bobo' ah ===>>>

Photobucket

Jumat, 25 Juni 2010

KOSEP ILMU DALAM ISLAM

1.Perintah Mencari Ilmu
Salah satu ciri yag membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah Ilmu. Al-Qur’an dan Al-Sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan ke arifan,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pda derajat yang tinggi.
Wahyu yang pertama kali turun bukan mewajibkan kepada manusia untuk shalat, puasa, zakat, dan Haji,melainkan untuk membaca, sebagaimana yang tertera dalam Q.S.al- Alaq 96:1-5. Hal ini bisa dipahami apabila dihubungkan dengan kondisi sosio politik yang terdapat pada masyarakat zaman itu yang terkungkung oleh kejahiliyahan. Padahal salh satu tugas Muhammad adalah menuntaskan kejahiliyahan menjadi keberadapan. Untuk itu yang dilakukan Muhammad adalh merubah Paradigma hidup menjadi tawhid (mengakui ke esaan Tuhan )dan dengan Ilmu pengetahuan. Dalam konteks inilah sesungguhnya dua semangat kembar yang terdapat dalam wahyu itu bisa dipahami secara jelas. Dua semangat kembar itu adalah ketauhidan dan keilmuan. Semangat tauhid nampak pada penyadaran ontologis manusia bahwa ia makhluk tuhan ( khlaqa al-insan min alaq ), sementara semangat keilmuan nampak pada penyadaran etis bahwa tuhan selain pencipta juga pemurah yang memberikan ilmu kepada manusia lewat hasil goresan penanya.
Selain itu, wahyu ini sangat menarik untuk diperdalam, karena Allah mensejajarkan keilmuan dengan tauhid dalam satu waktu proses penurunannya. S.M. Hossain dalam buku yang diedit oleh Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa tidak seorangpun dapat menangkap pesan-pesan wahyu kecuali orang-orang yang memiliki ilmu dan menggunakan akalnya ( Q.S.Ali Imran 3:7 ) Kekurangan ilmu yang benar menggiring manusia untuk berlakuorang yang sombong kepada Allah (Q.S Al-An’am 6:108)bahkan menyembah tuhan selain Allah (Q.S Al-Hajj 22:71).
Iqra’ adalah perintah untuk membaca, padahal membaca adalah pintu pertama dibukakannya ilmu pengetahuan. Maka orang yang membaca adalah orang yang mengamalkan ayat tersebut sekaligus menjadi orang yang Insya Allah pandai. Kata Iqra’ disebutkan 6kali dalam Al-Qur’an yang tersebar dalam 4 surat, yakni Qur’an surat Al-Isra’ 17:14, Al-Alaq 96:1 dan 3, Al-Haqqah 69:19, Al-muzammil 73:20.





‘ bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap terhadapmu” (Al-Isra’ 17:14 )




“ adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata ambillah, bacalah kitabku ( ini ) “ (Al-Haqqah 69:19)
Dari beberapa ayat yang disebutkan itu, yang relevan untuk dijadikan daya dorong mencari dan menguasai ilmu pengetahuan adalah Qur’an surat Al-Alaq 96 saja. Selain surat Al-Alaq 96 yang mendorong manusia untuk mencari ilmu, banyak juga ditemukan dalam hadis dan ungkapan bijak yang mengajak mencari ilmu misalnya :
a. Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim
b. Carilah ilmu walaupun di negeri Cina
c. Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat
d. Para ulama adalah pewaris para nabi
e. Barang siapa menginginkan ( kebahagiaan ) dunia, maka ia harus memiliki ilmunya ; barangsiapa menghendaki ( kebahagiaan ) akhirat, ia harus memiliki ilmunya; dan siapa saja ingin meraih keduanya, ia harus memiliki ilmunya.
f. Pada hari kiamat ditimbanglah tinta ulama dengan darah syuhadah, maka tinta ulama dilebihkan dari darah syuhada.
g. Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalannya ke surga.
h. Barangsiapa mati ketika sedang mengembangkan ilmu untuk menghidupkan islam, maka di surga ia sederajat di bawah nabi.
Dari ayat dan beberapa hadis serta ungkapan bijak yang telah diungkapkan di atas, maka islam menempatkan ilmu dalam posisi sentral. Hal ini sangatlah logis, karena ilmu selain dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah, juga dapat dijadikan tolak ukur kemajuan seseorang, masyarakat dan bangsa. Bbangsa atau negara dikatakan maju bukan terletak pada kekayaan sumber daya alamnya, melainkan terletak pada kekuatan penguasaan terhadap pengetahuan dan teknologi. Negara-negara OKI ( organisasi konverernsi Islam ), misalnya : Arab saudi, Iran, dan Irak dikenal sebagai negara kaya tetapi bukan negara maju, karena penguasaan terhadap iptek masih sangat rendah. Oleh karena itu negara-negara Islam harus mensejajarka dirinya terhadap negara maju. Syarat mutlak untuk bisa sejajar adalah harus meningkatkan penguasaan iptek, maka sumber daya manusianya harus ditingkatkan kemampuan dan profesionalsmenya. Menurut Mahdi Ghulsyani bahwa ilmu yang harus dicari atau dipelajari adalah :
a. Ilmu yang dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah
b. Ilmu yang efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan dapat merealisasikan tujuan-tujuannya
c. Ilmu yang dapat membimbing orang lain ke jalan yang benar
d. Ilmu yang dapat memecahkan berbagai problem masyarakat

