan banyak oksigen yang kira-kira sekitar 18% dari stok melalui peredaran darah. Tanpa oksigen, fungsi peredaran darah jadi tidak berguna. Karena tidak mempunyai cadangan, otak hanya mengandalkan oksigen pada peredaran darah tiap detik. Jika suplai oksigen terhenti sampai 10 detik, misalnya, akan terjadi radang fungsi otak. Jika terjadi lebih lama lagi bisa menimbulkan pusing, pingsan, sampai lumpuh.

Stroke terkadang bisa terjadi lagi pada penderita dengan kondisi yang lebih parah. Ini umumnya terjadi pada penderita yang kurang kontrol. Karena cepat puas, misalnya, merasa tidak perlu lagi memeriksakan diri. Jika stroke berulang, berarti pendarahan di otak jadi lebih luas.

Cukup banyak gejala stroke, tergantung di mana lokasi pecahnya pembuluh darah pada otak. Antara lain gangguan : *) Gerak: yang ringan, misalkan, tidak bisa mengambil gelas, menggosok gigi, dan menyelipkan kancing, dengan sempurna. Yang berat disebut juga lumpuh total, yang bisa menimpa tiap organ gerak, termasuk bibir, wajah, dan mata. *) Rasa : pada sebelah anggota badan, yang jika dibarengi lumpuh akan dirasakan pada sisi ini. Tingkat rasa dari yang ringan (semutan) sampai yang berat (baal). Kalau pun bisa berdiri, namun jika menginjak lantai terkadang seperti berada di awang-awang. *) Sadar: dari ringan (mudah ngantuk) sampai berat (seperti koma). Terkadang pihak keluarga cepat memvonis penderita akan segera meninggal sehingga mereka tidak/kurang semangat lagi merawat atau mengatasinya. Apalagi jika sudah manula sampai mereka seperti putus asa - meskipun tidak diucapkan dengan terus-terang. *) Verbal: baik karena organ bicara yang rusak maupun daya ingat yang turun. Misalkan dalam bentuk tidak bisa : mengeluarkan kata dan menangkap arti. Ini benar-benar akan menimbulkan depresi bagi penderita dengan latar belakang karir, seperti hakim, guru, dan orator, singkatnya yang mengandalkan mulut sebagai sarana karir.

Stroke kini tambah populer saja, sejalan sejalan dengan jumlah penderitanya yang tambah banyak, yang antara lain akibat mutu stres yang tambah tinggi dan dampak sarana hidup yang tambah moderen. Stroke tidak saja menyerang orang yang sering atau sedang sakit, juga orang yang sedang dalam kondisi puncak. Sudah berapa banyak orang yang tiba-tiba badannya merasa lemas, matanya buram, dan bicaranya pelo, yang akhirnya lumpuh. Padahal sebelumnya tidak merasakan gejala itu sedikit pun. Malah antara lain termasuk yang rajin sport. Dari aspek "sumber daya manusia" pun sudah dianggap bencana pembangunan. Karena potensi yang besar pada mereka jadi terhenti atau terbengkalai.

Bisa dibayangkan jika stroke menyerang teknokrat yang memimpin, sekaligus sebagai arsitek dan manajer, perusahaan makrodengan melibatkan ribuan karyawan? Tentu saja akan menimbulkan krisis manajemen. Terlepas, apakah stroke pada penderita akan "permanen atau sementara", yang jelas telah mempengaruhi iklim perusahaannya. Jadi, dampak stroke bukan saja pada penderitanya, namun juga pada mereka yang mengandalkan atau berkepentingan dengan penderita.

Depresi Pada Penderita Stroke

Umumnya stroke berlanjut dengan depresi. Artinya, para penderita sadar, kondisinya sudah lain untuk melakukan ini dan itu secara rutin, seperti makan harus disuapi, jalan jadi lambat, dan mandi harus dibantu. Karena faktor mental, mereka jadi depresi : sering menangis dan suka melamun. Ini tambah terasa bagi mereka yang mempunyai posisi cukup tinggi dalam karir atau sedang naik daun sebagai idola publik. Tiap kerabat yang datang besuk disambutnya dengan menangis. Penderita seperti bertanya, mengapa hal ini sampai terjadi. Malah ada yang ketus bilang mau segera mati saja, karena sudah tidak tahan lagi dengan keadaan tersebut.

Situasi ini memang berat serta memakan waktu lama. Usaha merehabilitasi sampai menyembuhkannya tidak kalah susah dengan "terapi medis". Seperti di Belanda-Australia, misalnya, psikolog sudah dilibatkan langsung bersama para dokter. Melewatkan masalah depresi, hanya akan membuat penderita bertambah parah serta bertambah susah pula untuk merehablitasinya, apalagi menyembuhkannya. Soalnya depresi sangat erat dengan tenaga. Artinya, orang depresi akan membuat banyak tenaga / energi psikis terkuras.

Jadi, sebagai anggota keluarga janganlah hanya menasihati, namun mereka lebih membutuhkan tindak lanjut berupa "terapi psikis" secara bertahap, bervariasi, dan berjenjang, sesuai dengan kondisi, latar belakang, dan emosinya. Antusias yang optimal sangat diharapkan dari mereka yang mempunyai ikatan persaudaraan atau pun ikatan emosional dengannya.

Yang penting, dalam usaha tesebut adalah bahwa penderita melakukan langkah-langkah seperti:

1. Kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya untukditanggapi dengan wajar dan serius.

2. Pengobatan yang bisa memberikannya motivasi dalam membangun kembali sikap optimis mereka yang goyah. Kita perlu melenyapkan kesan, bahwa mereka tidak lagi berguna bagi masyarakat dan keluarga.

3. Pergaulan, dalam rangka membangun kembali sosialnya. Misalkan berdialog dengan teman-temannya, agar timbul sikap sependeritaan, sekaligus timbul kesan bahwa bukan dia saja yang terkena stroke dan yang mengalami ketidakberdayaan.

4. Kesempatan berkomunikasi dengan pihak yang terkait serta bisa memonitor perkembangannya, seperti dokter dan psikolog.

5. Ketenangan hati, berupa jaminan bahwa semua keluhannya akan dirahasiakan, sehingga ia tidak perlu merasa cemas dan malu

Dukungan Psikologis Dari Keluarga

Banyak penderita yang mengalami kesulitan dalam berbicara ketika mereka recover from stroke. Peranan keluarga jelas sangat diharapkan selain semangat dari penderita itu sendiri untuk proses merehabilitasi fungsi bicaranya dan senso-motoriknya. Oleh karena proses ini memerlukan waktu relatif lama, maka perlu pengertian dan kesabaran yang dalam dari semua pihak. Yang jelas, setiap saat penderita harus diajak bicara dan berinteraksi. Ini diawali dengan sering menanyakan keinginan yang menimbulkan jawaban "singkat". Secara psikologis, motivasi yang sangat kuat pada penderita untuk mengekspresikan sesuatu, akan mendorong kemampuannya berbicara dan bergerak/bertindak. Pada umumnya, penderita cenderung lebih bersemangat menjalani proses terapi, saat kondisi mereka sedang fit.

Proses ini cenderung lebih efektif, jika secara langsung dilakukan anggota keluarganya, seperti anak-cucu. Sebab bagaimana pun, bobot kualitas komunikasi dan interaksi semacam itu susah digantikan 100% oleh pihak lain. Apalagi jika keluarga berkeinginan yang kuat untuk merehabilitasi fungsi bicara dan senso-motoriknya. Kata pakar orthopedi, dengan sikap tersebut, rehabilitasi sudah terjamin dengan prosentase besar.

Banyak faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses rehabilitasi. Di antaranya : frekwensi interaksi dan terapi, tekanan yang dialami (emotional pressure / situational pressure); dan, manifestasi dari recovery-nya pun beragam ekspresi dan modelnya. Jika tampak penambahan jumlah verbal yang bisa diucapkannya atau pun gerakan yang mampu dihasilkannya, kita perlu menampakkan ekspresi gembira sebagai sebuah penguat (reinforcement); sebab, ini akan tambah meyakinkannya bahwa proses terapi, dilakukan dengan tulus hati oleh keluarganya. Masalahnya, jika proses terapi dilakukan secara keras, dengan sikap dan ekspresi negatif dari lingkungan keluarga yang seharusnya mampu bersikap sabar dan penuh pengertian, maka sudah dapat diprediksikan, bahwa penderita akan mudah patah semangat dan jatuh dalam depresi.

Insomnia

Definisi

Hampir setiap orang dari segala usia pernah mengalami masalah kurang tidur, seperti: sulit untuk tidur , cepat terbangun dari tidur dan tidak bisa tidur kembali, berulang kali terjaga dari tidur, tidur dengan tidak nyaman atau gelisah. Gangguan tidur ada banyak jenis, namun dalam bahasa ilmiah, gangguan tidur yang seperti ini disebut dengan istilah insomnia. Semakin bertambah usia, semakin besar kemungkinan seseorang pernah mengalami insomnia. Terutama pada lanjut usia (diatas 65 tahun) yang sebagian besar mengalami gangguan tidur, meski tidak diketahui apakah ini adalah proses normal dari menua ataukah karena faktor lain. Gangguan tidur demikian membuat seseorang tidak memiliki kualitas dan kuantitas (jumlah waktu) tidur yang baik.

Kategori

Insomnia dapat dibedakan menurut durasi munculnya gangguan, sebagai berikut:

1. Transient Insomnia, yaitu insomnia yang berlangsung kurang dari satu minggu.

2. Short -term insomnia, yaitu insomnia yang berlangsung satu hingga tiga minggu.

3. Chronic Insomnia, yaitu insomnia yang berlangsung lebih dari tiga minggu.

Semakin parah tingkat gangguan maka semakin urgent seseorang perlu melakukan konsultasi medis, baik itu kepada psikolog, psikiater, maupun dokter. Terutama untuk kasus Chronic Insomnia. Namun untuk Transient Insomnia masih dapat dilakukan self help atau usaha-usaha yang dapat dilakukan sendiri untuk mengatasinya.

Mengapa insomnia penting untuk ditangani? Karena insomnia dapat berdampak pada menurunnya totalitas / kualitas diri seseorang dalam beraktivitas dan berfungsi (fisik, emosional, dan intelektual) dalam hidup sehari-hari. Sehingga dapat memunculkan banyak masalah di kesehariannya.

Bagaimana mungkin kualitas dan kuantitas tidur seseorang bisa berdampak pada totalitas atau kualitas diri seseorang? Ini karena tidur adalah salah satu proses yang mengambil peranan penting dalam hidup manusia. Manusia menghabiskan 1/3 waktu hidupnya untuk tidur. Menurut info dari healthcommunities, bayi hampir selalu tidur di sepanjang harinya sekitar 16 jam sehari; remaja biasanya butuh waktu 9 jam sehari; sementara orang dewasa membutuhkan waktu tidur kurang lebih 7-8 jam sehari. Ini adalah sebuah mekanisme kuat dari dalam tubuh manusia yang bersifat natural. Sama seperti binatang yang juga tidur pada waktu-waktu tertentu. Pernah dilakukan penelitian oleh para ilmuwan terhadap tikus-tikus, mereka berusaha membuat tikus-tikus tetap terjaga, salah satunya dengan jalan secara konstan menyiramkan air dingin ke tubuh tikus, hal ini terus dilakukan akhirnya setelah 14 hari tikus-tikus inipun mati (Dr. Nick Carr, ABC). Demikianlah tidur menjadi salah satu proses dalam kehidupan yang penting. Ketika seseorang tidur, tubuh mengistirahatkan diri dan berproses menciptakan kembali keseimbangan di dalamnya, ini adalah faktor paling penting bagi kesehatan manusia baik itu kesehatan fisik maupun mental.

Gejala

Kita sudah membicarakan pentingnya tidur dalam proses kehidupan manusia. Namun, bukan sembarang tidur yang dimaksudkan disini. Karena hanya tidur yang berkualitas lah yang dapat membuat proses dalam tubuh bekerja secara optimal ketika tubuh beristirahat. Pada penderita insomnia, tidur yang berkualitas ini belumlah tercapai. Gejala-gejala orang yang mengalami insomnia adalah antara lain:

· Gangguan berhubungan dengan aktivitas tidur seperti: sulit tidur, terbangun dari tidur terlalu dini, atau sering terbangun dari sepanjang malam dan tidak bisa tidur kembali, merasa tidak bersemangat / segar / merasa lelah setelah bangun tidur.

· Mengalami masalah dalam menjalani aktivitas sehari-hari akibat insomnia, seperti: turunnya produktivitas; sering mengantuk di siang hari; sulit/kurang dapat berkonsentrasi dan fokus; sulit mengingat / sering lupa bahkan pada hal yang baru saja dialami; tidak dapat berpikir jernih / objektif - kesulitan memberikan pertimbangan dan mempengaruhi penilaiannya terhadap sekitar; mengalami gangguan koordinasi otot; kurang sigap; mengalami gangguan dalam bersosialisasi (memiliki sedikit hubungan sosial, kurang aktif, mudah tersinggung); mengalami kecelakaan dalam berkendaraan akibat kelelahan atau kekurangan tidur.

· Pada orang-orang tertentu, masalah sehari-hari semakin memburuk akibat tingkah laku mereka sendiri yang tidak tepat dalam upaya menenangkan diri dari gangguan insomnia, seperti: merokok, minum-minuman beralkohol dan kafeine, serta mengkonsumsi obat-obatan (obat tidut, obat penenang) tanpa resep dokter / kecanduan obat-obatan.

Jika anda mengalami gejala yang disebutkan diatas berarti anda mengalami insomnia. Untuk mengetahui tingkat insomnia yang anda alami, anda harus memperhatikan durasi munculnya gangguan insomnia tersebut dan kenalilah penyebab munculnya insomnia tersebut pada diri anda. Mengenal penyebab munculnya insomnia juga dapat membantu anda dalam menentukan kategori insomnia yang anda alami.

Penyebab

Menurut Saimak T. Nabili, penyebab insomnia dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyebab transient & short-term insomnia; dan penyebab chronic atau long-term insomnia.

Penyebab atau kondisi yang dapat memicu transient & short-term insomnia, antara lain:

Jet lag;

Perubahan shift kerja;

Suara bising mengganggu atau tidak menyenangkan seperti: suara dengkuran;

Temperatur ruangan yang tidak nyaman (terlalu panas ataupun terlalu dingin);

Situasi yang membuat stres (persiapan ujian, kehilangan orang yang dicintai, dipecat, bercerai, perpisahan);

Menderita penyakit keras atau harus menjalani perawatan di rumah sakit;

Sedang dalam proses penyembuhan medis, seperti: pengobatan dari penggunaan obat-obatan, alkohol, atau kecanduan zat / obat-obatan / bahan-bahan tertentu;

Insomnia terkait dengan ketinggian tempat, seperti di gunung.

Sementara penyebab atau kondisi yang dapat memicu chronic atau long-term insomnia, antara lain:

Kondisi Psikologis: gangguan kecemasan, stres, schizophrenia, mania (gangguan bipolar), dan depresi. Insomnia dalam beberapa kasus menjadi indikator seseorang yang mengalami depresi atau masalah mental.

Kondisi Fisiologis: sindrom sakit kronis, sindrom kelelahan kronis, penyumbatan jantung atau kelumpuhan jantung, night time angina (sakit di bagian dada) akibat penyakit jantung, acid reflux disease (GERD), chronic obstructive pulmonary disease (COPD) / penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), noctural asthma / gangguan asthma pada malam hari, obstructive sleep apnea / penyumpatan saluran napas yang terjadi ketika tidur, degenerative disease (penyakit “kemunduran”) seperti parkinson dan alzheimer (pada kasus ini insomnia seringkali dijadikan faktor pengambil keputusan untuk menempatkan perawatan rumah), tumor otak, stroke, atau trauma otak.

Kelompok beresiko tinggi terkena insomnia : travellers / para pelancong, para pekerja shift dengan shift kerja yang sering berubah-ubah, para lanjut usia, para remaja atau pelajar dewasa muda, wanita hamil, dan wanita menopouse.

Pengobatan medis yang terkait dengan insomnia : obat flu dan asthma tertentu yang bebas dijual maupun yang harus didapatkan dengan resep dokter; pengobatan tertentu untuk tekanan darah tinggi juga berasosiasi dengan tidur yang kurang; beberapa pengobatan yang digunakan untuk menangani depresi, gangguan kecemasan, dan schizophrenia.

Penyebab lain: kafein dan nikotin berasosiasi dengan tidur yang kurang; alkohol berasosiasi dengan gangguan tidur dan membuat tidur terasa tidak menyegarkan ketika bangun di pagi hari; gangguan dari teman tidur yang mendengkur atau tidak bisa diam (seperti: kakinya bergerak-gerak secara periodik selama tidur) dapat membuat kamu tidak memperoleh tidur malam yang baik / berkualitas.

Demikian kita sudah mengetahui gejala dan penyebab / pemicu insomnia. Selanjutnya seperti sudah disinggung diatas mengenai pentingnya menangani insomnia maka perlu kita ketahui apa saja yang dapat dilakukan guna menangani insomnia. Untuk menangani insomnia yang pertama-tama harus dilakukan adalah mencari tahu / menemukan penyebab terjadinya insomnia. Setelah mengetahui penyebabnya maka sangat penting untuk mengelola dan mengendalikan masalah tersebut. Sebab seiring dengan teratasi masalah tersebut maka masalah insomnia pun akan terselesaikan.

Penanganan

Menurut Saimak T. Nabili, penanganan insomnia dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan non-pharmacologic / non-medical dan pendekatan pharmacologic / medical. Pendekatan non pharmacologic meliputi: sleep hygiene, relaxation therapy, stimulus control, dan sleep restriction. Pendekatan-pendekatan ini mengacu pada terapi cognitive behaviour. Dan ada juga terapi gizi yang dikemukakan oleh Prof. DR. Ali Khomsan.

Sleep Hygiene: meliputi beberapa langkah sederhana untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur, antara lain:

- Tidur secukupnya, sesuai waktu yang butuhkan untuk beristirahat; jangan tidur berlebihan!

- Berolahraga secara teratur sedikitnya 20 menit setiap hari, paling baik dilakukan 4-5 jam sebelum waktu tidur. Hindari olahraga berat sebelum tidur!

- Hindari memaksakan diri untuk tidur

- Tetapkan jadwal tidur dan bangun setiap hari secara teratur (misalnya: tidur jam 10 malam dan bangun jam 5 pagi)

- Jangan minum minuman berkafein setelah sore (teh, kopi, soft drink, dsb) atau hentikan minum minuman berkafein 8 jam sebelum waktu tidur. selain itu kurangi penggunaan kafein.

- Hindari “night caps” atau minum alkohol sebelum tidur

- Jangan merokok, terutama di malam hari. Merokok menjelang tidur dapat memicu insomnia. Selain itu, sangat baik untuk mengurangi merokok.

- Jangan pergi tidur dalam keadaan lapar namun juga hindari makanan berat dan minum berlebihan sebelum waktu tidur - hentikan makan dan mencamil 1 jam sebelum waktu tidur

- Sesuaikan suasana di ruangan tidur (penerangan, temperatur, bunyi-bunyian, dsb)

- Jangan pergi tidur bersama dengan kekhawatiran anda; usahakan untuk menyelesaikannya sebelum anda pergi tidur

Relaxation Therapy: teknik ini melatih otot-otot dan pikiran menjadi relax dengan cara yang cukup sederhana seperti: meditasi dan relaksasi otot atau mengurangi cahaya penerangan, dan memutar musik yang menyejukkan tepat sebelum anda pergi tidur.

Stimulus Control: meliputi beberapa langkah sederhana yang dapat membantu pasien dengan chronic insomnia, antara lain:

- Beranjak tidur ketika anda merasa mengantuk

- Jangan menonton TV, membaca, makan, mengerjakan tugas, atau memikirkan kekhawatiran anda di tempat tidur. Tempat tidur hanya boleh digunakan untuk tidur dan melakukan aktivitas seksual.

- Jika anda tidak tertidur setelah 30 menit beranjak ke tempat tidur, maka bangunlah dan pergi ke ruangan lain kemudian lanjutkanlah teknik relaksasi anda.

- Aturlah alarm jam anda untuk bangun pada waktu yang telah anda tentukan setiap pagi, lakukan ini bahkan ketika weekends/ akhir pekan. Jangan tidur berlebihan!

- Hindari tidur terlalu lama di siang hari. Batasi tidur siang anda kurang dari 15 menit kecuali atas arahan dokter. Jika memungkinkan, pilihlah untuk menghindari tidur siang karena ini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur anda di malam hari. Kecuali untuk kasus ganguan tidur tertentu yang justru bisa mendapatkan keuntungan dari tidur siang - diskusikan issue ini bersama dokter anda.

Sleep Restriction: membatasi waktu anda di tempat tidur hanya untuk tidur dapat meningkatkan kualitas tidur anda. Atur waktu tidur dan bangun secara rigid dan paksakan diri untuk bangun ketika sudah waktunya sekalipun anda masih mengantuk. Ini akan membuat anda tidur dengan lebih baik di malam sesudahnya sebagai ganti gangguan tidur yang anda alami di malam sebelumnya.

Penanganan sederhana lainnya yang dapat dilakukan, antara lain: Terapi Gizi. Menurut Prof. DR. Ali Khomsan, makanan dan minuman yang dianjurkan dalam rangka menangani insomnia adalah:

Asupan gizi magnesium dan kalsium cukup dapat menangkal imsonia dan mengurangi kecemasan atau stres;

Konsumsi karbohidrat kompleks seperti crackers, atau bagel dapat merangsang rasa kantuk dan membantu anda tidur;

Segelas susu hangat dan madu dapat membuat tidur menjadi lelap;

Makan lettuce atau selada di malam hari dapat mempercepat kantuk.

Pendekatan pharmacologic / medical berarti penanganan insomnia dengan menggunaan obat-obatan dan terapi medis. Beberapa jenis obat yang digunakan dalam menangani insomnia antara lain:

Benzodiazepine sedatives - dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur selama menggunakan pengobatan ini;

Nonbenzodiazepine sedatives; Ramelteon (Rozerem) - obat yang digunakan untuk menstimulasi Melatonin receptors. melatonin - dikeluarkan oleh kelenjar pineal dalam tubuh dan mulai mengalir ketika sinar matahari / cahaya meredup / gelap, fungsinya adalah untuk memerintahkan tubuh untuk istirahat;

Beberapa antidepressant - secara umum tidak terlalu membantu untuk insomnia tanpa depresi;

Antihistamines - menyebabkan kantuk tapi tidak meningkatkan tidur dan tidak tidak dapat digunakan untuk menangani chronic insomnia;

Valeriana officinalis (Valerian) - pengobatan herbal yang digunakan di United States namun belum ada penelitian yang mampu menunjukkan manfaat nyatanya pada pasien yang mengalami chronic insomnia.

Mengenai manakah yang lebih baik atau efektif dalam menangani insomnia, apakah itu menggunakan pendekatan non pharmacologic ataukah pharmacologic? Tidak ada jawaban rigid akan hal ini. Pada beberapa kasus insomnia yang memang dapat ditangani tanpa perlu melibatkan penggunaan obat-obatan maka akan lebih baik jika cukup menggunakan pendekatan non pharmacologic. Karena dengan demikian pasien dapat terhindar dari efek samping penggunaan obat-obatan. Namun untuk kasus-kasus insomnia tertentu (seperti: insomnia terkait dengan gangguan psikologis berat (schizophrenic), gangguan medis berat (kanker), dan penyalahgunaan obat / narkoba) dimana hasil maksimal atau efektif baru bisa didapatkan dengan melibatkan pendekatan pharmacologic maka kombinasi penggunaan kedua pendekatan non pharmacologic dan pharmacologic menjadi solusi yang baik. Sangat rentan jika pendekatan pharmacologic tidak disertakan dengan pendekatan non pharmacologic karena sangat mungkin muncul ketergantungan pasien terhadap obat sementara pasien diharapkan tidak selamanya harus bergantung pada penggunaan obat. Oleh karena itu pasien juga harus disiapkan secara mental (kognitif dan behaviour) untuk dapat menghadapi insomnia terlepas dari penggunaan obat .

Penyembuhan insomnia sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan insomnia yang dialami, ketepatan penanganan yang dilakukan, kondisi medis, dan partisipasi aktif orang tersebut untuk turut serta berjuang menangani insomnia yang dialaminya.

Daftar Pustaka

Amir, Nurmiati. (October 19, 2008). "Tata Laksana Insomnia Insomnia Bisa Terjadi Pada Semua Lapisan Usia, Tak Terkecuali Anak-Anak." Republika Online. This data retrieved June 09, 2009 from http://www.republika.co.id/koran/104/8619/Tata_Laksana_Insomnia

Carr, Nick. "The Function of Sleep." ABC. This data retrieved June 09, 2009 from http://www.abc.net.au/dimensions/dimensions_health/Transcripts/s859047.htm

Healthcommunities. (Jan 02, 2000). "Sleep Disorders: Overview." Healthcommunities. This data retrieved June 09, 2009 from http://www.neurologychannel.com/sleepdisorders/types.shtml

Healthcommunities. (Jan 02, 2000). "Sleep Disorders: Types of Sleep Disorders." Healthcommunities. This data retrieved June 09, 2009 from http://www.neurologychannel.com/sleepdisorders/types.shtml

Iskandar, Yul. (2009). "Konsultasi Terapi Insomnia." Bisnis Indonesia Online >> Konsultasi. This data retrieved June 09, 2009 from http://web.bisnis.com/konsultasi/4id293.html

Khomsan, Ali. "Terapi Gizi untuk Insomnia." Departemen Kesehatan Republik Indonesia. This data retrieved June 09, 2009 from http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=51&Itemid=3

Nabili, Saimak T. " Insomnia." EMedicineHealth. This data retrieved June 09, 2009 from http://www.emedicinehealth.com/insomnia/article_em.htm


by : www.e-psikologi.com

Oleh : Veronica Adesla, S.Psi
Jakarta, 10 Juni 2009