2. Kedudukan Orang Yang Berilmu
Al-Qur’an dengan jelas mengatakan bahwa tidaklah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu.


“ katakanlah : adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak menetahu ? sesungguhnya orang yang berakalah yang dapat menerima pelajaran” Q.S. (Al-Zumar 39:9)





“ niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi lmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ( Q.S. A-Mujadilah 58:11 )
Dari dua ayat di atas, jelaslah bahwa orang yang berilmu menduduki tingkat terhormat dalam Islam.

3. Akibat pandangan dikhotomik ilmu pada dataran pemahaman dan pengamalan Islam
Akibat dari klasifikasi ilmu ke dala dua bagian yakni “ ilmu agama “ dan “ ilmu non agama “, mengakibatkan umat terpecah dalam melihat universalitas ajaran islam, sehingga menuntut ilmu hanyalah ilmu agama saja sementara ilmu lainnya terabaikan. Ini mempengaruhi pada dataran pemahaman dan penglaman Islam. Islam dipersepsikan hanya sebagai ajaran ritualitas ( ibadah ) dan credo (kepercayaan ) semata, dengan menapikan ajaran sentral lainnya yakni muamalah dunyawiyah.
Dampak yang sampai sekarang masih ada adalh adanya dualisme sistem pendidikan yang satu dengan lainnya saling berjauhan dan tidak menyapa, yakni sistem pendidikan agama. Keduanya mampu membuat pola berpikir secara dikhotomis, kalau sekolah umum adalh sekolah dunia, dan kalau disekolah agama adalh sekolah akhirat.Begitu pun materi perkuliahan , seolah-olah ilmu-ilmu umum yang dipelajarilepas dari masalah agama. Ilmu-ilmu yang dikesankan sebagai ilmu umum ilmu-ilmu agama terutama tafsir, hadist dan Faraid adalah ilmu-ilmu yang berasal dari Timur tengah.
Klasifikasi ilmu oleh al- Ghazali sangatlah dikhotomik, apalagi msih dirinci menjadi ilmu yang terpuji, mubah, dan tercelah bahkan sampai pada kategori wajib kifayah dan wajib ‘ayn, maka klasifikasi ini ditolak oleh pakar lainnya.Mahdi Ghulsyani misalnya, tidak sependapat dengan klasifikasi itu,karena klasifikasi yang semacam itu hanya menyebabkan kesalahan memandang bahwa yang menyatakan dapat merahmati kebah menyatakan dapat merahmati kebahagian penuh kepada kemanusiaan.Agama yang memandang dirinya serba lengkap tidak bisa memisahkan dirinya dari masalah-masalh yang memainkan peranan Vital dalam memberi kesejahteraan dan kemerdekaan bagi masyarakat islam. Murtadha Muthahhari menekankan bahwa “kelengkapan dan kesempurnaan islam sebagai suatu agama menuntut agar setiap lapangan ilmu yang bergunai masyarakat islam di anggap sebagai bagian dari kelompok ‘ilmu agama’.
Alasan Mahdi Ghulsyani untuk tidam menerima klasifikasi Al-ghazali di dasarkan pada argumen-argumen yaitu:
a. Sebagian besar ayat al-qur’an dan hadist,konsep ilmu secara mutlak, muncul dalam maknanya yang umum.
b. Beberapa ayat al-Qur’an dan hadis nabi secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak berarti hanya belajar prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja
c. Disebut dalam Al-Qur’an terdapat rujukan pada Qarun yang menyatakan “ ia berkata : sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku”
d. Beberapa hadis yang mendorong untuk mencari ilmu, tanpa membatasi apa yang dicari.
Sebagaimana pengkajian ilmu-ilmu agama dianggap wajib kifayah bagi masyarakat islam

“ tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ( ke medan perang ). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya “ ( Q.S. al–taubah 9:12 ).
Dari sinilah nampak bahwa kata ilm yang dalam Al-Qur’an dan hadis di dalam makna generiknya ketimbang merujuk secara eksklusif kepada studi-studi agama. Di dalam agama islam batasan untuk mencari ilmu hanyalah khusus ilmu-ilmu yang memiliki kegunaan bagi kehidupan positif manusia.
Untuk menghilangkan kesan dikhotomis dalam ilmu, dan tetap dalam alur monokhotomis, sesuai dengan prinsip tauhid, perlu difahami bahwa kebenaran mutlak hanya ada pada Allah semata dan yang dicapai oleh manusia adalah kebenaran relatif.
4. Isyarat Al-Qur’an tentang pentingnya penguasaan Iptek bagi muslim
Kalau ditelusuri secara seksama paling tidak ditemukan 7 i’tibar dalam bidang Iptek di dalam Al-Qur’an :
a. Penggalian lubang di tanah, menguburkan mayat dan menimbunnya.
b. Pembuatan, melayarkan dan melabuhkan kapal
c. Menyucikan dan meninggikan pondasi dan membangun baitullah
d. Pengelolaan sumber daya alam dan hasil bumi
e. Pelunakan besi dan pembuat besi
f. Komunikasi, pemanfaatan tenaga angin untuk transportasi
g. Penyembuhan orang buta, penyakit lepra dan telepati
Dari beberapa informasi mestinya iptek bukanlah hayang asing bagi umat islam. Karena pristiwa sejarah masa lalu itu tetap memiliki nilai kegunaan yang tinggi bagi umat sesudahnya.Sejarah bukan suatu pristiwa statis yang hanya dinikmati, dirasakan dan diambil oleh pelaku dan masyarakat sezamannya, melakukan sejarah sesuatu yang dinamis, yang dapat diambil hikmah dan nilai.
Iptek sangat dibutuhkan dalam memajukan kehidat dibutuhkan dalam memajukan kehidupan upan manusia. manusia. Iptek akan terus berkembang seirama tingkat daya intelektualitas manusia dakam merespon dan meramalkan kemungkinan atau kecenderungan kehidupan manusia masa depan.
Ahmad Watik dam Muhammadi, keduanya aktif dalam persyerikatan Muhammadiyah, menangkap respon umat islam dalam mensikapi perkembangan iptek walaupun dengan redaksi yang berbeda, tetapi tetap dalam substansi yang sama. Menurutnya ada 2 sikap yakni :
1. Melihat berbagai perkembangan iptek dan kecenderungannya secara utopistik,otomistik berlebihan,dan beranggapan mestinya begitulah kehidupan modern.Mereka menganggap iptek sebagai variabel perubahan yang bersifat mutlak dan dominan.
2. Melihat berbagai perkembangan iptek dan kecenderungannya secara distopistik,pesimis dan cemas berlebihan.mereka melihat perkembangan iptek sebagai sumber bencana bagi masa depan manusia, manusia, dan penuh dengan kekhawatiran iptek akan mencabut kebudayaan manusia dari akarnya, mencabut nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

Munculya dua sikap itu lebih didasarkan pada realitas, antara lain :
1. Pertimbangan bPertimbangan bias masyarakat, baik bias ke ilmuan maupun bias kepercayaan. Hal ini terjadi karena penempatan ilmu dan agama secara dikhotomis yang berkembang dalam masyarakat.
2. Pendekatan yang bersifat parsial terhadap kemaknaan iptek bagi kehidupan manusia. Pendekatan parsial ini dapat terjadi karena keterbatasan informasi mengenai iptek itu sendiri.
Pandangan yang proporsional, dapat dikembangkan apabila dilandasi oleh pandangan dasar yang menempatkan iptek tetap sebagai alat bagi manusia untuk berinteraksi dengan dirinya dan lingkungannya. Oleh karena itu kehadiran dan perkembangan iptek merupakan suatu keharusan sejarah. Karena merupakan keharusan sejarah maka tidak bisa di tawar lagiumat islam harus menguasai,dalam rangka pengalaman islam secara integratif.Menunjukan kepada dunia, bahwa islam tidak hanya mengajarkan tentang ibadah saja, tetapi juga mengajarkan tentang iptek.
Dalam al-Qur’an ditemukan tidak kurang dari sepuluh persen ayat-ayatnya merupakan rujukan-rujukan kepada fenomena alam.namun demikian, ada 2 pandangan tentang keutuhan materi al-qur’an yang berkenaan dengan iptek.
Pandangan pertama mengatakan bahwa al-Qur’an memuat seluruh bentuk pengetahuan termasuk disiflin.pandangan ini karena menempatkan al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukan mukjizat al-Qur’an dalam lapangan dalam lapangan ke ilmuan untuk meyakinkan orang-orang non muslim akan keagungan dan keunikan al-Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab suci.
Pandangan ke dua, mengatakan bahwa al-Qur’an itu semata –mata sebagai kitab petunjuk, dan di dalamnya tidak ada tempat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pandangan kedua ini sebagai bentuk reaksi dari pandangan pertama.
Argumen yang mendukung pandangan kedua, bisa disimpulkan dalam 4 hal :
1. Tidaklah benar menafsirkan kata-kata al-Qur’an dengan cara yang tidak diketahui oleh orang-orang arab pada masa Nabi.
2. Al-Qur’an tidak diwahyukan untuk mengajari kita Sains dan teknologi, tapi merupakan kitab petunjuk maka iptek di luar tujuan diwahyukan al-Qur’an.
3. Sains belum mencapai tingkat kemajuan yang sempurna, maka tidak benar menafsirkan al-Qur’an menurut teori-teori yang dapat berubah.
4. Sudah menjadi kehendak Allah, manusia dapat menemukan rahasia-rahasia alam dengan menggunakan indera dan daya intelektual nya. Jika al-Qur’an mencakup seluruh iptek, maka akal manusia pun akan menjadi jumud dan kebebasan manusia menjadi tidak bermakna.
Dari 2 pandangan tersebut ada pandangan ke 3 yang di kemukakan oleh Syaikh Musthafa Maraghi, dikatakn,”bukanlah maksud saya untuk mengatakan bahwa kitab suci ini mencakup secara rinci atau ringkas seluruh sains dalam gaya buku-buku teks, tapi saya ingin mengatakan bahwa al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip umum “.
Yang perlu di garis bawahi dari berbagai pandangan di atas adalh bahwa al-Qur’an tetap diletakkan sebagai kitab petunjuk dalam kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip umum dan etika tentang iptek.Sementara rumusan dan perincian iptek sampai pada tingkat penerapannya sangat tergantung pada manusia itu sendiri.karena manusia dengan akalnya mampu membedakan yang baik dan benar , yang membawa masalah dan yang menghancurkan.Tapi ingat, semua yang dikerjakan oleh manusia akan dimintai pertanggung jawaban di hadapn allah. Kalau ia mengenbangkan iptek untuk kemaslahatan umat manusia (baik), sorga jaminannya sementara kalau iptek yang diciptakan untuk menghancurkan peradaban umat manusia, neraka tempat kembalinya.

5. Sumbangan Ilmuwan Muslim Dalam Pengembangan Iptek
Sejarah perkembangan iptek dari waktu ke waktu tidak dapat dipisahkan dari para pendahulunya yang telah merintis iptek melalui penemuan-penemuannya.Sumbangan ilmuan muslim antara lain Ibnu Hayyan adalah orang yang pertama yang menggunakan metode ke ilmuan dalam kegiatan penelitian bidang ilmu kimia, dan masih banyak nama-nama intelektual muslim yang sangat berpera dalam penemuan dan pengembangan iptek. Rupanya sejak itu estafet iptek sudah berpindah ke pihak lain. Kalau kita ikuti sejarah, kebudayaan yunani di teruskan oleh kebudayaan islam.Pada waktu itulah Ilmuan muslim banyak berprestasi dalam mengembangkan iptek.
Pada waktu kegiatan iptek umat islam mulai mengendor, kegiatan iptek orang barat semakin maju. Dalam bidang iptek abad xx adalah abadnya orang barat .Orang islam tertinggal jauh dalam pengembangan dan penerapan iptek.padahal penguasaan iptek menjadi landasan bagi penguasaan ekonomi menjadi landasan politik.

6.Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sarjana muslim yang memperkenalkan istilah islamisasi ilmu pengetahuan adalah Isma’il R. Al-Faruqi hal ini dilakukan karena terlalu kuat dominasi epistemologi materialisme barat, sehingga mempengaruhi pola berpikir umat islam. Padahal epistemologi barat dan epistemologi islam jelas jauh berbeda karena keduanya berdiri di atas paradigma yang berbeda. Dalam epistemologi islam, wahyu menduduki tempat mendasar dan memainkan peran yang pasti, sedangkan dalam epistemologi barat secara mutlak tidak ada ruang bagi wahyu dan bimbingan tuhan.sistem pengetahuan barat tidak mengenal batas-batasan etika dan nilai.Islam menempatkan akal bukan dalam kebenaran tunggal, karena bagaimanapun akal bekerja tidak lepas dari qudrah dan iradah Allah. Maka yang dihasilkan oleh akal tidak boleh bertentangan dengan kehendak allah.
Tugas melakukan islamisasi pengetahuan, menurut Faruqi adalah dalam pengertian kongkrit, yaitu mengislamkan disiplin-disiplin, atau yang lebih tepat.memang, ini tugas yang amat sulit. Untuk kerja islamisasi pengetahuan, dengan tujuan :
a. Penguasaan disiplin ilmu modern
b. Penguasaan warisan islam
c. Penentuan relevansi khusus islam bagi setiap bidang pengetahuan modern
d. Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan dan pengetahuan modern
e. Pengarahan pemikiran islam kejalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola ilahiah dari Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar